Prof Rhenald Kasali Acungi Jempol Ekosistem Riset Ubaya laurentiusivan September 13, 2023

Prof Rhenald Kasali Acungi Jempol Ekosistem Riset Ubaya

JATIMTIMES – Salah satu contoh sebuah Perguruan Tinggi (PT) yang bisa membangun ekosistem, tidak terbatas hanya pada riset, tetapi juga ekosistem sampai ke inovasi adalah Universitas Surabaya (Ubaya). Pernyataan itu disampaikan oleh akademisi dan praktisi bisnis Prof Rhenald Kasali seperti dikutip dari TikTok @ubayaofficial.

Diketahui, Ubaya menjadi PT swasta peringkat pertama dalam top 11 perguruan tinggi Indonesia berdasarkan persentase inovasi dosen NIDN. Di mana Ubaya mendapatkan skor tertinggi dengan nilai 6,87. Sementara PTN yakni IPB berada di posisi bawahnya cukup jauh dengan skor 4,44.

“Apa yang telah dilakukan oleh Ubaya ini merupakan suatu program yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan yang kita sebut sebagai Kedaireka, yang artinya kerjasama dunia usaha dan kreasi rekan,” jelas Renald Kasali.

Lebih lanjut, dia menjelaskan cara perhitungan untuk mendapatkan skor ini sangat sederhana. Yaitu, jumlah proposal yang dibuat dan akan direalisasikan oleh para dosen, dibagi dengan jumlah dosen NIDN. Jadi dosen NIDN adalah mereka yang terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai dosen yang pangkalannya ada di universitas tersebut.

“Karena mereka (dosen) terdaftar di situ maka sekarang mereka diwajibkan untuk melakukan inovasi. Tentu saja tidak mudah awalnya, tetapi kita melihat PT swasta ini Ubaya berhasil untuk membangun reputasinya,” jelas Rhenald.

Lebih lanjut, ia menjelaskan jika cara untuk membangun ekosistem riset hingga inovasi di PT adalah yang pertama harus punya ilmu. Dari ilmu yang direalisasikan melalui hasil penelitian riset, kemudian digelontorkan ke masyarakat.

“Awalnya membuat paper, tapi paper ini kemudian harus dicari timnya, siapa yang akan menjalankan, kemudian dilihat bermanfaat atau tidak. Karena kalau tidak bermanfaat, maka tidak ada orang yang mau bekerjasama,” jelas dia.

“Setelah itu, PT harus mencari partnernya siapa, partnernya itu pengusaha. Jadi terjadi jembatan atau PT dengan swasta. Ubaya melakukan itu,” imbuh Rhenald.

Gubes Bidang Ilmu Manajemen di FE UI tersebut mengatakan bahwa perusahaan yang bekerjasama dengan Ubaya tidak hanya di Indonesia, tapi juga internasional. Seperti bekerjasama dengan para peneliti dan para penguasa di Korea Selatan, Jepang dan lain sebagainya.

“Mereka (Ubaya) membangun hubungan itu, kemudian dicari partner lokalnya. Misalnya saja ada PT Bintang Toedjoe yang kemudian tertarik dengan metode pembuatan ginseng yang selama ini kalau di Korea itu berarti outputnya harus dibawa pulang ke Indonesia. Tentu mahal di ongkos kirimnya. Akhirnya para peneliti di Korea kemudian sepakat untuk kerjasama dengan peneliti di Ubaya,” jelas Rhenald.

Akhirnya, kata Rhenald, Ubaya menanam ginseng tidak di tanah, seperti yang dilakukan di Korea sana. Namun menggunakan wadah tertentu tanpa menggunakan media tanah.

“Mereka mengembangkan itu dan setelah dicek ternyata produktivitasnya bagus. Namanya juga pakai penelitian tentu saja produktivitas harus diupayakan yang terbaik. Nah mereka (Ubaya) membuat itu,” jelas Rhenald.

Kemudian setelah ginseng ini berhasil, kemudian dikerjasamakan dengan lokal. Misalnya, yang membutuhkan ginseng adalah PT Bintang Toedjoe. Dan kemudian PT Bintang Toedjoe siap mendanai dan berinvestasi ke Ubaya.

“Katakanlah misalnya PT Bintang Toedjoe menyediakan 6 miliar rupiah, maka menurut konsep Kedaireka yang dikembangkan oleh Kemendikbud ini, maka Kemendikbud akan memberikan namanya matching fund. Dan matching fund itu jumlahnya adalah Rp 6 miliar. Jadi kalau PT berhasil mendapatkan 6 miliar (dari PT Bintang Toedjo), kemudian Kemendikbud juga akan memberikan 6 miliar itu,” tandas Rhenald.

Dia pun menegaskan bahwa inovasi merupakan bekal untuk mendidik masa depan anak bangsa. Menurut Rhenald, inovasi yang dilakukan Ubaya ini bisa menjadi contoh bagi PT lain. Sebab tak hanya ginseng, beberapa fakultas lain di Ubaya juga melakukan inovasi serupa.

“Mereka (Ubaya) juga bikin produk probiotik untuk tambak udang. Sehingga Kemudian tambak udang di Jawa Timur itu udah jadi lebih sehat, produktif dan cepat menjadi besar,” jelas dia.

“Kemudian juga mereka (Ubaya) membuat beberapa produk untuk mengatasi masalah Covid. Kemudian juga mereka membuat beberapa kajian atau produk yang bisa digunakan untuk menjadi transformasi data base herbal. Jadi data base herbal ini mereka gunakan AI untuk pengembangan produk baru,” imbuh dia.

“Dan juga ada lagi optimalisasi proses produksi pangan yang mereka cari adalah produk-produk pangan yang menghasilkan serat tinggi. Misalnya saja untuk VCO, minyak kelapa dan lain sebagainya,” sambung Rhenald.

Dia pun menegaskan bahwa ilmu pasti secara saintifik, sangat diperlukan oleh dunia usaha. Dan ilmu untuk dunia usaha itu bisa diperoleh dari kampus di Indonesia.

“Mereka (Ubaya) juga mengembangkan suatu sistem yang bisa dipakai untuk membangun startup. Misalnya saja perkembangan startup untuk sepeda onthel. di Jawa Timur ini masih sangat digunakan (sepeda onthel) dengan konsep Green Delivery Service,” kata Rhenald.

Tak hanya startup, Ubaya juga bekerja sama dengan Bumdes. Seperti diketahui, era pemerintahan Joko Widodo ini pembangunan dana desa Ini luar biasa. Dana desa digelontorkan besar sekali. Meski tidak semua desa maju, karena ada juga desa-desa tidak memiliki kaum muda, tidak ada pemimpin, dan jauh dari mana-mana. Tetapi saat ini desa sudah maju dan desa ini ingin unjuk gigi. Dan tentu saja diperlukan upaya untuk membangun bagaimana agar Bumdes ini memiliki sistem yang baik.

“Nah saya melihat diantara para dosen di Ubaya, ternyata mereka juga berhasil membuat bagaimana agar bumdes itu bisa mempunyai sistem yang baik, dan kemudian memberikan pelayanan yang baik. Membuat tata kelolanya untuk bumdes dan juga untuk masyarakat desa. Sehingga mereka bisa lebih produktif dan kontrol sistemnya menjadi lebih baik,” jelasnya.

Oleh karena itu, Rhenald menegaskan bahwa kerjasama antara kampus baik dengan pemerintah desa, maupun perusahaan lokal, atau start up adalah sebuah budaya yang sangat bagus. Karena budaya inovasi telah terjadi dan lambat laun akan masuk ke tingkatan yang lebih tinggi, lebih tinggi, lebih tinggi lagi. Dan akhirnya PT bisa menciptakan inovasi.

“Yang saya harapkan ke depan tidak hanya inovasi yang bersifat sustaining atau memperbaiki yang sudah ada, atau replikasi, tetapi one day yang saya harapkan ini bisa menciptakan original innovation. Dan juga bisa menciptakan disruptive Innovation. Itu adalah inovasi yang pada akhirnya bisa dilakukan untuk menciptakan hal-hal yang bersifat kebaharuan,” harap Rhenald.

“Jadi sekali lagi pendidikan merupakan suatu strategi dan merupakan pintu itu paspor yang bisa mengantarkan anak kita ke masa depan,” pungkas Rhenald.

Sumber: Jatimtimes.com (4403)