Teladan dari Korea Selatan dalam Bermatematika fadjar August 22, 2014

Teladan dari Korea Selatan dalam Bermatematika

oleh: Hazrul Iswadi

Departemen MIPA dan Teknik Industri Ubaya

Penulis mengikuti dua kegiatan penting pada bidang matematika yaitu Mathematics in Emerging Nations: Achievements and Opportunities (MENAO) Symposium pada tanggal 12 Agustus 2014 dan International Congress of Mathematicians (ICM) 2014 dari tanggal 13 s/d 21 Agustus 2014 di Seoul Korea Selatan. Beberapa tulisan tentang dua kegiatan penting ini akan penulis tulis di bawah ini dan di beberapa tulisan yang akan datang.

Siapa yang tidak kenal Samsung, LG, dan Hyundai? Perusahaan-perusahaan elektronik dan otomotif ini sudah mendunia dan mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar dunia lainnya. Siapa yang tidak kenal produk dari budaya K-Pop seperti Rain, Psy dengan Gangnam Style-nya, Girl Generation, dll? Semua yang berasal dari Korea (tepatnya Korea Selatan) seakan-akan semakin cepat diterima di seluruh penjuru dunia.

Lebih-lebih kalau kita ingin membahas keajaiban pencapaian perekonomian Korea Selatan, daftar yang kita buat akan bisa sangat panjang. Mulai dari peningkatan PDB yang terbesar di dunia dari tahun 1962 dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 400 kali lipat, atau negara produsen perkapalan terbesar di dunia, negara ke-3 bidang semikonduktor, negara dengan cadangan devisa ke-4 dunia, negara dengan kecepatan internet tertinggi di dunia, dan berbagai terhebat-terhebat lain yang dicapai Korea Selatan untuk tataran global.

Bagaimana dengan pencapaian Korea Selatan dalam bermatematika? Apakah pencapaian matematika masyarakat Korea Selatan berbanding lurus dengan pencapaian ekonomi dan budayanya yang luar biasa dalam kancah internasional? Pada level berapakah Korea Selatan ditempatkan sekarang dibandingkan dengan negara-negara yang telah lebih dahulu maju dalam bidang matematika dunia?

Seperti yang sudah penulis singgung pada tulisan sebelumnya di web ini yang berjudul Matematika di Negara Berkembang ndash; Peluang dan Tantangan, Korea Selatan memulai segala sesuatu kehidupan berbangsanya mulai dari nol pada tahun 1960-an. Demikian pula, mereka memulai pendidikan, khususnya matematika, pada tahun 1960-an tersebut. Kita dapat bandingkan dengan negara-negara barat yang sudah memulai lama sejarah matematika dari sebelum abad ke-19. Tapi hasil pencapaian matematika mereka saat ini sangat mencenggangkan. Mereka sekarang sudah berada dalam grup IV, meloncat dua level dari grup II pada ICM 2010 di India. Mereka sekarang sudah sejajar dengan Australia, Belanda, Spanyol, Swedia, Swiss dan beberapa negara lian di grup IV. Bandingkan dengan Indonesia yang dari tahun 1972 (saat didirikannya Himpunan Matematikawan Indonesia atau Indonesian Mathematical Society – IndoMS) masih berkutat di grup I.

International Mathematics Union (IMU) mengurutkan negara-negara anggotanya berdasarkan grup-grup yaitu dari Grup I sampai dengan Grup V. Pengelompokan grup ini salah satunya berdasarkan evaluasi diri dengan menunjukkan aktifitas publikasi. Seperti yang ditunjukkan Korea Selatan dengan jumlah publikasi yang telah mencapai 5000 lebih artikel matematika di jurnal internasional yang diakui oleh kalangan matematikawan dunia. Walaupun jumlah tersebut kalah jauh dengan capaian yang dilakukan oleh Amerika Serikat yang telah mencapai kisaran 12 ribuan artikel matematika. Tapi sekali lagi, dari negara yang antah berantah secara matematika di tahun 1960-an mereka sekarang mampu mendekati negara-negara yang sudah lebih dahulu mapan dalam bermatematika seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman atau Prancis.

Apa yang membuat mereka mampu melakukan lompatan yang luar biasa dalam bermatematika sehingga diakui oleh kalangan internasional? Jawabannya diperoleh dari pemaparan mantan menteri sains dan teknologi Korea Selatan, KunMo Chung, pada acara Mathematics in Emerging Nations: Achievements and Opportunities (MENAO) Symposium pada tanggal 12 Agustus 2014 di Seoul. Korea Selatan menjadikan matematika sebagai basis untuk menguatkan industri high-tech mereka. Mereka secara cerdik disertai modal kerja keras penduduk mereka untuk belajar matematika, pada tahun 1970-an, mengambil jalan pintas untuk menguasai semikonduktor yang akan menjadi inti dari semua peralatan elektronik.

Penguasaan teknologi semikonduktor tersebut harus didukung oleh penguasaan matematika lanjut. Untuk itu mereka terlebih dahulu menyiapkan pakar matematika dengan cara memanggil pakar-pakar matematika keturunan Korea yang ada di luar negeri, terutama di Amerika Serikat untuk mendirikan Korean Institute for Advanced Studies (KIAS) dan National Institute for Mathematical Sciences (NIMS). Kedua institut ini dapat dikatakan institut pionir dalam bidang sains dan teknologi di Korea Selatan.

Kedua institut ini sekarang ditempatkan di salah satu kawasan atau kluster Research and Business Development RBD di Daedeok (di Kota Daejeon, sekitar 100 km sebelah selatan Kota seoul). Korea Selatan memberi nama kawasan tempat kluster RBD mereka sebagai INNOPOLIS (berasal dari kata INNO ndash; Innovation dan POLIS = Kota). Jadi Innopolis adalah kawasan yang berisi lembaga-lembaga riset, techno-park, perusahaan-perusahaan berbasis riset, dan perguruan-perguruan tinggi ristek. Terdapat empat INNOPOLIS di seluruh Korea selatan yaitu di Daedeok, Gwangju, Daegu, dan Busan. Masing-masing Innopolis memiliki fokus yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan nasional Korea Selatan dan potensi geografis masing-masing Innopolis.

Korea Selatan juga tidak ragu-ragu mengambil inisiatif dalam ikut mengembangkan matematika di dunia. Pada ICM 2014 di Seoul, Korea Selatan melalui KIAS dan NIMS memberikan travel grant kepada 1000 matematikawan negara berkembang untuk mengikuti ICM 2014 di Seoul ini. Program travel grant tersebut diberi nama NANUM: ICM 2014 Invitation Program. Program ini terbilang ambisius karena pada penyelenggaraan ICM yang lalu-lalu, panitia hanya sanggup memberikan dana pada maksimal 200 orang peserta. Nanum dalam bahasa Korea berarti berbaik hati dan ikhlas. Tercatat lebih dari 6000 pelamar matematikawan dari seluruh negara berkembang untuk mendapatkan program Nanum. Akhirnya Panitia Nanum memilih 1000 orang peserta seluruh dunia termasuk sekitar 20-an matematikawan dari Indonesia. Penulis merupakan salah seorang yang mendapatkan travel grant NANUM untuk mengikuti ICM 2014 Seoul.

Salah satu syarat sebagai penerima Nanum adalah harus mengikuti tur ke INNOPOLIS Daedeok untuk berkunjung ke KIAS, NIM, Korean Aerospace Research Institute (KARI), dan LG Chem. Mereka dengan bangga menjelaskan kota riset seluas 67,8 KM persegi yang dihuni oleh puluhan lembaga-lembaga riset baik yang berasal dari pemerintah, swasta, ataupun pendidikan. Konsep INNOPOLIS di Korea Selatan ini mirip dengan Silicon Valey yang ada di Amerika Serikat. Korea Selatan berharap dengan adanya Innopolis-innopolis ini hasil riset dan inovasi yang dihasilkan oleh para peneliti di lembaga riset dapat dengan segera diaplikasikan oleh perusahaan-perusahaan komersil yang berada di Innopolis tersebut.

Salah seorang tour guide ke INNOPOLIS Daedeok menuturkan bahwa kisah sukses Samsung menjadi raksasa industri elektronik dimulai dari lembaga-lembaga riset yang ada di Innopolis Daedeok. Pada awal tahun 1980-an, perusahaan LG lebih dikenal dibandingkan Samsung. Kemudian pemerintah Korea Selatan memberi insentif ke Samsung untuk berekspansi ke luar negeri dengan cara memasok hasil dari lembaga riset pemerintah diberikan ke Samsung agar produk Samsung bisa bersaing dengan produk Jepang, Amerika Serikat dan Eropa. Strategi itu ternyata berhasil, merek Samsung akhirnya diakui dan mendominasi untuk produk elektronik tertentu. Sekarang Samsung sudah mandiri dalam hal riset dan pengembangan mereka karena mereka sekarang memiliki lembaga riset sendiri.


AnchorJadi terlihat dengan nyata benang merah capaian menakjubkan ekonomi dan industri Korea selatan tidak terlepas dari sumbangan lembaga-lembaga riset nasional mereka, dan di antara banyak lembaga riset yang ada di Korea Selatan sekarang, lembaga-lembaga riset matematika adalah lembaga riset pionir dan berpengaruh bagi mereka.