Membina Siswa Berbakat Matematika fadjar April 11, 2013

Membina Siswa Berbakat Matematika

Oleh: Hazrul Iswadi

Departemen MIPA Ubaya

Pada sebuah program televisi, kita melihat suatu ajang pencarian bakat yang melibatkan anak usia muda. Terlihat bakat alami mereka yang luar biasa dalam suatu bidang kesenian seperti menari dan menyanyi. Untuk menjadi juara mereka harus mampu memukau juri dan pemirsa televisi dengan beragam penampilan yang spektakuler sesuai dengan bidang mereka. Mereka harus mampu belajar dan menerapkan dengan cepat materi pertunjukkan yang diajarkan tiap minggu. Kita dapat merasakan bahwa melakukan penampilan didepan publik dan sorotan kamera dengan sempurna untuk materi baru yang mereka dapatkan sungguh membutuhkan kemampuan dan bakat yang tinggi.

Penulis dapat membayangkan bangganya orang-orang terdekat dari anak-anak yang berbakat tersebut. Tapi dibalik kebanggaan tersebut tersembunyi kekhawatiran tentang perkembangan atas bakat-bakat yang luar biasa tersebut. Banyak kisah-kisah anak berbakat yang sudah dikenali sedari kecil yang kemudian bakat dan keterkenalannya memudar ketika dewasa. Contohnya adalah mantan artis cilik Sherina dan Tasya.

Fenomena yang sama terjadi pula dengan bakat-bakat alami dalam bidang matematika. Banyak anak-anak yang menang dalam olimpiade matematika tingkat SD atau SMP yang kemudian kemampuan matematikanya tidak berkembang atau malah menurun. Salah satu pengamatan yang dapat dilakukan untuk memeriksa konsistensi dan perkembangan dari anak-anak Indonesia dalam bidang matematika adalah kemampuan untuk menjuarai OSN (olimpiade sains nasional) yang diselenggarakan oleh Depdiknas. OSN telah diselenggarakan oleh pemerintah secara konsisten mulai dari level sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Level geografisnya pun telah dibuat berjenjang dari tingkat kabupaten/kota sampai dengan nasional.

Bagaimana bakat besar matematika yang dikenali dari kecil dapat dikembangkan sampai dengan dewasa? Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada banyak faktor yang bisa kita tinjau misalnya dari aspek alat pengenalan bakat, aspek kebijakan pemerintah, aspek kurikulum dan materi pelajaran di sekolah, atau aspek guru dan orang tua.

Pada tulisan ini penulis akan mengulas secara khusus aspek orang terdekat, khususnya guru, yang dapat berperan besar untuk mengembangkan bakat matematika anak. Peran guru dalam pengembangan bakat matematika anak hampir dalam segala hal, mulai dari pengenalan bakat sampai dengan penampilan bakat matematika anak dalam suatu kompetisi.

Guru dengan mudah mengenali tingkat kemampuan anak dalam bermatematika mulai dari awal pertama masuk sekolah. Kemudian selama pelajaran sekolah guru semakin mengerti lebih jauh kelebihan dan kekurangan anak dalam bermatematika dari interaksi pertanyaan dan jawaban anak, baik lisan maupun tulisan. Guru juga punya kesempatan dan alat yang valid untuk mengetahui tingkat kemampuan anak dengan menggunakan beragam tingkat kesukaran tes atau ujian yang diberikan pada sang anak selama proses pembelajaran. Bahkan bagi guru yang berpengalaman dalam membina siswa untuk mengikuti kompetisi matematika, mereka tidak hanya mampu mengenali bakat anak dalam matematika tapi juga tentang potensi untuk berkembangnya bakat si anak.

Setelah proses pengenalan bakat anak dalam matematika, guru juga dapat berperan dalam pengembangan potensi matematika sang anak. Guru dapat memberikan soal-soal matematika yang sesuai dengan bakat dan kondisi sang anak. Anak yang berbakat matematika seringkali mampu menyelesaikan soal-soal matematika yang melebihi level mereka. Tapi dengan karakter tersebut guru tidak bisa serta merta memberikan soal-soal yang membutuhkan kematangan matematika di atas level mereka. Seharusnya yang dilakukan guru untuk meningkatkan kapasistas bakat matematika anak sesuai dengan levelnya adalah memperkaya masalah dengan tingkat kerumitan yang semakin tinggi.

Contoh kongkritnya adalah untuk siswa SD dan SMP penyelesaian soal matematika sebaiknya dilakukan dengan cara eksplorasi terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh pengenalan pola. Sedangkan untuk siswa SMA penekanan penyelesaian soal matematika pada pengenalan pola dan diikuti dengan formalisasi dalam notasi atau rumus. Sehingga untuk mengenalkan konsep keterbagian bilangan bulat pada siswa SD dan SMP dapat dilakukan dengan soal-soal yang menggunakan nilai bilangan tertentu sedangkan untuk siswa SMA soal-soal yang dibahas adalah menggunakan nilai bilangan yang besar atau menggunakan simbol variabel dengan pola tertentu.

Pemikiran pada paragraf di atas perlu diketahui oleh guru dalam membina siswa berbakat matematika karena siswa berbakat matematika harus dibina dengan pengayaan soal yang tepat. Soal yang terlalu mudah bagi siswa berbakat matematika akan membuat siswa menjadi cepat bosan dan merasa matematika tidak menarik dan menantang kemampuan mereka, sedangkan soal yang terlalu sukar dan membutuhkan pengetahuan jauh di luar pengetahuan yang mereka miliki akan membuat mereka putus asa dan merasa bahwa matematika adalah pengetahuan hafalan.

Proses pembinaan akan menentukan apakah siswa akan semakin berkembang bakat matematikanya atau tidak. Proses pembinaan yang baik harus membuat siswa nyaman dan senang dalam mengerjakan soal-soal matematika. Proses pembinaan yang baik membuat kematangan matematika sang anak semakin lama semakin baik. Kematangan yang baik akan membuat siswa mudah untuk menerima pengetahuan-pengetahuan baru yang seharusnya diberikan pada anak dengan level diatas mereka. Sehingga proses pembinaan yang baik harus dapat mengembangkan kualitas kemampuan penyelesaian soal sang anak.

Guru yang ingin berhasil dalam pembinaan bakat matematika sang anak harus memiliki kemampuan yang komplit. Guru harus mampu menjadi mentor, konsultan, pakar soal, bahkan sebagai penasehat. Terkadang perkembangan psikis anak berbakat matematika tidak seiring dengan perkembangan kemampuan matematikanya. Hal ini membutuhkan kepekaan dan pendekatan khusus yang sesuai dengan karakter sang anak. Terkadang anak memiliki kemampuan yang tidak seimbang misalkan kemampuan bilangannya atau berhitungnya lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan geometrinya. Hal ini membuat sang anak membutuhkan bimbingan khusus untuk melatih kemampuan ruang dan geometrinya.

Melihat kompleksnya kemampuan yang dibutuhkan oleh guru untuk menjadi pembina anak yang berbakat matematika maka wajarlah jika banyak guru yang merasa tidak kompeten untuk membina anak berbakat matematika tersebut. Tugas pembinaan siswa berbakat matematika bukan merupakan tugas pokok guru di sekolah sehingga para guru harus membagi waktu dengan persiapan dan tugas mengajar. Sehingga para guru membutuhkan bantuan pakar-pakar lain seperti psikolog, guru bimbingan dan konseling, pakar pendidikan matematika, dan ahli matematika.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari tinjauan satu aspek saja yaitu aspek peran guru dalam pengembangan anak-anak berbakat matematika terlihat bahwa pengembangan bakat dari anak berbakat matematika membutuhkan kerja besar dan kerjasama banyak pihak. Belum lagi jika kita tinjau aspek lain seperti kurikulum, kebijakan pemerintah yang harusnya mendukung pengembangan bakat tersebut, dan aspek yang lain yang tentunya semakin membuka mata kita bahwa anugrah bakat yang kita dapati pada anak-anak kita menimbulkan tanggung jawab yang sangat besar untuk mengembangkannya.