UPAH MINIMUM REGIONAL DAN STRATEGI INDUSTRI MANUFAKTUR fadjar November 29, 2012

UPAH MINIMUM REGIONAL DAN STRATEGI INDUSTRI MANUFAKTUR

Oleh:

Yuwono B Pratiknyo

Penetapan Upah Minimum Regional (UMR) merupakan kegiatan rutin yang menguras energi bangsa ini. Dimulai dari pertemuan dewan pengupahan, buruh dan pengusaha (yang kadang tidak dihadiri oleh pihak tertentu), demonstrasi yang merugikan kepentingan umum sampai dengan gugatan-gugatan terkait ketidak sesuaian pendapat. Pada Tahun 2013 UMK beberapa kota di Jawa Timur sudah ditetapkan (Tabel 1).

Tabel 1. Kenaikan UMK Kabupaten/Kota di Jawa Timur

No

KOTA/KABUPATEN

2012

2013

KENAIKAN (%)

1

Kota Surabaya

Rp 1.257.000

Rp 1.740.000

38,4

2

Kabupaten Gresik

Rp 1.257.000

Rp 1.740.000

38,4

3

Kabupaten Pasuruan

Rp 1.252.000

Rp 1.720.000

37,4

4

Kabupaten Sidoarjo

Rp 1.252.000

Rp 1.720.000

37,4

5

Kabupaten Mojokerto

Rp 1.234.000

Rp 1.700.000

37,8

6

Kabupaten Malang

Rp 1.132.254

Rp 1.343.700

18,7

7

Kota Malang

Rp 1.130.500

Rp 1.340.300

18,6

8

Kota Batu

Rp 1.100.215

Rp 1.268.000

15,3

9

Kabupaten Jombang

Rp 978.200

Rp 1.200.000

22,7

10

Kabupaten Probolinggo

Rp 888.500

Rp1.198.600

34,9

11

Kota Pasuruan

Rp 975.000

Rp 1.195.800

22,6

12

Kabupaten Tuban

Rp 970.000

Rp 1.144.400

18,0

13

Kota Kediri

Rp 1.037.500

Rp 1.128.400

8,8

14

Kabupaten Sampang

Rp 800.000

Rp 1.104.600

38,1

15

Kota Probolinggo

Rp 885.000

Rp 1.103.200

24,7

16

Kabupaten Jember

Rp 920.000

Rp 1.091.950

18,7

17

Kabupaten Kediri

Rp 999.000

Rp 1.089.950

9,1

18

Kabupaten Banyuwangi

Rp 915.000

Rp 1.086.400

18,7

19

Kabupaten Lamongan

Rp 950.000

Rp 1.075.700

13,2

20

Kabupaten Pamekasan

Rp 975.000

Rp 1.059.600

8,7

21

Kabupaten Situbondo

Rp 802.500

Rp 1.048.000

30,6

22

Kota Mojokerto

Rp 875.000

Rp 1.040.000

18,9

23

Kabupaten Bojonegoro

Rp 930.000

Rp 1.029.500

10,7

24

Kabupaten Lumajang

Rp 825.391

Rp 1.011.950

22,6

25

Kabupaten Tulungagung

Rp 815.000

Rp 1.007.900

23,7

26

Kabupaten Bangkalan

Rp 885.000

Rp 983.800

11,2

27

Kabupaten Sumenep

Rp 825.000

Rp 965.000

17,0

28

Kabupaten Madiun

Rp 775.000

Rp 960.750

24,0

29

Kabupaten Nganjuk

Rp 785.000

Rp 960.200

22,3

30

Kota Madiun

Rp 812.500

Rp 953.000

17,3

31

Kabupaten Blitar

Rp 820.000

Rp 946.850

15,5

32

Kabupaten Bondowoso

Rp 800.000

Rp 946.000

18,3

33

Kota Blitar

Rp 815.000

Rp 924.000

13,4

34

Kabupaten Ponorogo

Rp 745.000

Rp 924.000

24,0

35

Kabupaten Trenggalek

Rp 760.000

Rp 903.900

18,9

36

Kabupaten Ngawi

Rp 780.000

Rp 900.000

15,4

37

Kabupaten Pacitan

Rp 750.000

Rp 887.250

18,3

38

Kabupaten Magetan

Rp 750.000

Rp 866.250

15,5

Pada Tabel terlihat kenaikan UMK yang fantastis sekitar 38,4 % untuk Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik. Dan kenaikan terendah sebesar 8,7 % untuk kabupaten Pamekasan.

Buruh/Pekerja dari sudut pandang kebutuhan minimum hidup, sudah sepantasnya menuntut kenaikan. Hal ini juga berkaitan erat dengan rencana pemerintah untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Bahan Bakar Minyak (BBM) di tahun 2013. Sementara, dengan kenaikan UMR, hampir dipastikan akan ditolak oleh Asosiasi Pengusaha. Beban biaya produksi dan biaya tenaga kerja menjadi alasan klasik pengusaha untuk tidak menyetujui ketetapan UMR. Ditambah lagi menjamurnya produk-produk luar yang lebih murah dan lebih bersaing di pasar Indonesia.

Dari dua paparan diatas jelas terlihat runcingnya perbedaan pendapat antara pihak buruh/pekerja dan pihak pengusaha. Pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja yang harusnya mengurai permasalahan ini sepertinya belum mampu untuk mengatasi problem ini. Meskipun setiap tahun pemerintah pasti akan mengahadapi masalah ini. Mengapa saya katakan belum mampu?, pemerintah masih hanya berperan sebagai mediator saja. Pemerintah “terkesan” mencari aman dengan meng”iya”kan permintaan buruh/pekerja terhadap UMR. Dan jika pada akhirnya nanti ada gugatan dari asosiasi pengusaha, maka pemerintah akan mempersilahkan pengusaha untuk melakukan gugatan dan jika pemerintah kalahpun, pemerintah masih punya nama dimata masyarakat. Bagaimana seharusnya? Pemerintah seharusnya menjadi ujung tombak untuk menciptakan regulasi dan investasi yang nyaman bagi dunia Industri dengan tetap memperhatikan kesejahteraan buruh dan pekerja.

Tenaga Kerja bagi dunia Industri kalau dilihat dari sisi labor cost sebetulnya hanya bernilai 15 % dari Total Cost Production (tabel 1). Sementara komponen biaya produksi yang lain desain (5 %), material (50 %), dan manufacturing (30 %). Sehingga kalau kenaikan UMR sebesar 38,4 %, sebetulnya bukan berarti biaya produksi akan naik 38,4% juga. Namun akan terjadi peningkatan dikisaran 5,76 % tidak sampai 10 %.

Sehingga sebetulnya kenaikan UMR sebetulnya bukan menjadi persoalan yang berat. Persoalan yang terberat justru datang dari persaingan produk-produk asing yang lebih murah.

Bagaimana Industri Manufaktur seharusnya bertindak ?

Dengan adanya dua himpitan persoalan tadi ada beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh Industri Manufaktur di Indonesia :

  1. Memperkuat Product Designer Team, Desain meskipun dalam Total Cost Production hanya menyerap biaya 5 %, namun dengan memperbaiki tahap desain akan dapat mengontrol 70 % total biaya produksi. Pada bagian ini tim desainer bisa mengurangi biaya dengan penghematan material/pengurangan material waste dan penyederhanaan proses manufaktur.

  2. Penerapan Design For Manufacturing (DFM) dan Design for Assembly.

Design for Manufacturing dilakukan untuk memastikan sedemikian rupa sehingga suatu desain dapat diproduksi. Dan pada akhirnya tidak hanya bisa diproduksi saja namun dengan langkah produksi apa sehingga biaya manufaktur rendah, namun kualitas tetap terjaga. Dalam prakteknya suatu produk industri tidak hanya berfokus pada aspek desain saja tetapi juga pada aspek manufaktur-nya. Dalam bahasa sederhana dengan menerapkan DFMA, berarti relatif mudah untuk memproduksi suatu part/komponen dan merakitnya menjadi sebuah produk.

Seringkali desain dinyatakan sulit atau tidak mungkin untuk diproduksi. Biasanya seorang design engineer akan membuat model atau desain dan mengirimkannya manufacturing engineer untuk meninjau dan memberikan umpan balik terhadap suatu desain. Proses ini disebut sebagai design review. Jika proses ini tidak diikuti dengan benar, produk mungkin gagal pada tahap manufaktur. Jika pedoman DFM tidak diikuti, maka akan menghasilkan desain iteratif, hilangnya waktu produksi dan pada akhirnya produk akan lebih lama sampai ke konsumen. Oleh karena itu banyak organisasi telah mengadopsi konsep DFMA.

  1. Penerapan Supply Chain.

Penerapan Supply chain dilakukan tidak hanya pada material saja, namun juga dilakukan setelah produk jadi. Penerapan Supply chain terhadap material dan hasil produksi ternyata bisa mengontrol 20-25 % dari cost production.

Sehingga, pada intinya Industri Manufaktur dengan berbagai inovasi dalam pengelolaan manajemen manufaktur, semestinya masih bisa bergerak dan bersaing dengan produk luar.

Refferensi:

  1. Product Design For Manufacture and Assembly, Geoffrey Boothroyd, Marcel Dekker, Inc

  2. https://www.leandesign.com/NL_Timing.htm, diunduh 28 Nopember 2012