Multitasking – di Ruang Perkuliahan fadjar October 9, 2012

Multitasking – di Ruang Perkuliahan

Listyo Yuwanto
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Tingkat kesadaran manusia yang bervariasi untuk berbagai tugas dapat memunculkan perilaku multitasking. Kemampuan multitasking sangat bermanfaat dalam kondisi terdapat lebih dari satu tugas yang harus dikerjakan dalam satu waktu. Mahasiswa dengan tuntutan tugas yang bervariasi dan memiliki batas waktu penyelesaian yang jelas sangat membutuhkan kemampuan multitasking. Perilaku multitasking dapat memberikan manfaat positif bagi mahasiswa. Namun apabila multitasking dilakukan pada situasi yang tidak tepat maka dapat dikatakan perilaku multitasking tersebut tidak selalu memberikan manfaat positif bagi mahasiswa. Mengerjakan tugas mata kuliah lain saat mengikuti perkuliahan sebagai salah satu fenomena multitasking pada situasi yang tidak tepat. Fenomena ini semakin marak di Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Saat mengikuti perkuliahan Metode Riset Kuantitatif mahasiswa mengerjakan tugas mata kuliah Asesmen Kepribadian ataupun Asesmen Kognitif dan tugas-tugas mata kuliah lain. Berikut akan dianalisis secara ringkas penyebab-penyebabnya dari tinjauan temporal motivation theory (TMT) yang dikemukakan oleh Steel dan Kouml;nig (2006). TMT menggambarkan suatu tugas memiliki utility berdasarkan komponen value, expectancy, sensitivity to delay, dan delay.

Bosan dengan mata kuliah yang diikuti sehingga mengerjakan tugas mata kuliah lain. Mahasiswa yang memiliki alasan ini menunjukkan flow yang rendah. Flow adalah kondisi ketika individu mampu fokus, nyaman, dan termotivasi secara intrinsik ketika melakukan suatu aktivitas (Bakker, 2008). Flow yang rendah ini dapat dijelaskan melalui dimensi value dari TMT. Saat individu menilai suatu tugas tidak menarik maka memiliki value yang rendah sehingga flow-nya rendah.

Merasa kekurangan waktu untuk mengerjakan tugas ataupun kuis mata kuliah lain sehingga melakukannya di kelas perkuliahan. Mahasiswa yang memiliki alasan ini menggambarkan mahasiswa yang melakukan prokrastinasi. Penjelasannya mahasiswa memiliki manajemen waktu yang kurang baik. Waktu pengerjaan tugas suatu mata kuliah sudah dipertimbangkan tingkat kesulitan dan batas waktu pengerjaannya. Bila mahasiswa merasa kurang waktu berarti terdapat aktivitas lain yang bebannya berlebihan ataupun mengerjakan sesuatu yang lain (distractibility termasuk bagian dari sensitivity to delay). Penjelasan lain sangat mungkin mahasiswa mengerjakan tugas-tugas ataupun aktivitas yang lebih menyenangkan dibandingkan mengerjakan tugas kuliah sehingga melakukan penunda-nundaan (prokrastinasi). Mahasiswa kurang mampu membuat prioritas tingkat kepentingan sehingga mendahulukan yang menyenangkan. Tugas perkuliahan dianggap sebagai task aversiveness sehingga value-nya rendah. Terdapat juga mahasiswa yang merasa sangat yakin mampu mengerjakan di detik-detik terakhir pengumpulan tugas dan merasa dengan mengerjakan di detik-detik terakhir bisa lebih optimal kerjanya. Terdapat tiga penjelasan mengapa mahasiswa melakukan prokrastinasi sehingga mengerjakan tugas di kelas adalah task aversiveness, manajemen waktu, dan self efficacy (Steel, 2007).

Mahasiswa melakukannya di beberapa mata kuliah dan berhasil mengerjakan tugas dengan nilai baik. Penjelasan ini menunjukkan adanya penunda-nundaan memberikan hasil yang memuaskan bagi mahasiswa dan cara ini cenderung akan diulang. Mengapa? Karena bukti keberhasilan di pengalaman yang lalu meningkatkan self efficacy individu. Berdasarkan teori TMT hal ini menunjukkan expectancy yang tinggi. Ditunjang dengan adanya “pembiaran” oleh pengampu mata kuliah karena menilai mahasiswa sudah dewasa sehingga mampu mengatur perilakunya sendiri secara otonom.

Sebagai penutup, perilaku “multitasking” yang tidak tepat tadi memberikan keuntungan jangka pendek bagi individu. Namun jangka panjangnya dapat bermanfaat negatif. Hadir di kelas secara fisik tetapi secara kognitif dan afektif tidak terlibat di perkuliahan menyebabkan mahasiswa tidak mendapatkan tambahan ilmu selain menggugurkan kewajiban presensi perkuliahan. Selain itu perilaku ini akan berpotensi diulang dan menjadi habit bahkan karakter mahasiswa. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan refleksi kita bersama.

Pustaka Acuan

Bakker, A. B. (2008). The work-related flow inventory : Construction and initial validation of the WOLF. Journal of Vocational Behavior, 72, 400-414.

Steel, P., Kouml;nig, C. (2006). Integrating Theories of Motivation. Academy of Management Review, 31(4), 889-913.

Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A meta-analytical review and theoretical review quintessential self-regulatory failure. Psychological Bulletin, 133(1), 65-94.