Peluang Industri Manufaktur di Sektor Produk Otomotif fadjar January 9, 2012

Peluang Industri Manufaktur di Sektor Produk Otomotif

Oleh: Yuwono B Pratiknyo, ST. MT

Ketua Program Studi Teknik Manufaktur

Koordinator Program Desain dan Manajemen Produk

Universitas Surabaya

Beberapa hari dalam satu minggu terakhir ini, rasanya kita semua kagum dengan hasil yang diraih oleh siswa-siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK Negeri 2 Solo dengan mobil Kiat Esemka-nya, SMK negeri 2 Surabaya dengan minitruck dan bus-nya dan beberapa SMK lain yang merakit mobil SUV.

Meskipun kagumnya dalam persepsi yang berbeda, Persepsi pertama: Kagum pada pemakai mobilnya, yang tidak lain adalah Walikota Solo Jokowi yang saat ini sedang “naik daun” dan yang pertama mendeklarasikan mobil dinas Walikota menggunakan mobil produksi Kiat Esemka.

Persepsi pertama yang lebih cocok kita sebut persepsi yang dilihat dari sisi politis inipun terpecah lagi, ada yang kagum dengan gebrakan Walikota Solo yang secara personal menggunakan mobil dinas dengan produk hasil “rakitan” anak negeri, yang ditinjau dari sisi anggaran pengadaan mobil dinas akan mengurangi anggaran pemerintah. Meskipun, belum tentu dengan pengadaan mobil ini akan sangat terasa terhadap penggunaan anggaran Negara. Tentu saja ada juga yang beranggapan bahwa Walikota Solo hanya mencari sensasi dan popularitas, yang tentu saja pendapat ini juga belum tentu benar pula. Karena, pejabat seperti Jokowi inilah yang seharusnya mempromosikan produk-produk dalam Negeri.

Persepsi Kedua: adalah kekaguman masyarakat akan kemampuan siswa SMK dalam “membuat” (yang semestinya kita sebut bukan “membuat” tapi “merakit”) mobil Kiat Esemka. Namun tanpa memperdebatkan apakah itu “membuat” atau “merakit”, patut kita acungi jempol bahwa adik-adik Sekolah Menengah Kejuruan kita sudah mampu menghasilkan mobil sendiri dan Walikota Solo sudah mampu menarik perhatian pemerintah untuk memperhatikan Industri Manufaktur khususnya Industri Otomotif.

Merakit atau Membuat ?

Merakitt mobil atau membuat mobil, meskipun kalau kita lihat dari sisi outputnya adalah sama yaitu “mobil”. Namun ada perbedaan yang besar diantara keduanya. Merakit (assembly) adalah suatu proses menggabungkan beberapa komponen menjadi suatu produk yang memiliki fungsi tertentu. Sedangkan, membuat (production/manufacture) secara harfiah memiliki arti suatu proses untuk merubah dari bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi yang memiliki fungsi dan bermanfaat bagi penggunanya.

Sama halnya dengan membuat mobil, proses assembly suatu mobil, sebetulnya bukan hal yang baru di Indonesia. Industri kecilpun sebetulnya sudah mampu menangani hal ini. Sebelum ATPM muncul, dulu usaha karoseri mobil pernah berjaya di era tahun 80-90 an, dan sebetulnya di era itu pemerintah sudah memberi lampu hijau untuk serius menggarap program mobil nasional atau yang pada waktu itu kita kenal sebagai MOBNAS.

Langkah yang kita ambil pada waktu itu sebetulnya sudah tepat, dengan berawal hanya merakit saja kemudian berangsur-angsur meningkatkan kandungan lokalnya maka transfer teknologi dapat terjadi lebih cepat jika dibandingkan kita mulai dari membangun industri otomotif dari nol. Jika pada saat itu program MOBNAS berhasil, bisa dipastikan saat ini kita memiliki mobil nasional sendiri seperti halnya Malaysia dengan “Proton”nya.

Proses pembuatan mobil tidak semudah dan secepat yang kita bayangkan. Study model saja membutuhkan biaya dan riset pasar yang besar, belum lagi analisis teknik yang harus dilakukan; analisis struktur, analisis aerodinamis, analisis kestabilan gerak, analisis performansi mesin, uji emisi dan analisis ergonomis. Belum lagi proses pemilihan matrial (material selection), proses pembuatan komponen (manufacturing proses), proses perakitan (assembly process), proses pengujian prototype dan uji kelaikan jalan.

Meskipun jalan itu tidak mudah, tapi bukan berarti kita tidak mampu dan pesimis. Engineer-engineer kita sudah mampu melakukan semua itu. Sekarang tinggal regulasi pemerintah yang mendorong industri otomotif bisa berdiri dan eksis bersaing dengan industri otomotif yang sudah ada sekarang.

Pasar Otomotif Indonesia.

Berbicara pasar, Pemerintah semestinya tidak takut untuk memutuskan membuat program mobil nasional. Indonesia merupakan pangsa otomotif yang besar di dunia. Kebutuhan masyarakat terhadap sarana transportasi semakin menggairahkan pasar otomotif mulai dari kendaraan roda dua sampai kendaraan roda empat/lebih. Pada tahun 2011 saja tercatat sejumlah 8 juta sepeda motor, dan 888 ribu mobil terjual. Jumlah penjualan ini mengalami peningkatan 8,7 % dari angka penjualan tahun 2010 untuk sepeda motor dan naik 19 % untuk mobil.

Segmen pasar tentu saja dipilih pada segmen pasar yang bukan memiliki kompetisi yang berat seperti pada segmen otomotif kelas atas. Tentu saja akan sangat sulit jika kita harus bersaing di kelas Mercedes Bens, BMW, bahkan Toyota, Suzuki, Honda dan Daihatsu. Segmen pasar menengah-lah yang harus digarap.

Fakta menunjukkan bahwa jumlah kelas menengah Indonesia adalah terbanyak ke-3 di dunia setelah Tiongkok dan India. Kelas menengah dalam struktur piramida demografis Indonesia tercatat bertambah rata-rata 7 juta jiwa pertahun. Menurut data Bank Dunia, diperkirakan bahwa kelas menengah di Indonesia pada tahun 2012 sekitar 130-an juta. Pertumbuhan kelas menengah ini bermakna akan lebih meningkatkan daya beli.

Ditambah lagi indeks kepercayaan konsumen Indonesia di angka 114 yang tertinggi di kawasan Asia-Pasifik, harus dimanfaatkan secara maksimal oleh pelaku industri produk dan jasa. Para ekonom-pun meyakini, hingga 2030 kelak, Indonesia akan mengalami masa keemasan dengan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Pasar ini belum lagi ditambahkan pasar luar negeri, ke negara-negara Asia dan Afrika yang memiliki pangsa pasar yang besar pula. Ditengah kelesuan ekonomi Amerika dan Eropa, kita semestinya optimis dengan pasar otomotif dunia.

BUMN di Sektor Otomotif.

Paradigma baru pengembangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan diarahkan sebagai pendorong perekonomian dan bukan sebagai sumber pendapatan negara (bahkan mungkin partai politik) harus memiliki strategi penerapan yang jitu. Mungkin saja Menteri BUMN Dahlan Iskan saat ini masih membangun kultur internal BUMN yang berkualitas dengan memberikan wewenang tambahan kepada komisaris dan direksi BUMN untuk mengatur dan membuat strategi masing-masing perusahaan, namun hal ini jangan terlalu lama dilakukan. Kementrian BUMN mesti segera melihat peluang yang besar di sektor ini. BUMN yang ada dan sudah bergerak di bidang jasa transportasi (Garuda Indonesia, PT Kereta Api Indonesia) tetap ditata untuk melayani jasa transportasi yang lebih baik.

Badan Usaha khusus di sektor Otomotif perlu dipikirkan dan dikembangkan. Salah satunya adalah PT INKA, sebagai salah satu BUMN strategis di bidang produksi Kereta Api. PT INKA mungkin perlu diberi keleluasaan untuk melakukan defersifikasi produk dengan mengembangkan Industri Otomotif Nasional. Meskipun saat ini PT INKA sudah bekerjasama dengan Departemen Perindustrian dalam program Mobil Murah, namun kedepan program ini harus mendapat perhatian serius sehingga dapat menjadi embrio Mobil Nasional.

Menanggapi momen kebangkitan sektor otomotif ini, spirit cinta produk dalam negeri dan nasionalisme, serta hasil karya siswa siswa SMK mungkin bisa menjadi modal luar biasa untuk meningkatkan Industri Manufaktur Nasional. Secara riel semangat ini harus diwujudkan dengan semangat untuk menggunakan produk otomotif nasional.

Tentu saja, pemerintah sebagai regulator dan fasilitator juga harus siap dan sigap untuk mengantisipasi situasi dan kondisi dengan peraturan dan ketentuan hukum yang kuat dan mengikat. Pelaku bisnis di bidang otomotif juga tidak boleh ketinggalan dan mesti berbenah diri. Dunia pendidikan juga harus terus melakukan pengembangan kurikulum pendidikan, peningkatan kompetensi lulusan dan up date teknologi di bidang otomotif dan manufaktur.