Pada Studium Generale Ubaya, Ketua PBNU dan PP Muhammadiyah Ajak Mahasiswa Kritis dalam Membangun Bangsa hayuning August 31, 2022

Pada Studium Generale Ubaya, Ketua PBNU dan PP Muhammadiyah Ajak Mahasiswa Kritis dalam Membangun Bangsa

Universitas Surabaya (Ubaya) terus berkomitmen dalam menggaungkan nilai-nilai multikulturalisme. Tertuang dari pelaksanaan studium generale 2022-2023 seri tiga dengan tema “Menakar Indonesia ke Depan: Harmoni Kehidupan Beragama untuk Merawat Indonesia”. Pada seri ketiga ini, Ubaya mengundang Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), K.H. Yahya Cholil Staquf dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si. sebagai pembicara. Acara berlangsung pada hari Rabu, 31 Agustus 2022, di Ruang Pertemuan lantai 5, Gedung Perpustakaan, Kampus Ubaya Tenggilis Jl. Raya Kalirungkut.

Ketua Panitia Studium Generale 2022-2023 Seri 3, Amirul Ulum, S.Sos., M.IP., menyebut pemilihan tema menyesuaikan momen kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 tahun yang saat ini euforianya masih dirasakan oleh masyarakat. “Hal ini membuat pembahasan mengenai toleransi dan merawat Indonesia dari segi kerukunan beragama menjadi topik yang tepat untuk didiskusikan. Pembahasan ini juga dapat menjadi insight baru bagi calon pemimpin bangsa agar mampu membawa Indonesia hidup berharmoni di tengah keberagaman yang ada,” imbuhnya.

Rektor Ubaya, Dr. Ir. Benny Lianto, M.M.B.A.T, mengatakan topik yang dibahas pada studium generale kali ini sesuai dengan visi Ubaya yang ingin mencetak pemimpin nasional yang berkarakter dan memiliki integritas melalui dunia pendidikan. “Melalui acara ini, Ubaya ingin mengajak mahasiswa, civitas akademika, serta seluruh masyarakat untuk mewujudkan kebhinekaan dan keberagaman potensi bangsa. Ini adalah modal sosial untuk mewujudkan Indonesia maju,” ujarnya.

Pada kesempatan ini, Gus Yahya mengingatkan bahwa mahasiswa sebagai aktor masa depan harus mengikuti apa yang terjadi di sekitar. “Jangan ikuti aktor politik tidak bertanggung jawab,” ungkap Gus Yahya. Aktor politik yang tidak bertanggung jawab salah satunya ia yang menggunakan agama sebagai alat politik. Gus Yahya mengingatkan untuk menjaga persatuan, mahasiswa yang terdiri dari Gen Z ini harus memahami basis budaya Indonesia yang komunal.

“Banyak momentum komunal, sebagai pengingat kita bahwa apapun perbedaan kita, kita manusia,” jelasnya. Pada kesempatan ini Gus Yahya juga mengingatkan bahwa ini adalah solusi terhadap masalah radikalisme yang merajalela, pasalnya dalam radikalisme ada satu elemen yang memandang bahwa elemen lain perlu ditumpas. “Jangan lupa kita sama-sama manusia!” tegasnya.

Prof. Haedar pun juga mengungkapkan bahwa topik ini perlu terus menerus didiskusikan. “Pasalnya masa depan kita akan ditentukan dari seberapa jauh kita membangun dan merawat modal kita berbangsa dan bernegara,” jelasnya. Ia pun mengingatkan keinginan kita untuk membangun bangsa harus memperjuangkan kemerdekaan, pasalnya kemerdekaan kita diraih melalui perjuangan yang sangat berat tetapi merawat hasil kemerdekaan itu perlu perjuangan yang lebih besar.

Lebih jauh lagi Prof. Haedar juga menerangkan bahwa hal ini juga bergantung pada perhatian kita dalam mengelola negara dan sumber daya alam. “Jika masih ada disparitas dan ada salah cara dalam mengelolahellip;ya kita tidak punya masa depan,” jelasnya. Ia juga mengingatkan bahwa tiga hal utama, pondasi kita berbangsa, potensi yang kita miliki, serta masa depan bangsa sangat tergantung dari kita. “Dari seberapa jauh kita seluruh elemen bangsa punya kesamaan pandangan tentang hal-hal yang krusial,” ungkapnya.

Benny berharap melalui studium generale seri tiga ini, masyarakat dapat memiliki wawasan yang lebih dalam tentang harmoni kehidupan di tengah perbedaan. “Semoga civitas akademika Ubaya dapat semakin menghayati pesan kebhinekaan serta toleransi antar sesama dan meningkatkan kepedulian untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan bangsa di masa depan,” pungkasnya. (sml)