Mahasiswa Ubaya Ciptakan Alat Makan untuk Tunanetra laurentiusivan April 4, 2024

Mahasiswa Ubaya Ciptakan Alat Makan untuk Tunanetra

Penyandang tunanetra cukup jarang menggunakan alat makan seperti sendok dan garpu. Mereka lebih mudah menggunakan tangan untuk mengenali makanan yang akan dikonsumsi.

Melihat keterbatasan ini, mahasiswa Tugas Akhir Program Studi Desain Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (Ubaya) Alicia Secsionia Chandana membuat produk set alat makan yang diberi nama Tactus. Inovasi ini bertujuan untuk mempermudah anak-anak disabilitas netra makan dengan mandiri.

“Keterbatasan tunanetra membuat mereka tidak dapat beraktivitas secara mandiri terutama saat kegiatan makan, terlebih jika penyandang berusia anak-anak. Oleh karena itu, Tactus hadir untuk melatih anak-anak disabilitas netra sejak dini dalam aktivitas makan agar nantinya mereka dapat makan secara mandiri,” ungkap Alicia ditemui di Kampus Ubaya Tenggilis Rabu (3/4).

Satu set produk Tactus terdiri dari piring, sendok, dan garpu. Uniknya, alat makan ini dilengkapi oleh huruf braille yang berfungsi sebagai tanda alat makan dan jenis makanan. Tactus diproduksi dengan material kayu jati yang kokoh dan tahan lama. Piring Tactus memiliki diameter 20 cm dan tinggi 5 cm. Sementara sendok dan garpunya memiliki panjang 12 cm dan tebal dua cm. “Piringnya cukup tinggi, jadi menjaga makanan tidak sampai tumpah berantakan ke luar piring,” tuturnya.

Pada sisi luar piring terdapat huruf braille sebagai penanda jenis makanan seperti lauk, sayur, nasi, dan buah. Sehingga pengguna dapat mengetahui letak makanan tanpa harus menyentuhnya secara langsung. “Huruf braille juga terletak pada pegangan sendok dan garpu sebagai penanda nama alat makan agar tidak tertukar. Selain itu, produk ini juga dibuat dengan memenuhi standar food grade sehingga aman untuk makanan,” lanjutnya.

Lulusan SMA Stella Maris itu menyebut, pembuatan Tactus dimulai sejak dirinya menempuh semester lima. Proses dimulai dari pengembangan ide, brainstorming, sketsa, studi model, proses produksi, hingga branding produk. Seluruh proses ini membutuhkan total waktu sekitar satu tahun.

Namun untuk pembuatan produknya sendiri membutuhkan waktu sekitar dua bulan. “Banyak ditemukan perajin yang bisa membuat alat makan, namun sulit untuk menemukan perajin yang bisa memahat huruf braille di permukaan produk. Setelah beberapa kali sempat berpindah-pindah perajin, akhirnya menemukan perajin yang mampu dan syukurlah produk dapat diselesaikan dengan baik,” ujarnya.

Ia berharap, inovasi Tactus tak hanya dapat membantu anak-anak disabilitas netra di Indonesia dalam meningkatkan kemandirian aktivitas makan, namun juga dapat mengedukasi masyarakat Indonesia untuk menghilaangkan pandangan buruk terhadap penyandang disabilitas netra.

Sementara itu Locita Aulia Azzahra siswa SLB A YPAB Surabaya mengaku tidak terbiasa memakai alat makan karena biasanya makan menggunakan tangan. Meskipun menjadi hal baru baginya, namun ia cukup senang bisa menemukan alat makan yang spesial baginya. “Bagus karena ada huruf braillenya, biasanya huruf braille cuma ada di buku. Jadi senang kalau bisa punya alat makan begini,” ungkapnya.

Sedangkan Nur Nikmatus, ibu Locita mengaku butuh pembiasaan bagi tunanetra untuk menggunakan barang baru. Sehingga menurutnya inovasi ini akan semakin tepat digunakan untuk anak-anak sedini mungkin. “Fungsinya sangat memudahkan, tetapi memang butuh pembiasaan sedini mungkin. Saya sangat berterima kasih kalau memang nantinya alat makan ini bisa diproduksi massal,” ungkapnya.

Sumber : Harian Surya