Ubaya – Salah Satu PTS di Jatim yang Siap Mengubah Statusnya Menjadi BHP fathulhusnan June 18, 2007

Ubaya – Salah Satu PTS di Jatim yang Siap Mengubah Statusnya Menjadi BHP

Menunggu Pengesahan Rancangan Undang Undang Badan Hukum Pendidikan

PTS Bisa Lepas dari Yayasan
Selama tujuh tahun terakhir, tujuh perguruan tinggi di Indonesia berhasil menyandang status PT BHMN (badan hukum milik negara). Di Jawa Timur sekitar 20 perguruan tinggi swasta siap mengambil langkah yang sama, yakni mengejar status BHP (badan hukum pendidikan).
———————

Status BHMN bagi perguruan tinggi negeri digulirkan pada 2000 lalu. Saat ini, tujuh perguran tinggi (PT) telah menggenggam status tersebut. Mereka adalah, Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), ITB (institut Teknologi Bandung), IPB (Institut Pembangunan Bandung), USU (Universitas Sumatera Utara), UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) dan Universitas Airlangga.

Menurut Koordinator Kopertis VII Wilayah Jatim Prof Nadjadji Anwar, di Jawa Timur telah ada sekitar 20 PTS (perguruan tinggi swasta yang siap menyandang status badan hukum pendidikan. kesiapan PTS tersebut dapat dilihat dari berbagai persiapan yang dilakukan. Contohnya, pengelolaan keuangan secara mandiri.

Ada tiga model yang bakal ditawarkan bila nantinya PTS berubah menjadi BHP. Pertama, yayasan yang menangani universitas itu menjadi BHP. Kedua, lembaga atau universitasnya menjadi BHP. Terakhir, yayasan maupun universitasnya menjadi BHP. ‘Inilah yang belum ditentukan. Masih dibahas mana yang terbaik,’ jelasnya.

Kesiapan PTS di Jawa Timur menjadi BHP itu diamati DIKTI ketika melakukan berbagai sosialisasi BHP secara intensif. Menurut Nadjadji, kesiapan PTS menjadi BHP bisa dilihat dari kesungguhan mereka untuk meningkatkan kualitas pendidikanya. ‘Ini bisa diamati dengan kesungguhan mereka untuk selalu memperbaiki akreditasinya,’ paparnya.

Dia menjelaskan beberapa keuntungan jika PTS menjadi BHP. Salah satunya, PTS bakal memiliki akta sendiri. Selama ini, PTS yang berada di bawah naungan yayasan tidak berhak mengantongi akta. Karena itu, jika terjadi persoalan hukum, maka akan selalu melibatkan yayasan. ‘Nah, dengan berstatus BHP, PTS bisa menangani sendiri persoalan yang terkait dengan hukum,’ papar Nadjadji.

Dengan berstatus BHP, lanjut Nadjaji, PTS memiliki keleluasaan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sekaligus mempercepat kemandirian kampus yang bersangkutan. Contohnya, kemandirian dalam mengolah aset, keuangan, maupun sarana dan prasarana yang dimiliki.

Universitas Surabaya (Ubaya) merupakan salah satu PTS di Jawa Timur yang siap mengubah statusnya menjadi BHP. Menurut Drs Wibisono Hardjopranoto MS, rektor Ubaya, perubahan menjadi BHP itu tinggal mengunggu RUU BHP digedok menjadi PP BHP. ‘Begitu digedok, kami akan langsung mengubah status. Sebab, semuanya sudah siap,’ ujarnya.

Kesiapan Ubaya yang sudah dilakukan adalah pemisahan pengelolaan manajamen antara pihak yayasan dengan universitas. Nanti, Ubaya secara independen diberi kewenangan untuk mengelola manajemennya tanpa campur-tangan dari yayasan. ‘Tentu hal ini akan memberi kewenangan terhadap univeristas ini untuk berkembang lebih jauh,’ jelasnya.

Dengan berstatus BHP, jelas Wibisono, Ubaya akan memperoleh beberapa keuntungan. Di antaranya, pengelolaan kampus secara mandiri, termasuk semua aset yang dimiliki. Juga otonomi akademik seperti pengelolaan kelembagaan BHMN. Kampus memiliki kebebasan membuka dan menutup fakultas, jurusan, maupun program studi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. ‘Nanti, kami bisa membuka jurusan tanpa perlu mendapat persetujuan dari Dirjen Dikti,’ jelasnya.

Sebelum menuju BHP, ada baiknya PTS berkaca dari pengalaman PTN yang terlebih dahulu berstatus BHMN. Menurut Prof Fasich Lisan Apt, rektor Unair, ada perubahan bertahap sejak kampus itu menyandang status BHMN. Yang paling utama adalah transparansi dana keuangan Unair. Transparansi itu ditunjukkan dengan diumumkannya neraca keuangan Unair kepada publik beberapa waktu lalu. ‘Sebelumnya, transparansi itu tidak pernah ada,’ ujarnya.

Tak hanya itu, otonomi kampus sedikit demi sedikit sudah mulai dijalankan. Contohnya, otonomi akademik seperti pengelolaan kelembagaan BHMN. Kampus memiliki kebebasan membuka dan menutup fakultas, jurusan, maupun program studi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. ‘Sebelumnya, untuk membuka jurusan harus mendapat persetujuan dari Dirjen yang dilanjutkan ke Dikti. Namun, sekarang kebijakan itu bisa ditentukan sendiri,’ jelasnya. Contohnya, program S-1 Ekonomi Syariah yang telah dibuka beberapa bulan ini.

BHMN juga membawa otonomi dalam pengelolaan sumber dana. Misalnya penerimaan hibah atau bantuan dari pihak luar. ‘Memang, otonomi itu tidak langsung bisa diterapkan dalam segala hal. Harus secara bertahap. Pasalnya, Unair baru beberapa bulan menerapkan BHMN,’ terangnya

Selain Unair, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) juga menargetkan berstatus BHMN transisi pada tahun ini. Menurut Prof Haris Supratna, rektor Unesa, status BHMN transisi menunggu digedoknya RUU BHP menjadi UU. ‘Sambil menunggu pengesahannya yang cukup lama, kemungkinan Unesa akan berstatus BHMN transisi,’ terangnya.

Haris mengakui tidak mudah menjalankan konsep BHMN. Sebab, beberapa PTN yang sudah menjalaninya terganjal beberapa kendala. Dia mencontohkan masalah pengelolaan SDM yang harus dilakukan kampus. Status pegawai yang semula pegawai negeri (PN) akan dialihkan menjadi pegawai universitas atau karyawan kontrakan. Untuk pengalihan status itu, PT-BHMN diberi waktu lima tahun. ‘Namun, hingga saat ini belum satupun status PNS yang berubah menjadi pegawai universitas,’ jelasnya.

Artinya, kata Haris, otonomisasi dalam pengelolaan kepegawaian masih dalam tataran konsep. ‘Bila status PNS itu diswastakan menjadi pegawai universitas, maka pihak universitas harus siap menggaji mereka. Inilah yang menjadi kendala,’ terangnya.

Namun, Haris optimistis bahwa digedoknya RUU BHP bisa menjadi penyempurna dari konsep BHMN. Pasalnya, tidak adanya campur tangan pemerintah terhadap PT seperti yang ditudingkan oleh beberapa pihak akan pupus dengan poin-poin pembahasan yang ada dalam RUU BHP.

Sebab, salah satu item penting RUU BHP menyebutkan, adanya partisipasi dan tanggung jawab pemerintah. Contohnya, pemerintah pusat atau pemerintah daerah akan memberikan kemudahan dalam intensif pembayaran pajak bagi pihak yag akan mmeberikan bantuan atau hibah pada PT. ‘Ini membuktikan pemerintah sama sekali tidak lepas dari tanggung-jawabnya terhadap PT,’ ungkapnya.

Sayangnya, hingga saat ini RUU BHP belum juga digedok. Menurut Haris, RUU BHP masih dalam tahap harmonisasi antara Depdiknas dengan Departemen Keuangan dan Hukum. (titik andriyani)

dikutip dari Jawapos, 18 Juni 2007