Membangun Hubungan Solid dengan Pasangan laurentiusivan June 20, 2024

Membangun Hubungan Solid dengan Pasangan

Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum menjadi orang tua. Salah satunya, membangun hubungan yang solid dengan pasangan. Harus ada kesepakatan tentang peran, saling memahami, serta keterbukaan.

Idealnya, pasangan suami istri membangun hubungan yang kompak dan mendiskusikan pola asuh sebelum memiliki anak. Sebab, hal itu nanti jadi fondasi dalam membesarkan anak. Namun, sebuah hubungan pasti mengalami up and down. “Lamanya berpacaran atau menjalin hubungan bersama tidak menjamin mengenal pasangan. Kehidupan selalu berubah. Sikap yang terbaik, menerima dan memahami pasangan sebagai manusia,” ungkap Dr Elly Yuliandari Gunatirin MSi Psikolog.

Ketika perbedaan yang terjadi tidak terjembatani lagi, ortu mesti bisa membangun hubungan terbuka kepada anak. Yakni, mengakui jika antara ayah dan ibunya sedang ada masalah dan sedang berusaha menyelesaikan persoalan itu. “Beri anak pemahaman bahwa mungkin ada kalanya ortu menunjukkan sikap atau emosi yang tidak sepenuhnya nyaman dilihat anak. Bicara terbuka seperti itu bisa berapa pun usia anak,” lanjut dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya itu.

Sebab, anak bisa merasakan suasana hubungan antara ayah dan ibunya sekalipun ortunya menyembunyikan itu. Dari ekspresi, tatapan, gestur, hingga cara berinteraksi, anak dapat merasakan. “Apa pun masalahnya, pasangan tetap harus kompak mengasuh anak. Paling penting jangan menjelekkan salah satu pihak. Anak akan terluka karena bagaimanapun dia bagian dari ayah dan ibunya,” pesannya.

Ketika masalah dapat terselesaikan, sambung Elly, anak akan belajar bahwa setiap masalah ada solusinya. Namun, jika memang tidak bisa diselesaikan, ortu harus menunjukkan bahwa langkah itu yang terbaik dan pastikan anak tidak kehilangan sosok ayah atau ibunya. “Sebaliknya, jika masalah terus berlarut-larut dan ortu tidak terbuka ke anak, basic security anak akan sulit terbentuk. Anak gampang gelisah, merasa tidak aman, dan tidak percaya diri. Dia akan melihat orang-orang saling menyakiti seperti ortunya,” ujar Elly.

Dia menyatakan, konflik hubungan suami istri bukan disebabkan adanya perbedaan. Namun, adanya jarak dan ketidakmauan untuk memahami pasangan. Misalnya, saat keduanya memiliki opportunity berbeda. “Misalnya istri kariernya lebih baik, dapat promosi posisi lebih tinggi yang secara finansial lebih baik, si suami stagnan. Karena sibuk kerja, istri minta suami lebih banyak menjaga anak. Suami merasa istri tidak mau terlibat pada keluarga,” tuturnya.

Apabila salah satu menghindar dan tidak ingin terlibat, akan muncul rasa asing. Apalagi jika salah satu membangun support system-nya sendiri lantaran tidak mendapat dukungan dari pasangan. Dengan begitu, jarak semakin terbentuk. “Padahal, afeksi, kehangatan, kenyamanan, dan dukungan itu tidak bisa digantikan dengan uang atau karier. Jika keduanya bisa saling memahami, mendukung, dan membagi peran pengasuhan, konflik akan terhindarkan,” tandas Elly.

Sumber : Jawa Pos