Magister Psikologi Sains Ubaya Mengenalkan Photovoice: Bersuara melalui Gambar laurentiusivan March 18, 2024

Magister Psikologi Sains Ubaya Mengenalkan Photovoice: Bersuara melalui Gambar

Reportase Warta Ubaya (@wartaubaya)

Pada hari Sabtu, 16 Maret 2024, Program Studi Magister Psikologi Sains Fakultas Psikologi (FP) Universitas Surabaya (Ubaya) mengadakan Seminar Publik. Mengusung tema “Story Behind Your Eyes”, acara ini mengundang tiga narasumber, yaitu Jefri Setyawan, S.Psi., MA, selaku Dosen FP Ubaya; Widya Indah Nurmalasari, S.E., M.M., selaku Dosen Digital Taxation Politeknik Ubaya sekaligus Sony Alpha Guru Landscape Photographer; serta Dr. Mary Philia Elisabeth, Psikolog, selaku Kepala Program Studi Magister Psikologi Sains Ubaya. Dilaksanakan secara luring, seminar publik ini dihadiri oleh ratusan partisipan dari berbagai kalangan Ubaya dan umum di Auditorium Fakultas Hukum Ubaya, Kampus II Ubaya, Tenggilis.

Jefri menjelaskan mengenai photovoice. “Foto bisa menggali sebuah informasi dan pengetahuan, sehingga photovoice adalah sebuah medium untuk kita menuangkan pesan,” papar Jefri. Tidak hanya sekadar medium, tetapi photovoice juga menjadi sebuah metode penelitian terkait pemaknaan sebuah hal oleh individu, misalnya bagaimana seseorang menggambarkan kebahagiaan, kebersyukuran, ketenangan, dan lain-lain. “Photovoice tidak bisa berdiri sendiri dalam sebuah penelitian, perlu dibarengi dengan metode wawancara dan observasi,” ujar Jefri. Di ruangan seminar publik dilaksanakan, dipajang hasil dari photovoice para anak dan wanita yang menginspirasi dalam penelitian oleh Jefri.

Masih membahas mengenai penuangan suara dalam media foto, Mary melanjutkan materinya terkait pengaplikasian photovoice dalam praktik psikologi. “Di dalam konseling, saya juga sering menggunakan gambar sebagai alat untuk memahami perasaan dan pikiran klien-klien,” cerita Mary. Dalam ceritanya, Mary menggunakan gambar jika klien memiliki kesulitan untuk menceritakan pikiran dan perasaannya, sehingga gambar menjadi pancing baginya untuk menguak cerita. “Tidak hanya meminta dia menggambar, saya juga memberikan tugas bagi klien untuk memotret objek-objek yang menarik perhatiannya,” papar Mary. Terbukti, kliennya berproses melalui memotret dan merefleksikan gambarnya, sehingga mampu menuangkan isi hati dan pikirannya.

Picture can speak a thousand words, kutipan tersebut benar karena kemampuan otak kita untuk menerima informasi lebih cepat melalui gambar dibanding kata-kata,” ujar Widya membuka pemaparan materinya. Contoh situasi yang membuktikan hal ini adalah kita lebih mudah mengingat wajah dibandingkan nama orang. “Photography adalah menggambar dengan cahaya, saya sendiri menyukai landscape photography, yaitu alam menjadi objek utama dalam gambar. Kunci utama supaya bisa jadi fotografer profesional hanya dua, teknik pengambilan dan post process,” tegas Widya.

Pemaparan materi yang telah disampaikan oleh tiga narasumber menarik banyak perhatian dan pertanyaan dari partisipan seminar. Salah satu di antaranya adalah Ian dari magister Psikologi Sains, “Apakah photovoice juga bisa dimanfaatkan oleh para penyandang disabilitas?” Menanggapi pertanyaan tersebut, Jefri menjelaskan bahwa photovoice memang bisa digunakan dalam setting apapun. “Sangat bisa sekali, cuman memang peneliti perlu lebih sensitif untuk membimbing lebih lanjut, contoh pada teman tuli memerlukan penerjemahnya,” tutup Jefri.(mon/vnd)