Listyo Yuwanto Membuat Buku Self Journaling untuk Kesejahteraan Psikologis laurentiusivan March 5, 2024

Listyo Yuwanto Membuat Buku Self Journaling untuk Kesejahteraan Psikologis

Mirip Nulis Diary, Bahagia saat Klien Alami Perubahan Perilaku

Ada delapan buku yang ditulis Listyo Yuwanto. Buku tersebut memuat kisah yang mengandung bawang, pengalaman, dan perasaan pribadi maupun kliennya. Ternyata, self journaling bisa menjadi sarana konseling, refleksi, hingga perbaikan kondisi diri.

AZAMI RAMADHAN, Surabaya

Bahkan, Listyo mendapatkan apresiasi. Khususnya rangkaian cerita yang tertuang dalam kertas hard cover berwarna itu.

Perasaannya jauh lebih tenang setelah mendengar kabar adanya perubahan perilaku. Khususnya perubahan perilaku dari klien yang dia dampingi. Tak sebatas perubahan pada kepribadian, tapi juga perubahan pada sosialnya. “Seperti sudah keluar bersosialisasi, ke coffee shop, buka laptop, dan menulis lagi, itu bahagia sekali,” ujar dosen Psikologi Klinis Universitas Surabaya itu.

Dia mengaku butuh proses untuk mencapai tahap tersebut, khususnya kesejahteraan psikologis melalui terapi self journaling. Sederhananya, terapi self journaling itu seperti menulis diary sehari-hari. Yang membedakan, ada proses mengutarakan ekspresi dan emosi. Termasuk mengutarakan gagasan ke depan. “Dihadirkan dalam bentuk archetype tertentu, misal mengutarakan kebaikan dengan sosok lainnya, itu bisa,” ungkapnya.

Pembuatan jurnal itu tidak hanya selesai saat sudah ditulis. Namun, juga dibaca berulang agar terjadi interaksi dan dialog dengan diri sendiri. “Selama membaca ulang itu juga menjadi sarana konseling dengan psikolog pendamping,” paparnya. “Tak sebatas refleksi, namun juga memperbaiki kondisi diri,” imbuhnya.

Listyo mencotohkan, dari delapan buku, ada satu buku yang membuatnya terkesan. Buku itu ditulisnya sendiri, mengisahkan salah seorang rekan senior yang sudah berpulang. Secara archetype, dia menggambarkan kucing yang baik hati. “Judul bukunya, Siuni: Keceriaan di Hyde Park, itu saya tulis di Inggris saat menuntaskan fellowship,” ungkapnya.

Yang paling berat adalah saat mengakhiri cerita. Listyo mengatakan kesulitan mengakui bila seniornya itu sudah meninggal dunia. Akhirnya, ditulislah kucing tersebut meninggalkan taman dan digantikan dengan kucing yang lain. “Bukunya juga sudah saya berikan ke keluarga almarhum Desember lalu,” ungkapnya.

Buku lainnya yang sudah ditulis berjudul, Merry Christmas: Cerita Natal Santa, lalu Oliver: Petualangan di London. Kemudian, Oliver: Ekspedisi London Underground. Dilanjutkan Angelica: Malaikat Langit London. Luna: Petualangan Laut, Aelena: Perang Victoria, dan Mochi: Kebahagiaan Perayaan Imlek.

“Ada beberapa buku yang saya buat bersama klien klinis saat di Palu, usai gempa bumi dan tsunami, bukunya yang Aelena,” jelasnya. Dia mengungkapkan, klien klinis yang didampingi itu korban gempa dan tsunami yang kehilangan kedua orang tuanya. Saat itu, usia kliennya remaja dan berjuan untuk penghidupan dengan berjualan. Hal tersebut dilakukan hingga si klien lulus kuliah. Sebagai archetype, kliennya digambarkan sebagai sosok kesatria.

“Gambarannya struggle kan, dia juga disabilitas karena bencana, diceritakan sebagai pandai berkuda dan lihai berperang,” ungkapnya. “Makanya, cover bukunya itu sosok perempuan anggun memakai baju zirah,” ungkap direktur Kelompok Studi Psikologi Bencana Ubaya itu.

Kini dia tengah menuntaskan tiga buku self journaling lainnya. Bagi Listyo, gangguan psikologis ringan dan berat dapat direduksi dengan menulis. Sebab, self journaling bagian dari terap mengekspresikan kondisi. Serta self journaling dalam bentuk buku juga dapat meningkatkan kreativitas, ekspreksi diri, dan pengembangan diri. Dalam praktik psikologi, termasuk terapi naratif. “Juga sebagai sarana evaluasi diri dan menciptakan kesejajaran psikologis bisa meningkat dan semua orang bisa melakukan ini,” ujarnya.

Sumber : Jawa Pos