Penilaian Beban Kerja Dosen Belum Berimbang samueldim March 24, 2023

Penilaian Beban Kerja Dosen Belum Berimbang

Penilaian dosen untuk pemenuhan tridarma perguruan tinggi disorot sejumlah pihak. Pemberian angka kredit untuk tridarma belum mendukung dosen untuk berkembang sesuai minat dan kapasitasnya.

JAKARTA, KOMPAS — Penilaian beban kerja dosen dinilai belum adil dan tidak memberi kebebasan bagi dosen untuk mengembangkan kapasitas dirinya. Padahal, penilaian beban kerja itu berdampak pada jenjang karier dan kesejahteraan mereka. Kondisi itu bisa menghambat peningkatan mutu perguruan tinggi dan masyarakat.

Selama ini, produktivitas dosen di Indonesia dinilai dari pelaksanaan tridarma perguruan tingi, yakni pendidikan, riset, dan pengabdian masyarakat. Namun, secara umum, produktivitas dosen lebih ditentukan pada jumlah publikasi di jurnal ilmiah.

Kewajiban publikasi ilmiah bagi semua dosen di tengah lemahnya ekosistem riset, termasuk minimnya pendanaan penelitian, memicu praktik perjokian publikasi ilmiah. Praktik tersebut terjadi di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia untuk mengejar kenaikan pangkat di lektor kepala hingga guru besar.

Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM), Sudaryatno, yang dihubungi dari Jakarta, Minggu (19/2/2023), mengatakan, penilaian angka kredit (PAK) dosen selama ini tidak setara. ”Terutama untuk pengabdian masyarakat, angka kreditnya kecil sekali, dari 0,5 sampai 2,” ujarnya.

Padahal, upaya dosen pembimbing dalam pengabdian masyarakat juga penting, antara lain mendukung hilirisasi ilmu pengetahuan dan teknologi atau inovasi ke masyarakat. ”Bahkan, dampaknya pun langsung dirasakan masyarakat,” kata Sudaryatno, doktor yang mengajar di Fakultas Geografi.

Sejak tahun 1999 hingga kini, dirinya menjadi dosen pembimbing lapangan (DPL) untuk program kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa. Dalam satu tahun, bisanya dua kali DPL dan satu kali sebagai koordinator desa binaan. Hasil pembelajaran pengabdian masyarakat (PPM) ini dibuatkan karya ilmiah yang dipublikasikan dalam seminar internasional.

”Saya menikmati terjun langsung di masyarakat. Sebab, pengabdian masyarakat lewat KKN mahasiswa, misalnya, ada proses hilirisasi produk karya. Untuk riset, umumnya sebatas gagasan dan berakhir menjadi ’album kenangan’,” tuturnya.

”Jika pemerintah serius menerapkan diferensiasi penilaian dosen terkait tridarma, bagus, ya. Sebab, ada dosen yang menikmati di laboratorium, ada yang berkembang ketika terjun di masyarakat. Sayangnya, pengabdian masyarakat lebih dianggap pelengkap dan pengakuan kreditnya paling kecil,” ucapnya.

Dirinya menjadi dosen KKN PPM untuk mahasiswa UGM pada Desember 2022 sampai Januari 2023 di Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, Banten. Bersama pemerintah daerah setempat dan dukungan perusahaan, pihaknya memperkuat Tanara sebagai kawasan wisata religi Syeikh Nawawi Albantani.

Selain itu, dosen dan mahasiswa merancang program sesuai kebutuhan warga. Dalam penanganan sampah, misalnya, mahasiswa membuat policy brief untuk skala desa, kecamatan, dan kabupaten, serta pembuatan profil tiap rumah tangga guna mendukung Satu Data Indonesia.

”Dosen membimbing program KKN terkait masalah komunikasi masyarakat hingga teknologi tepat guna untuk mengaplikasikan keilmuan. Harapannya, pengabdian masyarakat juga mendapat pengakuan kredit yang baik,” ujar Sudaryatno yang mengurus jabatan fungsional ke lektor kepala.

Dukungan kampus

Di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta Timur, dosen dengan jabatan fungsional lektor berinisial IM menuturkan, para dosen bergulat dengan kesejahteraan. Gaji pokok dosen baru berkisar Rp 5 juta, ditambah tunjangan profesi dosen Rp 2,5 juta per bulan. Perguruan tinggi lebih fokus pada pendidikan dengan menyediakan akses kuliah yang terjangkau bagi mahasiswa menengah ke bawah.

”Dengan kondisi kampus terbatas dukungannya untuk riset, dosen lebih banyak fokus di pendidikan. Namun, ada syarat harus publikasi ilmiah di jurnal ilmiah SINTA 5 bagi dosen, ya, pintar-pintar dosen berkolaborasi memenuhi syarat itu. Saya dibantu teman dosen, tak masalah jadi penulis ketiga, yang penting saat pelaporan beban kerja dosen, ada satu publikasi ilmiah di jurnal ilmiah yang disyaratkan,” ujarnya.

Adapun Ike Dhiah Rochmawati, dosen Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, yang saat ini kuliah S-3 di University of Glasgow, Inggris, mengaku menjadi dosen bukan pilihan utama berkarier. Setelah mendapat gelar master, ia berencana bekerja di rumah sakit dan sudah diterima kerja. Namun, almamater menawarkan berkarier sebagai dosen.

”Menjadi dosen tidak sebatas mengajar di kelas, tetapi bagaimana mentransformasikan ilmu kepada mahasiswa. Hal yang lebih menarik adalah menciptakan iklim pembelajar agar mahasiswa bisa mengatasi masalah dengan konsep yang diberikan,” ujar Ike yang berkuliah di Inggris dengan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Terkait beban administratif dosen, Ike memandangnya sebagai pertanggungjawaban kinerja. ”Beruntung saya berada di PTS di mana semua data kegiatan tridarma perguruan tinggi terinput otomatis pada sistem. Untuk pelaporan, bisa menarik data di sistem sehingga mengurangi waktu mencari data berupa bukti dokumen,” ujarnya.

Tridarma pendidikan tinggi merupakan tiga hal saling berkaitan dalam karier sebagai dosen. Dosen memiliki kepakaran suatu bidang ilmu yang tecermin pada subyek mata kuliah yang diajarkan di kelas.

Proses penelitian berlanjut untuk menemukan inovasi sehingga bisa menghasilkan update ilmiah berbasis bukti demi memperkaya bahan ajar dan diskusi di kelas. Selain itu, hasil riset dapat diterapkan saat melakukan pengabdian kepada masyarakat.

”Tujuan akhirnya bukan menjadi super di ketiganya, tetapi bagaimana menghubungkan tiga komponen itu agar selaras dan seimbang,” ujar Ike yang kuliah doktor public health di School of Health and Wellbeing College of Medical, Veterinary and Life Sciences.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nizam mengutarakan, produktivitas ilmiah dosen di dunia ditentukan produksi dan mutu publikasi, terutama pada perguruan tinggi riset.

Dikaji ulang

Di Indonesia, dengan misi perguruan tinggi amat beragam, saat ini pemerintah mengkaji ulang apakah semua dosen harus diukur produktivitasnya dengan cara sama. Ada desakan memberikan ruang merdeka bagi dosen agar berkarya optimal sesuai passion atau minat dan kapasitasnya.

Ada dosen yang minatnya lebih pada riset dan publikasi, ada yang lebih pada berkarya nyata bagi masyarakat. Ada juga dosen yang lebih fokus mengembangkan pendidikan yang inspiratif.

”Ini sedang kita rancang. Memberikan ruang merdeka bagi dosen untuk berkarya optimal sesuai passion dan kapasitasnya. Namun, merumuskannya tak mudah sehingga kita terus bahas dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menatanya dengan lebih baik,” tuturnya.

”Penilaian akan dibuat sedemikian rupa yang mencerminkan diferensiasi antarperguruan tinggi. Perguruan tinggi riset, dosen-dosennya akan lebih banyak dituntut untuk publikasi ilmiah, sedangkan perguruan tinggi pendidikan dituntut lebih banyak mengembangkan inovasi pembelajaran. Adapun perguruan tinggi seni bisa mendorong dosen-dosennya berkarya seni,” papar Nizam.

Sumber: kompas.id (4220)