SEBUAH CERITA RAMADHAN DARI TEMPAT BENCANA fadjar May 21, 2019

SEBUAH CERITA RAMADHAN DARI TEMPAT BENCANA

Listyo Yuwanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Ramadhan kali ini berbeda dari sebelumnya, bahkan Idul Fitri yang akan datang serta Ramadhan berikutnya”. Demikian perkataan pembuka yang disampaikan seorang ibu penyintas bencana gempa bumi Lombok kepada penulis. Bencana gempa Lombok yang terjadi pada bulan Agustus 2018 membuat ibu tersebut kehilangan rumah, harta, dan merenggut dua anaknya. “Rumah dan harta masih bisa dicari dan diganti, tetapi anak saya tidak akan bisa diganti”. Ibu tersebut merasa hidupnya hancur dan tidak lagi punya makna, selama tiga bulan sempat mengalami depresi namun dengan pendampingan dan berlalunya waktu semangat hidupnya mulai kembali muncul. “Suatu malam di bulan Februari 2019 saya merenung, mengenang masa lalu, teringat momen terakhir bersama anak-anak yang sangat berkesan adalah waktu Idul Fitri 2018, saya selalu merasa sangat sakit, dada terasa sesak dan kemudian menangis kepada Allah SWT. Namun tiba-tiba saya terhenyak ketika ingat sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Saya langsung berdoa kepada Allah SWT agar saya dipanjangkan umur dan ditemukan dengan bulan Ramadhan”.

Ternyata ibu tersebut mengharapkan bertemu bulan Ramadhan dan menurut keyakinannya waktu bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat tepat untuk mendoakan kedua anaknya. Waktu yang tepat untuknya meningkatkan ibadah untuk menambah amalan dan menghapus dosa-dosanya. “Saya mulai menemukan makna hidup saya lagi bahwa Allah SWT menyelamatkan saya dari bencana gempa pasti ada tujuannya. Tujuannya adalah mengingatkan saya untuk lebih beriman dan menjadi pemberi doa bagi anak-anak saya, serta berguna bagi orang lain.”

Doa ibu tersebut didengarkan Allah SWT sehingga dapat kembali bertemu dengan bulan Ramadhan. “Ramadhan ini menjadi pembuka bagi saya menemukan kembali kebahagiaan yang sempat hilang sejak bulan Agustus”. Di hari pertama bulan Ramadhan ibu tersebut mulai lebih rajin beribadah dibandingkan hari-hari sebelumnya. Ibadahnya menjadi lebih khusyuk dan disiplin melaksanakannya baik ibadah wajib ataupun sunnah. “Semuanya serba lebih ringan melakukannya” tambah ibu tersebut. Di sela-sela waktu bekerja seadanya di hunian sementara yang ditinggali bersama suaminya, ibu tersebut mendoakan anak-anaknya dan semua orang yang dikenalnya yang telah meninggal dunia. “Ramadhan kali ini menenangkan batin saya dan menjadi penegas bahwa agama saya apa, dan kepada siapa saya harus mengeluarkan segala bentuk keluh kesah beban hidup saya. Sisa hidup saya memang diberikan Allah SWT untuk bekerja dan beribadah”.

Demikianlah sebuah kisah penyintas bencana gempa Lombok yang kembali menemukan makna hidupnya di bulan Ramadhan kali ini. Bulan Ramadhan menjadi waktu yang diberikan Allah SWT kepada ibu penyintas bencana tadi untuk memulai resiliensi paska bencana. Ramadhan menjadi hadiah dari Allah SWT untuk kembali menabung amalan, menghapus dosa, dan waktu yang sangat baik untuk mendoakan mereka yang telah mendahului menghadap Allah SWT saat bencana gempa. Ramadhan akan sangat berarti bagi mereka yang telah berjuang mencari makna hidup dengan berbagai kesulitan dan cobaan yang dihadapi.