Masa Orientasi Bersama (MOB) Bebas Kekerasan fadjar August 11, 2015

Masa Orientasi Bersama (MOB) Bebas Kekerasan

Listyo Yuwanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Apa yang pertama kali terlintas di pikiran pembaca ketika mendengar kata Masa Orientasi Bersama atau yang lebih dikenal dengan istilah MOB? Mungkin salah satunya yang terlintas adalah “penggojlokan” dari panitia MOB kepada mahasiswa baru. Tidak salah apabila pembaca memiliki pemikiran seperti itu, terlebih karena dahulu pernah memiliki pengalaman demikian saat menjalani MOB. Penggojlokan dalam MOB dapat berupa permintaan membawa barang-barang yang tergolong sulit untuk dicari sehingga harus bersusah-susah mendapatkannya dan tidak hanya mahasiswa baru yang kerepotan tetapi juga teman dan keluarga. Setelah susah mencari dan mendapatkan saat dibawa di kegiatan MOB ternyata hanya sekadar harus membawa dan tidak jelas peruntukan dan alasan membawanya. Memang tidak semua tugas mencari barang yang sulit tidak bermanfaat, beberapa dari model MOB yang menerapkannya memiliki tujuan yang jelas berkaitan dengan pembentukan daya juang, kreativitas, dan aplikasinya dalam dunia perkuliahan yang akan dijalani mahasiswa baru. Selain bentuk tersebut, penggojlokan dalam MOB dapat berupa intimidasi panitia kepada mahasiswa baru dalam bentuk kata-kata kasar dan yang lebih parah dalam bentuk kekerasan fisik. Sudah banyak fakta menunjukkan bahwa MOB yang selama ini dilakukan dan disertai dengan tindakan kekerasan memberikan dampak negatif yaitu korban jiwa, korban luka, trauma psikologis, terbentuk mata rantai kekerasan antar angkatan, dan budaya kekerasan dalam MOB. Hal itulah yang membuat orang tua mahasiswa baru khawatir sehingga di hari-hari pelaksanaan MOB menyempatkan diri memonitor di area kampus untuk memastikan mahasiswa baru aman dari tindak kekerasan. Pastinya kekerasan dalam MOB sudah jauh menyimpang dari tujuan MOB itu sendiri yang seharusnya sesuai makna masa orientasi adalah masa pengenalan dan penyesuaian dengan tempat baru sehingga nantinya diharapkan dapat menjalankan perannya secara baik. Intinya, sudah bukan waktunya lagi MOB dengan kekerasan. Penulis mengistilahkan kalau dulu MOB KB singkatan dari Masa Orientasi Bersama Kekerasan Bebas, sekarang harus diganti dengan MOB BK singkatan dari Masa Orientasi Bersama Bebas Kekerasan.

Menteri Pendidikan sendiri telah mencanangkan program segala bentuk orientasi baik itu Layanan Orientasi Siswa (LOS) dan Masa Orentasi Bersama (MOB) harus bebas dari kekerasan dan lebih ditujukan pada pengenalan lingkungan pendidikan, pembentukan karakter dan budi pekerti yang luhur. Demikian juga tentunya yang diusung Universitas Surabaya (Ubaya) dalam masa MOB mahasiswa baru sebagai bentuk penyambutan mahasiswa baru. Mahasiswa baru dianggap sebagai anggota baru keluarga besar Ubaya, sehingga di masa MOB seharusnya dijamu layaknya keluarga karena mahasiswa baru merupakan generasi penerus yang ke depannya diharapkan dapat tetap mempertahankan dan meningkatkan nama baik Ubaya sebagai perguruan tinggi yang berkualitas. Dengan demikian MOB bebas kekerasan merupakan jaminan dan dijaga supaya tidak terjadi.

Dalam kasus-kasus MOB yang umumnya terdapat gesekan yang berpotensi menimbulkan konflik, gesekan dapat terjadi antara panitia yang mewakili mahasiswa lama dan mahasiswa baru. Masing-masing memiliki harga diri sehingga apabila terdapat aksi kekerasan baik yang dilakukan panitia atau mahasiswa baru berpotensi menimbulkan konflik yang dampaknya negatif bagi panitia, mahasiswa baru, dan perguruan tinggi. Gesekan juga dapat terjadi antara sesama mahasiswa baru ketika mereka berasal dari sekolah yang berbeda dan tetap membawa kekhasan sekolah asalnya yang dulu dan tidak mau membaur membentuk identitas diri yang baru sebagai sesama mahasiswa baru di perguruan tinggi yang sama. Selain itu gesekan juga dapat terjadi antara mahasiswa baru yang berbeda fakultas. Mengapa hal ini bisa terjadi? Sumbernya karena adanya aksi kekerasan atau intimidasi yang dilakukan baik berupa kata-kata yang menyinggung harga diri mahasiswa baru yang berkaitan dengan fakultas atau jurusan, terlebih di MOB mahasiswa baru dikenalkan dan ditekankan untuk menghayati dan mencintai fakultas barunya sebagai almamater yang harus dibela. Konsep kata dibela ini juga harus dipertanyakan dan harus ditegaskan dibela melalui prestasi dan dijaga nama baiknya, bukan dibela melalui kekerasan.

Universitas Surabaya (Ubaya) memiliki ciri khas karakter multikulturalisme yang ditunjukkan melalui civitas akademika dengan keberagaman latar belakang budaya, etnis, dan agama. Keberagaman tersebut harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan konflik dan menunjang tercapainya tujuan pendidikan sesuai visi dan misi Ubaya. Salah satu strategi Ubaya mewujudkan kehidupan multikulturalisme melalui MOB, sehingga MOB tidak hanya sekadar pembekalan secara teknis tentang tata cara menjalani perkuliahan tetapi juga pembekalan tata cara menjalani kehidupan sosial di kampus. Ubaya adalah kampus yang heterogen yang tetapi civitas akademikanya tetap dapat hidup berdampingan di dalam kehidupan akademis ataupun kehidupan masyarakat. Hal tersebut juga sebagai salah satu produk MOB yang mengembangkan karakter multikultur, sehingga MOB tetap dipertahankan dengan pola demikian dengan harapan mempertahankan pola positif yang ada di Ubaya dalam area akademis, beragama, dan relasi interpersonal. Area akademis terbentuk interaksi mutualisme antara mahasiswa baru dalam bentuk kelompok tugas dan kelompok belajar. Area agama adanya saling menghormati antar mahasiswa baru yang berbeda agama. Area interpersonal terbentuk relasi persahabatan dan relasi yang lebih akrab. Kehidupan multikultur yang terbentuk di internal Ubaya diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari sehingga dapat hidup harmoni dalam kebhinekaan.

MOB yang disertai dengan kekerasan tidak akan memberikan banyak manfaat positif selain mempertahankan mata rantai kekerasan itu sendiri. MOB seharusnya diisi dengan sesuatu yang bermanfaat, sebagai contoh siswa-siswa di sebuah sekolah di Singapura melakukan kebaikan sederhana kepada orang lain di masa orientasinya, bisa dalam bentuk menyapa atau menyemangati orang-orang yang bekerja. Sudah waktunya MOB bebas kekerasan, sudah terlalu banyak korban kekerasan MOB di masa lalu yang seharusnya menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk menyambut anggota keluarga baru dengan lebih manusiawi.