Renungan Tahun Baru 2015 di Rangkaian Bencana fadjar January 5, 2015

Renungan Tahun Baru 2015 di Rangkaian Bencana

Listyo Yuwanto
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Selamat datang tahun 2015, semoga di tahun baru ini tercapai kemajuan dari tahun 2014. Demikian garis besar harapan yang diungkapkan ketika terjadi pergantian tahun 2014 menuju tahun 2015. Beberapa orang mungkin menyatakan bahwa pergantian tahun merupakan hal yang biasa, tidak dianggap istimewa, bahkan sebagian dari mereka menyatakan bahwa hanya berganti kalender, jadi tidak ada yang istimewa. Namun bagi sebagian besar orang lagi mengganggap bahwa pergantian tahun merupakan hal istimewa, awal mula sesuatu yang baru direncanakan, dimulai, dan dilaksanakan. Pergantian tahun biasanya identik dengan kecerah-ceriaan, kegembiraan, bahkan beberapa kelompok orang yang biasanya menyebut identitas dirinya kelompok elit merayakannya dengan penuh keglamouran dan hedonisme. Namun esensi dari pergantian tahun tidak boleh dilupakan, yaitu mengevaluasi semua yang telah terjadi di tahun 2014 dan melakukan perencanaan dan langkah baru di awal tahun 2015. Terdapat semangat baru dan optimisme dalam menjalani tahun yang baru.

Terdapat hal yang sedikit berbeda di pergantian tahun 2014 menuju tahun 2015 karena tahun 2014 diakhiri dengan suasana berkabung terkait dengan jatuhnya pesawat Air Asia QZ 8501 yang sebagian besar penumpangnya merupakan warga kota Surabaya. Sebelum kejadian jatuhnya pesawat Air Asia, didahului dengan adanya bencana tanah longsor di Banjarnegara yang juga menimbulkan banyak korban jiwa dan material. Selain itu juga terjadi banjir di Karanganyar Solo, meluapnya lumpur Lapindo yang telah bertahun-tahun menimbulkan derita bagi warga sekitarnya, banjir Bengawan Solo yang merendam beberapa kota dan kabupaten di sepanjang sungai. Akhir tahun 2014 yang dapat dikategorikan sebagai musim bencana sehingga menimbulkan suasana duka bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Melalui bencana-bencana tersebut, dapat diketahui bagaimana reaksi dari orang-orang baik dalam kehidupan nyata maupun melalui jejaring sosial. Tidak sedikit orang yang kemudian menilai sinis setiap bencana yang telah terjadi, tidak sedikit yang memberikan kepedulian ataupun empati kepada mereka yang mengalami bencana. Namun selalu ada keseimbangan dalam kehidupan, yaitu masih adanya orang-orang yang memiliki community social service, masih ada yang menampilkan perilaku prososial dengan membantu, masih ada yang berempati dengan memberikan dukungan kepada keluarga ataupun melalui doa. Orang-orang yang masih peduli tersebut memiliki latar belakang usia, agama, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, status ekonomi, yang beragam yang menunjukkan kepedulian terhadap saudara-saudaranya yang mengalami musibah, sungguh kesatuan yang dapat dibanggakan di dalam kehidupan ber-Bhinneka Tunggal Ika. Pada ujungnya, perayaan tahun baru yang selama ini identik dengan hedonisme, menjadi terseimbangkan dengan adanya empati nasional terhadap suasana kebatinan duka untuk menyemangati, menghormati, dan merasakan apa yang dirasakan keluarga ataupun korban bencana. Hal yang patut disyukuri meskipun kehidupan ber-Bhinneka Tunggal Ika di Indonesia belum membumi sepenuhnya, namun benih-benih tersebut masih ada dan dapat dipupuk untuk semakin berkembang. Semoga kesatuan ini dapat terus ada di kehidupan bangsa kita.

Rangkaian bencana, menjadi penguji dan pembuktian kesetiakawanan nasional yang terlihat dalam pergantian tahun 2014 menuju tahun baru 2015. Sungguh suasana psikologis kebangsaan yang menyejukkan yang dibangun warga negara yang memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Selamat tahun baru 2015, semoga Tuhan Yang Maha Esa tetap memberikan berkah, keamanan, dan keselamatan bagi kita semua.