Density dalam Inspirasi Corak Batuan fadjar June 18, 2013

Density dalam Inspirasi Corak Batuan

Ditulis oleh: Guguh Sujatmiko, S.T. Dosen Fakultas Industri
Kreatif Universitas Surabaya

Density, kerapatan, kepadatan dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan. Dalam hal ini manusia sebagai makhluk yang paling territorial harus berbagi wilayah dengan manusia lain. Tidak jarang diantaranya akan berbagi dengan sangat ketat. Namun, density tidak selalu berhubungan dengan munculnya berbagai macam masalah. Density mampu memberikan inspirasi pelukis Bali di daerah Batuan. Semakin rumit akan semakin baik. Density dapat dihubungkan dengan corak miniaturis ini dimana Para Pelukis berlomba-lomba mengisi lukisannya dengan bidang yang rumit.

Batuan terletak sekitar 10 kilometer selatan Ubud, 15 kilometer timur laut Denpasar ke utara dan berdekatan dengan desa Sukawati. Desa Batuan pada awalnya adalah kawasan pemukiman agraris dimana mereka hidup dari pertanian. Dalam perkembangannya desa ini mulai hidup dari pariwisata dengan menjual kerajinan dan kesenian. Batuan merupakan desa adat yang memegang teguh pakem budaya yang didukung dengan banyaknya tokoh dari berbagai penunjang adat seperti para brahmana dan para seniman ahli dari Kerajaan Sukawati. Relief-relief pura kuno, tari-tarian langka, serta tradisi seni rupa merupakan warisan dari kelompok-kelompok tersebut dan hingga kini menempatkan Batuan sebagai salah satu pusat terpenting dari kebudayaan Bali.

Di dalam bidang kesenian, perkembangan Seni lukis di Batuan tidak lepas dari langgam klasik yang terlihat dari corak pewayangan gaya Kamasan, baik bentuk maupun tema yang diketengahkan dalam lukisan tersebut. Asal usul lukisan wayang tradisional gaya Kamasan, menurut I Made Kanta (1977), merupakan kelanjutan dari tradisi melukis wong-wongan (manusia dengan alam sekitar) pada zaman pra-sejarah hingga masuknya agama Hindu di Bali dan keahlian tersebut mendapatkan kesempatan berkembang dengan baik. Lukisan model Kamasan mengambil bentuk dan tema pewayangan dengan penggunaan warna-warna alam yang cerah. Cerita yang dilukis dengan gaya Kamasan banyak yang mengandung unsur seni dan makna filosofis yang diambil dari Ramayana dan Mahabharata. Salah satu contoh warisan lukisan Kamasan telah menghiasi langit-langit di Taman Gili dan Kerthagosa, Semarapura.

Pada perkembangan berikutnya, masuknya pengaruh luar pada jaman penjajahan Belanda, muncul gaya seni lukis modern. Selain tema, gaya coretan dan penggunaan media pun menjadi semakin bervariasi. Seniman Batuan adalah salah satu pelopor munculnya seni lukis modern. Seniman Batuan yang telah menyelesaikan sekolah seni, baik di Bali maupun di luar Bali, memberi warna baru dalam perkembangan seni rupa Batuan. Dunia seni rupa Batuan mengalami perkembangan yang signifikan terutama akibat sering bersentuhannya dengan pariwisata yang ditandai dengan semakin tumbuh menjamurnya sarana galeri dan toko seni sepanjang kawasan wisata desa Batuan saat ini.

Modernitas telah menyentuh Desa Batuan pada tahun 1920 hingga 1930-an. Semenjak adanya interaksi dan pengaruh dari seniman-seniman asing terhadap seniman Bali serta melahirkan mahzab baru yang disebut seni lukis Bali Modern. Sehingga, didalam kancah seni rupa Bali, desa Batuan menempati posisi yang khas karena memiliki kesinambungan antara gaya klasik pewayangan dan gaya miniaturis modern (Guguh, 2010). Kehidupan seni lukis tradisional di desa ini tak luput dari pelukis asing seperti Walter Spies dan Rudolf Bonnet dengan perkumpulan pelukis yang disebut dengan Pita Maha nya, sehingga timbul corak baru di dalam perkembangannya, yang oleh beberapa pengamat seni disebut sebagai “Seni Lukis corak Batuan“.

Seni lukis corak Batuan mempunyai ciri-ciri antara lain penggambaran suasana seperti suasana malam, proporsi dan anatomi manusia maupun binatang digambarkan secara naiuml;f, yaitu sederhana dan dekoratif, mengunakan perspektif burung terbang, sehingga objek seolah-olah dilihat dari atas serta memiliki komposisi yang penuh. Corak Batuan mengangkat tema nilai-nilai religius mitologi tradisional, seperti Mahabarata, Arjuna Wiwaha, Sutasoma, dan dewa-dewa. Pada perkembangannya, corak Batuan mengalami penambahan tema selain tema religi, yaitu penggambaran kehidupan sehari-hari masyarakat Bali seperti Ngaben, bercocok tanam, permainan, dan pertunjukkan seni. Corak Batuan seperti sebuah bentuk ilustrasi, Ilustrasi merupakan media penyampaian pesan yang mempunyai misi tertentu. Dalam penciptaannya, obyek pilihan mengalami pengolahan bentuk sedemikian rupa sehingga memiliki makna sosial, pada akhirnya keindahan nampak bukan karena sempurna bentuknya, akan tetapi disebabkan oleh konsep perupaan yang tercipta menjadi baik dan komunikatif. (Damayanti, 2008)

Pembuatan sebuah corak Batuan memperhatikan beberapa hal seperti tema yang diangkat, pembentukan karakter yang meliputi bentuk wajah, bentuk tubuh, dan gerakannya penggambaran bangunan, tanaman, serta teknik pewarnaan. Sebagai corak yang dikembangkan dari corak Kamasan, gerakan-gerakan yang ditampilkan pada corak Batuan tidak terlalu berbeda jauh dari gerakan pewayangan. Gerakan yang ditampilkan kaku, yaitu gerak yang bertumpuan pada sendi-sendi yang terikat.

Pembuatan corak batuan dapat dibagi menjadi 3 tahap Tahap Persiapan (Corak Tahap I) Tahap ini pelukis memikirkan tema yang diangkat. Pelukis membuat perencanaan berupa sketsa kasar. Tahap Penegasan (Corak Tahap II) Tahap ini seluruh sketsa diberikan penebalan dengan menggunakan batang bambu/drawing pen/rapido. Detail rambut, daun, dinding, sudah mulai dibuat. Tahap Pewarnaan (Corak Tahap III) Biasa disebut nyelemputihang atau menghitamkan dan mewarna. Tahap ini corak Batuan dihitamkan berulang-ulang. Bagian tergelap akan diberikan tinta terus-menerus hingga terbentuk bayangan seperti relief. (Guguh, 2006) Keberhasilan seorang pelukis Batuan dibandingkan dengan pelukis yang lain adalah apabila mampu membuat objek sedetail mungkin, seminiaturis mungkin. Sebuah kebanggan apabila seorang pelukis mampu menaklukan bidang-bidang gambarnya dengan objek-objek yang sangat rumit.

Bali secara luas, merupakan sebuah pulau di sebelah timur Jawa. Alam Bali sangat Indah dengan pantai dan gunung berapi aktif sehingga memiliki tanah yang sangat subur untuk menghidupi seluruh masyarakatnya. Ibu kota Propinsi Bali adalah Denpasar. Sebagai pusat niaga dan pemerintahan Denpasar tidak akan lepas dari kepadatan penduduk. Denpasar dan Badung merupakan wilayah kota dengan kepadatan tertinggi karena memberikan berbagai macam jenis pekerjaan. Denpasar memiliki banyak hotel untuk mendukung pariwisata di daerah Kuta sehingga para pendatang banyak tinggal di daerah itu. Bali merupakan pulau dengan kepadatan tertinggi diluar pulau Jawa (Erviani, 2011).

Density menurut beberapa sumber memiliki arti yang berbeda-beda sesuai dengan disiplin ilmu yang mendasari. Density adalah A. The quantity of something per unit measure, especially per unit length, area, or volume. B.The mass per unit volume of a substance under specified conditions of pressure and temperature. C.Computer Science, The number of units of useful information contained within a linear dimension.D. Geography, The number of individuals, such as inhabitants or housing units, per unit of area. E. Physic, The degree of optical opacity of a medium or material, as of a photographic negative. (Company, 2009) Secara umum pengertian density adalah jumlah kerapatan sesuatu didalam sebuah area tertentu.

Kepadatan yang terjadi dipulau Bali banyak dikaitkan dengan tempat wisata, seperti Pantai Kuta. Ribuan wisatawan selalu mamadati wilayah ini terutama saat liburan. (MNC, 2012) Pantai kuta memiliki pemandangan yang elok dengan berbagai macam permainan yang bisa dilakukan. Para wisatawan dapat melakukan olahraga selancar, berenang, voli pantai maupun kegiatan lain seperti berjemur, bermain pasir, berfoto maupun melihat matahari tenggelam. Tempat lain sebagai pusat keramaian adalah pasar, seperti Sukowati, tempat pertunjukan tari seperti tari Barong di Batu Bulan, selain itu adanya perayaan atau upacara yang dilakukan penduduk Bali sendiri seperti Ngaben. Kepadatan penduduk juga terjadi di daerah lain seperti Ubud, Sanur, Singaraja, Jimbaran, Nusa Dua, Bedugul, Kuta, semuanya merupakan tempat tujuan wisata yang terkenal di dunia.

Seni lukis Corak Batuan terus mengalami perubahan dan penyesuaian seiring berjalannya waktu. Inspirasi hadir melalui keramaian. Seperti karya pelukis I Wayan Bendi dari Batuan yang memasukkan bentuk-bentuk visual keluar dari pakem tradisional. Karya I Made Budi dan I Wayan Bendi mengangkat tema keramaian pariwisata dengan mengangkat objek turis dan kameranya. Karya Batuan kontemporer mulai hadir dan mampu keluar dari pakem. Penggambaran objek yang sangat penuh didalam sebuah lukisan mampu memberikan kesan tersendiri. Rumit, detail, dan penuh perasaan. Karya tersebut mendapatkan apresiasi yang luar biasa dan mengantarkan mereka menjadi seorang pelukis terkenal. Prosentase perkembangan bentuk seni lukis karya I Made Budi tersebut cukup tinggi, sedangkan unsur-unsur bentuk seperti garis, warna, proporsi dan anatomi menentukan identitas seni lukis karya I Made Budi dan Batuan itu sendiri. Lukisan I Made Budi mempunyai nilai estetika yang cukup tinggi dalam perkembangan seni lukis di Bali (Budiarta 2011). Perkembangan seni lukis karya I Made Budi jika di tinjau dari segi bentuk mempunyai arti yang cukup besar bagi kelanjutannya.

Daftar Pustaka

Budiarta, I Dewa Putu Gede (2011). Estetika Seni Lukis Gaya Batuan Karya I Made Budi dalam Perkembangan Seni Lukis Bali. Diakses dari: https://x.isi-dps.ac.id/download/Estetika-Seni-Lukis-Gaya-Batuan-Karya-I-Made-Budi-Dalam-Perkembangan-Seni-Lukis-Bali.pdf

Company, H. M. (2009). The American Heritage, Dictionary of the English Language. Houghton Mifflin Company.

Damayanti, Nuning, (2008).Karakter Visual dan Gaya Ilustrasi Naskah Lama di Jawa Periode 1800-1920. ITB Journal Art and Design, vol.2, No.1, 54-71

Erviani, N. K. (2011, Desember 15). Bali Records Highest Population Growth in 50 Years. Retrieved April 19, 2013, from The Jakarta Post: https://www.thejakartapost.com/news/2011/12/15/bali-records-highest-population-growth-50-years.html

Kanta, I Made. (1978). Proses melukis tradisionil wayang Kamasan. Bali, Indonesia: Proyek Sarana Budaya Bali

MNC. (2012, Mei 13). Berita Lintas. Retrieved April 19, 2013, from MNC TV News: https://news.mnctv.com/index.php?option=com_contenttask=viewid=3407Itemid=14

Sachari, Agus. (2002). Estetika Makna, Simbol, Daya. Indonesia: Institut Teknologi Bandung

Sujatmiko, Guguh. (2006). Perancangan Buku Cerita Calon Arang dalam Corak Batuan (Unpublished Final Project). Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Indonesia.

Sujatmiko, Guguh (2010). Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 7, No.2, Juni 2010: Edisi Khusus, Ilustrasi Karakter Tokoh Cerita Calon Arang dalam Corak Batuan: Upaya Pendalaman Karakter Cerita Rakyat Indonesia. Jakarta, Indonesia: Universitas Paramadina.

Sujatmiko, Guguh (2011). International Conference on Creative Industry 2011 Journal, Paper Crafts with Batuan Technique: Efforts to Shape the Development of Indonesian Souvenirs. Surabaya, Indonesia: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.