Oleh:
Yuwono B Pratiknyo
Penetapan Upah Minimum Regional (UMR) merupakan kegiatan rutin yang menguras energi bangsa ini. Dimulai dari pertemuan dewan pengupahan, buruh dan pengusaha (yang kadang tidak dihadiri oleh pihak tertentu), demonstrasi yang merugikan kepentingan umum sampai dengan gugatan-gugatan terkait ketidak sesuaian pendapat. Pada Tahun 2013 UMK beberapa kota di Jawa Timur sudah ditetapkan (Tabel 1).
Tabel 1. Kenaikan UMK Kabupaten/Kota di Jawa Timur
-
No
KOTA/KABUPATEN
2012
2013
KENAIKAN (%)
1
Kota Surabaya
Rp 1.257.000
Rp 1.740.000
38,4
2
Kabupaten Gresik
Rp 1.257.000
Rp 1.740.000
38,4
3
Kabupaten Pasuruan
Rp 1.252.000
Rp 1.720.000
37,4
4
Kabupaten Sidoarjo
Rp 1.252.000
Rp 1.720.000
37,4
5
Kabupaten Mojokerto
Rp 1.234.000
Rp 1.700.000
37,8
6
Kabupaten Malang
Rp 1.132.254
Rp 1.343.700
18,7
7
Kota Malang
Rp 1.130.500
Rp 1.340.300
18,6
8
Kota Batu
Rp 1.100.215
Rp 1.268.000
15,3
9
Kabupaten Jombang
Rp 978.200
Rp 1.200.000
22,7
10
Kabupaten Probolinggo
Rp 888.500
Rp1.198.600
34,9
11
Kota Pasuruan
Rp 975.000
Rp 1.195.800
22,6
12
Kabupaten Tuban
Rp 970.000
Rp 1.144.400
18,0
13
Kota Kediri
Rp 1.037.500
Rp 1.128.400
8,8
14
Kabupaten Sampang
Rp 800.000
Rp 1.104.600
38,1
15
Kota Probolinggo
Rp 885.000
Rp 1.103.200
24,7
16
Kabupaten Jember
Rp 920.000
Rp 1.091.950
18,7
17
Kabupaten Kediri
Rp 999.000
Rp 1.089.950
9,1
18
Kabupaten Banyuwangi
Rp 915.000
Rp 1.086.400
18,7
19
Kabupaten Lamongan
Rp 950.000
Rp 1.075.700
13,2
20
Kabupaten Pamekasan
Rp 975.000
Rp 1.059.600
8,7
21
Kabupaten Situbondo
Rp 802.500
Rp 1.048.000
30,6
22
Kota Mojokerto
Rp 875.000
Rp 1.040.000
18,9
23
Kabupaten Bojonegoro
Rp 930.000
Rp 1.029.500
10,7
24
Kabupaten Lumajang
Rp 825.391
Rp 1.011.950
22,6
25
Kabupaten Tulungagung
Rp 815.000
Rp 1.007.900
23,7
26
Kabupaten Bangkalan
Rp 885.000
Rp 983.800
11,2
27
Kabupaten Sumenep
Rp 825.000
Rp 965.000
17,0
28
Kabupaten Madiun
Rp 775.000
Rp 960.750
24,0
29
Kabupaten Nganjuk
Rp 785.000
Rp 960.200
22,3
30
Kota Madiun
Rp 812.500
Rp 953.000
17,3
31
Kabupaten Blitar
Rp 820.000
Rp 946.850
15,5
32
Kabupaten Bondowoso
Rp 800.000
Rp 946.000
18,3
33
Kota Blitar
Rp 815.000
Rp 924.000
13,4
34
Kabupaten Ponorogo
Rp 745.000
Rp 924.000
24,0
35
Kabupaten Trenggalek
Rp 760.000
Rp 903.900
18,9
36
Kabupaten Ngawi
Rp 780.000
Rp 900.000
15,4
37
Kabupaten Pacitan
Rp 750.000
Rp 887.250
18,3
38
Kabupaten Magetan
Rp 750.000
Rp 866.250
15,5
Pada Tabel terlihat kenaikan UMK yang fantastis sekitar 38,4 % untuk Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik. Dan kenaikan terendah sebesar 8,7 % untuk kabupaten Pamekasan.
Buruh/Pekerja dari sudut pandang kebutuhan minimum hidup, sudah sepantasnya menuntut kenaikan. Hal ini juga berkaitan erat dengan rencana pemerintah untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Bahan Bakar Minyak (BBM) di tahun 2013. Sementara, dengan kenaikan UMR, hampir dipastikan akan ditolak oleh Asosiasi Pengusaha. Beban biaya produksi dan biaya tenaga kerja menjadi alasan klasik pengusaha untuk tidak menyetujui ketetapan UMR. Ditambah lagi menjamurnya produk-produk luar yang lebih murah dan lebih bersaing di pasar Indonesia.
Dari dua paparan diatas jelas terlihat runcingnya perbedaan pendapat antara pihak buruh/pekerja dan pihak pengusaha. Pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja yang harusnya mengurai permasalahan ini sepertinya belum mampu untuk mengatasi problem ini. Meskipun setiap tahun pemerintah pasti akan mengahadapi masalah ini. Mengapa saya katakan belum mampu?, pemerintah masih hanya berperan sebagai mediator saja. Pemerintah “terkesan” mencari aman dengan meng”iya”kan permintaan buruh/pekerja terhadap UMR. Dan jika pada akhirnya nanti ada gugatan dari asosiasi pengusaha, maka pemerintah akan mempersilahkan pengusaha untuk melakukan gugatan dan jika pemerintah kalahpun, pemerintah masih punya nama dimata masyarakat. Bagaimana seharusnya? Pemerintah seharusnya menjadi ujung tombak untuk menciptakan regulasi dan investasi yang nyaman bagi dunia Industri dengan tetap memperhatikan kesejahteraan buruh dan pekerja.
Tenaga Kerja bagi dunia Industri kalau dilihat dari sisi labor cost sebetulnya hanya bernilai 15 % dari Total Cost Production (tabel 1). Sementara komponen biaya produksi yang lain desain (5 %), material (50 %), dan manufacturing (30 %). Sehingga kalau kenaikan UMR sebesar 38,4 %, sebetulnya bukan berarti biaya produksi akan naik 38,4% juga. Namun akan terjadi peningkatan dikisaran 5,76 % tidak sampai 10 %.
Sehingga sebetulnya kenaikan UMR sebetulnya bukan menjadi persoalan yang berat. Persoalan yang terberat justru datang dari persaingan produk-produk asing yang lebih murah.
Bagaimana Industri Manufaktur seharusnya bertindak ?
Dengan adanya dua himpitan persoalan tadi ada beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh Industri Manufaktur di Indonesia :
-
Memperkuat Product Designer Team, Desain meskipun dalam Total Cost Production hanya menyerap biaya 5 %, namun dengan memperbaiki tahap desain akan dapat mengontrol 70 % total biaya produksi. Pada bagian ini tim desainer bisa mengurangi biaya dengan penghematan material/pengurangan material waste dan penyederhanaan proses manufaktur.
-
Penerapan Design For Manufacturing (DFM) dan Design for Assembly.
Design for Manufacturing dilakukan untuk memastikan sedemikian rupa sehingga suatu desain dapat diproduksi. Dan pada akhirnya tidak hanya bisa diproduksi saja namun dengan langkah produksi apa sehingga biaya manufaktur rendah, namun kualitas tetap terjaga. Dalam prakteknya suatu produk industri tidak hanya berfokus pada aspek desain saja tetapi juga pada aspek manufaktur-nya. Dalam bahasa sederhana dengan menerapkan DFMA, berarti relatif mudah untuk memproduksi suatu part/komponen dan merakitnya menjadi sebuah produk.
Seringkali desain dinyatakan sulit atau tidak mungkin untuk diproduksi. Biasanya seorang design engineer akan membuat model atau desain dan mengirimkannya manufacturing engineer untuk meninjau dan memberikan umpan balik terhadap suatu desain. Proses ini disebut sebagai design review. Jika proses ini tidak diikuti dengan benar, produk mungkin gagal pada tahap manufaktur. Jika pedoman DFM tidak diikuti, maka akan menghasilkan desain iteratif, hilangnya waktu produksi dan pada akhirnya produk akan lebih lama sampai ke konsumen. Oleh karena itu banyak organisasi telah mengadopsi konsep DFMA.
-
Penerapan Supply Chain.
Penerapan Supply chain dilakukan tidak hanya pada material saja, namun juga dilakukan setelah produk jadi. Penerapan Supply chain terhadap material dan hasil produksi ternyata bisa mengontrol 20-25 % dari cost production.
Sehingga, pada intinya Industri Manufaktur dengan berbagai inovasi dalam pengelolaan manajemen manufaktur, semestinya masih bisa bergerak dan bersaing dengan produk luar.
Refferensi:
-
Product Design For Manufacture and Assembly, Geoffrey Boothroyd, Marcel Dekker, Inc
-
https://www.leandesign.com/NL_Timing.htm, diunduh 28 Nopember 2012