Dialog Lintas Agama: Pulihkan Dunia dengan Dasar Kepercayaan samueldim October 13, 2022

Dialog Lintas Agama: Pulihkan Dunia dengan Dasar Kepercayaan

Reportase Warta Ubaya (@wartaubaya)

Dialog lintas agama diselenggarakan oleh Departemen Pengembangan Karakter Kebangsaan, Multikultur, dan Interprofesional (DPKKMI) Universitas Surabaya. Acara ini bertajuk “Peran Agama untuk Pulih Lebih Cepat dan Bangkit Lebih Kuat” dan dilaksanakan pada Rabu, 12 Oktober 2022. Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan kepercayaan lebih mendalam kepada civitas akademika Universitas Surabaya (Ubaya). Acara ini mengundang seorang narasumber yakni Liem Ciang Santoso, S.Sn., M.Psi., selaku Dosen Mata Kuliah Agama Konghucu Ubaya. Setidaknya ratusan peserta dari kalangan mahasiswa Ubaya turut berpartisipasi dalam acara yang digelar secara luring bertempat di Perpustakaan lantai 5 Ubaya.

Liem membuka pembicaraannya dengan memperkenalkan agama Konghucu yang berasal dari Tiongkok. Agama ini memiliki ajaran pokok yakni hubungan dengan Tuhan yang disebut zhong dan sesama makhluk hidup disebut dengan shu. “Pada ajaran shu ini ada yang disebut tepa salira yakni kita dapat saling menghargai dan berempati kepada sesama umat manusia,” ujar Liem. Ia juga mengatakan bahwa dalam agama Konghucu kepercayaan diibaratkan sebagai sebuah poros. “Kepercayaan itu sangat penting seperti poros, jika sebuah mobil tidak ada porosnya, maka tidak akan bisa berjalan,” jelas Liem.

“Berbicara tentang kepercayaan, tindakan untuk membangun hal tersebut dikaitkan dengan watak sejati,” ujar Liem. Pada ajaran Konghucu, manusia dipercaya memiliki watak sejati yakni cinta kasih, kebenaran, kesusilaan, dan kebijaksanaan. Liem juga mengaitkan antara cinta kasih dan pemulihan sebuah negara dari masa pandemi. “Pada sebuah negara, jika pemerintah sudah berupaya seperti menerapkan aturan protokol kesehatan, maka masyarakat harus mengikuti dan menjalankannya dengan baik sehingga pemulihan dapat cepat terjadi,” lanjut Liem.

Pembahasan Liem menarik perhatian para partisipan untuk bertanya, “Apakah pemeluk agama Konghucu di Tiongkokmasih dapat beribadah dengan kondisi negara yang sedang kurang baik?” tanya Bahrul Habibi, mahasiswa Fakultas Bisnis dan Ekonomika Ubaya. Liem menjawab bahwa kegiatan keagamaan di Tiongkok tetap dapat berjalan, termasuk agama Konghucu. “Menurut pemerintah Tiongkok, kegiatan keagamaan diperbolehkan untuk berjalan asal tidak menimbulkan keributan,” tutur Liem. Lebih lanjut, Liem juga menegaskan bahwa walaupun kehidupan beragama Konghucu di Tiongkok tidaklah mudah, tetap penting untuk menjalankan ajarannya yaitu mengasihi sesamanya. “Ada satya dan tepa salira, walaupun berbeda agama, tetapi harus tetap saling mengasihi sesama makhluk hidup,” tutup Liem.(yla, cbw)