Ubaya Ajak Civitas Pikirkan Pembelajaran Era 5.0 hayuning September 2, 2022

Ubaya Ajak Civitas Pikirkan Pembelajaran Era 5.0

Universitas Surabaya (Ubaya) selalu berkomitmen untuk memikirkan langkah-langkah strategis dan konkrit dalam menjawab masa depan. Hal ini tertuang dari pelaksanaan diskusi “Preparing for the Future” yang dilaksanakan pada Jumat, 2 September 2022. Pada kesempatan ini Ubaya mengundang Dr. J. Haryatmoko, S.J., selaku tokoh akademisi dan filsafat yang terkemuka di Indonesia melalui sumbangan pemikiran kritisnya dalam bidang filsafat, sosial politik, etika dan komunikasi. Pada kesempatan ini, kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Serbaguna Fakultas Teknobiologi di Kampus II Ubaya Tenggilis, membawakan tema “Mengulik Kemajuan Teknologi Digital dari Dimensi Etikanya”. Kegiatan diikuti sedikitnya ratusan civitas akademika Ubaya, dari elemen karyawan dosen, non-dosen, hingga mahasiswa.

Dr. Ir. Benny Lianto, M.M.B.A.T., selaku Rektor Ubaya mengucapkan bahwa seri “Preparing for the Future” ini adalah bentuk nyata Ubaya menghadapi tantangan baru di masa depan. “Semua akan didokumentasikan dan akan dituangkan dalam pembuatan buku,” ungkap Benny. Ia pun menuturkan bahwa hal ini harus digarap dengan serius, pasalnya perguruan tinggi seringkali selesai diskusi ada kegelisahan dari beberapa tentang kemajuan teknologi. “Kita senang ada kemajuan teknologi, tapi ada kekhawatiran. Ada hal positif, tapi kalau tidak bijak mempergunakan teknologi itu juga bisa berdampak negatif,” ungkap Benny.

Hal ini pun ditanggapi oleh Haryatmoko. Ia menerangkan bahwa isu yang sedang ramai adalah pergerakan atau pergeseran gagasan yang semula mengacu pada 4.0 bergeser pada 5.0. “5.0 lebih manusiawi, lebih memanusiakan,” ungkapnya. Ia juga menjelaskan bahwa 4.0 yang berfokus pada Internet of Things (IoT) memunculkan beberapa masalah terkait kondisi ekonomi dan sosial. “Teknologi seharusnya juga meningkatkan taraf hidup, itu yang belum terpikirkan di 4.0,” jelasnya serius.

Dengan pembawaan yang lugas dan tegas, Haryatmoko pun mengingatkan bahwa Universitas butuh model pendidikan yang berbeda. “Tidak bisa instan,” ungkapnya. Jika instan akan memunculkan banyak polarisasi ideologi, contohnya polarisasi ideologi agama dari media sosial. Algoritma media sosial melanjutkan pertentangan antara dua kelompok yang berbeda. “Ini jadi ancaman global. Banyak anak muda yang terkoneksi digital tapi merasa tersingkir,” ucapnya serius. Hal ini yang menjadi sasaran empuk radikalisasi.

Di pembahasannya, Haryatmoko pun menjelaskan bahwa saat ini konsep 5.0 sangat menjanjikan. “Manusiawi, manusia sebagai pusatnya,” jelasnya. Tapi ia menegaskan dengan serius bahwa syaratnya sangatlah berat. Pasalnya perkembangan 4.0 sudah membawa kepada Artificial Intelligence (AI). Sehingga perlu ada pemikiran serius bagaimana peran manusia dalam dunia yang penuh AI nantinya. “Manusianya dimana? Apakah kita bisa ambil bagian disini?” jelas Haryatmoko.

Diskusi ini pun memantik banyak sekali diskusi dari mahasiswa dan peserta, khususnya para civitas akademika yang juga concern terhadap peran perguruan tinggi di masa depan. Benny pun menjelaskan bahwa diskusi ini akan menjawab kekhawatiran untuk peserta didik. “Dari diskusi ini kita melihat teknologi dari sisi yang berbeda, sehingga ada balancing pemahaman kita terhadap teknologi saat ini,” tutup Benny. (sml)