Bukan Cuma Uang : Menyikapi Perkembangan Digital Economy samueldim February 16, 2022

Bukan Cuma Uang : Menyikapi Perkembangan Digital Economy

Pada 9 Februari 2022 lalu, Jurusan Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya (FBE Ubaya) kembali mengadakan Hybrid Webinar Series: Bukan Cuma Uang. Webinar ini hadir dengan mengangkat judul “Digital Economy: Bagaimana Para Pebisnis Akuntan Menyikapinya?”. Diadakan melalui Zoom dan Live Streaming YouTube, webinar bertujuan untuk membahas topik menarik seputar perkembangan digital economy terutama bagi pebisnis dan akuntan. Terhitung ribuan peserta dari berbagai instansi turut berpartisipasi meramaikan webinar tersebut. Pada kesempatan kali ini, webinar dibagi menjadi tiga sesi dengan pembicara serta topik yang berbeda. Sesi pertama dibawakan oleh Dr. Dedhy Sulistiawan SE., MSc., Ak., CA., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Ubaya yang membahas terkait digital economy terkhususnya Web 3.0. Selanjutnya Ferry Tjie selaku Direktur Keuangan Flip.id yang mengangkat topik terkait sukuk macro-environment dan tantangannya. Sesi terakhir dibawakan oleh Tika Basani sebagai Business Development Manager CPA Australia dengan pembahasan terkait CPA Program Australia.

Diskusi dibuka Dedhy dengan mengatakan bahwa digital economy merupakan seluruh aktivitas ekonomi yang menggunakan teknologi digital dan komunikasi elektronis untuk menyediakan barang atau jasa. Menurut Dedhy, digital economy perlu untuk diperhatikan karena teknologi membantu meningkatkan substansial dalam desentralisasi bisnis. “Hal ini terlihat pada zaman sekarang, setiap orang sudah bisa berjualan sehingga tak hanya berdampak untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) maupun Start up, namun juga bisnis besar,” jelasnya. Desentralisasi yang ada akhirnya memperkenalkan masyarakat pada Web 3.0. Dari sisi akuntansi, yang membedakan Web 3.0 dari yang lain adalah keterbukaan jurnal kepada khalayak umum. “Hal ini membuka profesi baru yang bernama audit di bidang blockchain,” tutur Dedhy.

Lebih lanjut, Dedhy juga memaparkan bahwa perkembangan dunia digital juga berhubungan dengan akuntansi dalam konteks aset digital. Ia juga memaparkan bahwa dengan akuntansi kita dapat menentukan nilai asli ketika telah terjadi transaksi sehingga dapat diakui sebagai sebuah aset. “Akan tetapi permasalahan terletak apabila kita tidak dapat beradaptasi,” ungkapnya. Oleh karena itu diperlukan persiapan sedari awal terutama dari tingkat pendidikan. Dalam mempersiapkan era baru, Dedhy berpendapat bahwa sekolah bisnis dan akuntansi berperan menyesuaikan kebutuhan masa depan di era ekonomi digital. ‘Sekolah memiliki tiga peran, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat,’ simpul Dedhy.

Materi yang sangat menarik beberapa pertanyaan dari peserta, salah satunya Sarah Widyana. “Apakah aset digital sepenuhnya dalam bentuk virtual atau tidak berwujud? Lalu bisakah dikonversikan dengan bentuk materi fisiknya?” tanya Sarah. Menurut Dedhy konversi bergantung pada kebijakan dari perusahaan. “Tentu saja bisa dikonversikan, bahkan nilai aset digital itu sedang tinggi-tingginya,” ungkap Dedhy. Akan tetapi, ia tetap menyarankan untuk mengklasifikasikan intangible, payable, dan digital asset. (RE 1, ET)