Memberantas Radikalisme dari Akarnya samueldim December 3, 2021

Memberantas Radikalisme dari Akarnya

Sabtu, 27 November 2021 Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) bersama dengan Yayasan Prasasti Perdamaian mengadakan webinar. Dengan tema “Antiradicalism : Pull Out Radicalism From The Root”, diharapkan webinar dapat menanamkan kesadaran akan pentingnya toleransi terhadap satu sama lain. Materi webinar dibawakan oleh dua narasumber, yaitu Noor Huda Ismail, Ph. D selaku Founder Yayasan Prasasti Perdamaian dan Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Ubaya.

“Di luar Indonesia, kasus terorisme yang terjadi tidak melulu berkaitan dengan agama islam, tetapi juga kepercayaan lain dan bahkan dapat bermotif rasial,” ujar Noor membuka materi. Tingginya angka terorisme yang berkaitan dengan islam di Indonesia disebabkan oleh radikalisme dan banyaknya angka umat muslim di negara kita. “Hal ini disebabkan oleh connective action melalui media sosial yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS),” lanjut Noor. Menurutnya, media sosial menjadi tempat rekrutmen teroris yang menarget orang berusia muda tanpa memandang jenis kelamin. “Kelompok teror menarget orang-orang muda pencari jati diri dan seakan-akan menjadi jawaban akan kegalauan yang mereka rasakan,” tegas Noor. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya usaha-usaha untuk melawan terorisme dari akarnya dengan pembentukan kelompok transmedia dan kesaksian mantan anggota teroris. “Dengan demikian, terorisme dan radikalisme dapat diberantas dengan lebih efektif melalui upaya pencegahan,” sebut Noor mengakhiri pembicaraan.

Materi kedua dibawakan oleh Hesti dibuka dengan penjelasan akan keberagaman yang dimiliki oleh Indonesia. “Ini menjadi salah satu hal yang dapat kita syukuri dengan keberagaman luar biasa dalam aspek-aspek seperti keagamaan, suku, dan budaya,” jelasnya. Walaupun demikian, keberagaman ini juga mendatangkan berbagai tantangan terutama dalam era digital seperti sekarang. “Ruang dunia maya yang bebas menjadi tempat subur untuk menyebarkan kebencian dan fanatisme akan suatu agama,” sebut Hesti. Radikalisme yang disebarkan melalui media sosial akan berkembang menjadi terorisme dan memakan korban jiwa. “Oleh karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memiliki strategi pencegahan terorisme dengan kontra radikalisasi dan deradikalisasi,” ucap Hesti. Strategi tersebut menyasar masyarakat luas menggunakan kontra radikalisasi sebagai upaya pencegahan. “Sementara untuk strategi deradikalisasi, kami menyasar para simpatisan yang sudah terpapar radikalisme untuk dibina,” ujar Hesti mengakhiri materinya.

Setelah sesi materi, peserta diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, salah satunya adalah Luluk. “Bagaimana memberi pengertian kepada seseorang yang membantah radikalisme dan tidak menganggapnya penting?” tanya Luluk. Noor menjawab bahwa membuat orang percaya bahwa radikalisme benar-benar ada itu mudah. “Coba kita lihat di penjara, ada banyak orang-orang yang sudah terdoktrin pemikirannya,” jawab Noor. Ia juga menerangkan bahwa edukasi masyarakat akan radikalisme harus dilakukan dengan cara yang efisien. “Oleh karena itu, salah satu metode kami yaitu mempertemukan mantan pelaku dan korban sehingga orang akan percaya dampaknya,” tutup Noor. (RE3, et)