Persatuan Nusantara Dalam Keberagaman hayuning November 9, 2020

Persatuan Nusantara Dalam Keberagaman

Pada 23 Oktober 2020, Young Buddhist Association (YBA) mengadakan acara Sarasehan Kebangsaan. Acara ini merupakan hasil kolaborasi bersama Universitas Surabaya (Ubaya) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dari berbagai universitas di Surabaya. Acara talkshow yang mengusung tema Indonesia Prasetya Jagaddhita ini diikuti oleh 398 partisipan. Sarasehan Kebangsaan 2020 diselenggarakan melalui aplikasi Zoom dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda. Terdapat tiga narasumber talkshow yang hadir dalam acara ini, yakni: Inaya Wulandari Wahid selaku anak alm. Gus Dur, Dr. Ahmad Zainul Hamdi M. Ag selaku anggota Gusdurian, dan Guru Besar agama Buddha yaitu YM. Bhante Dhammasubho selaku sahabat alm. Gus Dur.

Mengawali acara Sarasehan Kebangsaan 2020, Dr. Dra. Christina Avanti M.Si., Apt. selaku Wakil Rektor III Ubaya memberikan sebuah sambutan. Christina mengungkapkan bahwa hadirnya berbagai unit kemahasiswaan dari berbagai agama dalam acara tersebut membuatnya teringat tentang Sumpah Pemuda. “Pada peristiwa Sumpah Pemuda inilah, persatuan Indonesia bangkit. Peristiwa penting ini tidak boleh kita lupakan,” tambah Christina.

Selain itu, Yuska Harimurti selaku Koordinator Gusdurian Surabaya dan Presidium Gusdurian Jawa Timur juga turut memberikan sambutan. Ia mengucapkan terima kasih kepada pihak penyelenggara acara karena telah melibatkan Gusdurian dalam mengisi acara penting ini. Gusdurian merupakan sebuah jaringan yang bertujuan untuk meneruskan nilai-nilai dan perjuangan Gus Dur. Pada kesempatan ini, peserta juga menyaksikan video Kisah Perjuangan Gajah Mada dalam Mempersatukan Nusantara. Video ini menceritakan perjuangan Gajah Mada, Patih dari Kerajaan Majapahit yang berjuang dalam mempersatukan nusantara melalui Sumpah Palapa.

Talkshowyang dimoderatori oleh David Santoso, S. Ak., ini secara umum membahas tentang pentingnya membangun persatuan di tengah keberagaman. Dalam membahas topik tersebut, penyelenggara melibatkan jaringan Gusdurian yang telah berperan sangat besar dalam membangun persatuan di tengah keberagaman Indonesia. Agar dapat membangun persatuan, Y.M Bhante Dhammasubho menyampaikan bahwa penting bagi manusia untuk mengetahui bahwa mereka berasal dari ‘bahan’ yang sama. “Dengan begitu tidak akan ada lagi cluster-cluster yang memisahkan manusia,” lanjut Bhante.

Ahmad Zainul yang merupakan seorang muslim, pernah membuat sebuah puisi natal dan membacakannya di salah satu gereja Katholik. “Saya tidak merasa keagamaan saya terancam, tetapi menganggap bahwa hal tersebut sebagai ekspresi keagamaan,” papar Ahmad. Inaya menambahkan bahwa keberagaman tidak melulu soal agama, tetapi bisa berupa apapun. Salah satunya adalah keberagaman gender. Inaya memaparkan bahwa Gus Dur juga pernah menjadi penasihat kelompok waria sebelum meninggal.

Dalam memperjelas materi yang disampaikan, diadakan sesi tanya jawab menjelang akhir acara. “Bagaimana cara kita menjaga konsistensi kebangsaan ini ke generasi selanjutnya di tengah kemajuan teknologi?” tanya Vincentia Melly, salah satu peserta acara. Menjawab pertanyaan Melly, Inaya mengatakan bahwa hal tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi itu sendiri. “Kemajuan teknologi itu kita yang menentukan, apakah itu digunakan untuk hal yang buruk atau hal yang baik,” tambahnya. (RE1, ET)