Bahas Perkawinan Beda Kewarganegaraan hayuning July 2, 2020

Bahas Perkawinan Beda Kewarganegaraan

Rabu, 17 Juni 2020, Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Jimly School Law and Government, serta Universitas Trisakti, mengadakan Seminar Nasional (Semnas). Semnas secara daring ini bertajuk “Implikasi Hukum Perkawinan Beda Kewarganegaraan dalam Sistem Hukum Indonesia”. Narasumber ahli pada bidangnya yakni: Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, S.H., M.H., selaku Direktur Jenderal Kependudukan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia; Prof. Dr. M. Isnaeni, S.H. , M.S., selaku Guru Besar FH Univ Airlangga Surabaya; Dr. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum selaku Ketua Lab Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Direktur JSLG Surabaya; Dr. Wahyuni Retnowulandari, S.H., M.H. Wakil Dekan 1 FH Univ Trisakti Jakarta, serta Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn., Mahasiswa S3 Univ Airlangga, Pelaku Perkawinan Campuran.

“Hukum perkawinan ini jangkauannya dalam beberapa aspek hukum,” tutur Hesti. Oleh karena itu seminar nasional ini dipandang perlu untuk diadakan, sehingga memberi arah pandang terhadap praktisi-praktisi hukum dalam bidang ini.

Aspek hukum yang terlibat sangat beragam, beberapa diantaranya adalah hukum perdata, hukum perdata internasional, hukum tata negara. “Tata negara karena berbicara soal status kewarganegaraan, bahkan berkatian juga perlindungan tentang HAM karena soal kewarganegaraan,” jelas Hesti. Perkawinan beda campuran ini tidak bisa juga melupakan proses administrasi yang diatur dalam hukum administrasi. Hukum agama pun juga tidak bisa diabaikan. “Sangat kompleks sekali dan ini sangat menarik sekali,” jelas Hesti.

Hesti pun menceritakan pengalamannya terhadap perkawinan beda kewarganegaraan ini dari anaknya. “Kebetulan anak saya berjodoh dengan warga negara Amerika,” jelas Hesti. Saat itu ia mengaku khawatir sebab UU yang berlaku masih UU No 62 tahun 58, yang ia nilai banyak memiliki kelemahanmdash;khususnya terhadap gender perempuan.

Namun Hesti mengingatkan bahwa saat ini masyarakat tidak perlu khawatir, sebab ada pembaharuan di UU No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republi Indonesia, sehingga kelemahan tersebut sudah hilang. “Ada beberapa cara memperoleh kewarganegaraan. Kelahiran, naturalisasi, perkawinan, pernyataan, pengangkatan,” jelasnya. Apabila terjadi perkawinan campuran, maka WNA bisa dinyatakan sebagai WNI bila menyampaikan pernyataan di hadapan pejabat. “Sehingga tidak perlu menggunakan mekanisme naturalisasi,” jelas Hesti. (sml)