Target Emas Tak Berubah hayuning May 4, 2020

Target Emas Tak Berubah

Bagi beberapa atlet nasional, PON XX/2020 dijadikan ajang perpisahan. Mereka berencana mengakhiri karir setelah mengikuti multievent empat tahunan itu. Namun, mereka harus bersabar. Karena PON mundur hingga setahun lamanya.
SPRINTER Jawa Timur Serafi Anelies Unani sudah begitu kenyang pengalaman mengikuti berbagai kejuaraan. Pada puncak karirnya, dia pernha menjadi pelari tercepat di Asia Tenggara. Dia meraih emas dari nomor bergengsi 100 meter di SEA Games 2011 Jakarta-Palembang. Saat itu Serafi membukukan waktu 11,69 detik.
Sayang, setelah prestasi cemerlang tersebut, Serafi banyak bergelut dengan cedera. Dia akhirnya fokus kuliah dan menekuni hobi lain mendesain busana. Namun, dia masih sempat terjun di PON 2012 dan 2016, serta SEA Games 2015.
Nah, setelah belasan tahun membela Jatim dan Indonesia, Serafi ingin gantung sepatu setelah PON XX nanti. Momennya tepat. Meski lahir di Surabaya, Serafi berdarah Serui, Papua Barat. Dia seperti mengakhiri karir di rumah sendiri. Seiring dengan penundaan PON, rencananya juga harus ditunda. Tapi, Serafi tidak risau.
‘Penundaan ini bukan sesuatu yang harus dipermasalahakan. Harus dilihat secara bijak. Ini kan menyangkut kesehatan dan keselamatan kita semua,’ ungkap Serafi ketika dihubungi kemarin. ‘Buat saya tidak masalah. Olimpiade saja ditunda. Jadi, ini hal yang wajar,’ lanjut sprinter kelahiran 17 Februari 1989 tersebut.
Sampai saat ini, jelas Serafi, belum ada program latihan yang berubah. Hanya, dia tidak bisa tryout karena semua event lomba juga batal. ‘Program latihan masih berlanjut dari yang lalu. Yang membedakan mungkin nggak bisa lari di lapangan. Jadi, program lari diganti sesuai kebutuhan dan kondisi latihan saat itu,’ ungkap alumnus Universitas Surabaya tersebut.
PON XX/2020 akan menjadi partisipasinya yang kelima. Selain nomor perorangan, Serafi masuk tim estafet Jatim. Untuk estafet, Jatim pasang target emas. Sebab, mereka leading di Kejurnas Pra-PON 2019. ‘Kalau perorangan, taget pribadi saya minimal bisa menyamai performa 2012. Antara waktu 11,9 detik atau 11,8 detik,’ ujarnya. Soal target medali, dia belum bisa mengira-ngira. ‘Lihat kondisi saya ke depan dulu,’ kata Serafi.
Hal yang sama dialami Maya Sheva. Usia 26 tahun sudah sangat berat sebagai seorang karateka. Menekuni karate sejak usia 8 tahun, Maya ingin menutup kenangan manis dalam PON XX nanti. ‘Tahun depan sudah usia 27. Aku nggak bisa bohong soal daya tahan dan kecepatanku. Biarlah anak muda yang mengejar prestasi itu sekarang,’ tutur Maya.
Maya mengaku ingin berkonsentrasi dengna hal lain yang menunjang masa depannya. Selain itu, dia punya latar belakang dunia jurnalis. Karateka yang terjun di kelas 50kg itu merupakan alumnus Jurusan Jurnalistik Universitas Nasional, Jakarta.
‘Rencanaku setelah pensiun ingin mencoba duniaku yang baru dan tantangan baru. Aku juga pernah jadi jurnalis televisi. Ingin menggali minat saja sih, lebih ke mana bisanya,’ ujar peraih perunggu SEA Games 2019 tersebut.
Sebelum pensiun, Maya memiliki beberapa tugas yang harus dituntaskan. Dia menjadi salah seorang karateka yang diproyeksikan untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Masih ada beberapa agenda kualifikasi yang harus diikuti untuk merebut tiket ke Tokyo. Selain itu, sebagai atlet PON DKI, dia masih menjalani puslatda.
‘Masih latihan intens secara online setiap hari. Hanya kadar latihannya berbeda-beda. Mulai yang ringan sampai berat,’ tutur Maya. ‘Rata-rata per hari latihan dua jam dan di pantau sama pelatih,’ tambahnya. (gil/cl7/na)
Sumber: Jawa Pos, 28 April 2020