Surabaya – Kebutuhan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan yang menangani kasus Covid-19 mendapatkan perhatian khusus dari berbagai kalangan. Universitas Surabaya (Ubaya), misalnya, memberikan donasi APD kepada Pemkot Surabaya.
Sementara itu Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI R Wisnoe Prasetja Boedi melihat langsung prpduksi masker di CV Beauty Kasatama di kompleks pergudangan Bumi Maspion, Romokalisari, Benowo, kemarin (2/4).
Ubaya menyerahkan donasi berbagai APD untuk tenaga kesehatan kepada Pemkot Surabaya. Sumbangan tersebut, antara lain, 20 boks masker, 10 boks glove SGPP steril, 100 unit hazmat suit, 50 pasang sepatu bot, 300 pasang kacamata pelindung, 80 jeriken cairan antiseptik yang masing-masing 5 liter, 20 jeriken cairan disinfektan yang masing-masing 5 liter, dan 2 bilik aseptik.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini langsung menerima bantuan tersebut secara simbolis di halaman balai kota kemarin. Risma mengucapkan terima kasih atas bantuan tersebut. Dia pun menyatakan bahwa penggunaan bilik untuk penyemprotan itu tidak menjadi masalah. Bahkan negara-negara lainnya mulai membuat hal serupa. ‘Jerman, Belanda, dan Turki pakai cara begini,’ ujar Risma sambil melihat bilik tersebut.
Bilik itu bisa menyemprot hampir di semua tubuh. Jadi, tidak hanya mencuci tangan. Memang mata harus terpejam dan mulut tertutup saat penyemprotan di dalam bilik. Risma menjelaskan bahwa percikan yang mengandung virus tersebut bisa saja menempel di baju, tas, atau sepatu.
Bahkan, dalam pembicaraan dengan Rektor Ubaya Benny Lianto, Risma bercerita bahwa sekarang dirinya sering kali memakai kacamata agar tidak gampang mengucek mata. ‘Padahal, saya sebenarnya paling malas pakai kacamata. Tapi, karena yang paling cepat kena itu mata, ya saya pakai,’ kata Risma.
Benny menyebutkan, APD yang disumbangkan kepada pemkot tersebut berasal dari kampus dan hasil donasi alumni. Misalnya, 50 unit face shield mask. ‘Bilik disinfektan ini buatan dosen dan dan mahasiswa serta karyawan di Program Studi Teknik Mesin dan Manufaktur Ubaya,’ ungkap dia. Bantuan itu bisa jadi akan ditambah lagi bergantung situasi dan kondisi.
Setelah penyerahan bantuan tersebut, Risma mengajak Benny serta jajaran manajemen dan dosen Ubaya menikmati wedang pokak hangat. Mereka mengambil segelas dan meminum langsung di hadapan Risma. ‘Rasanya, badan langsung hangat. Ubaya juga mengembangkan tanaman herbal untuk obat-obatan. Nanti mungkin kami bisa share,’ jelas Benny.
Sementara itu Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI R wisnoe Prasetja Boedi mengungkapkan, berdasar hasil peninjauan, ternyata produktivitas pabrik masker itu masih tidak mampu memenuhi kebutuhan masker di Jatim. Dalam sehari, kata dia, pabrik tersebut baru bisa memproduksi 200 ribu lembar masker. ‘Terkendala bahan baku,’ katanya.
Meski ada keterbatasan bahan baku, proses produksi tidak dibatasi. Hingga Mei, masker masih bisa dibuat. ‘Kalau mau produksi massal ya bisa. Tapi, khawatirnya bahan baku cepat habis,’ terangnya. ‘Ini bagian dari kontribusi produksen sebagai upaya penanganan Covid-19,’ tambahnya.
Wisnoe berharap distribusi masker tetap berjalan tertib dan lancar. Alangkah baiknya APD yang diberikan kepada instansi yang betul-betul membutuhkan seperti rumah sakit. Distributor tidak boleh semuanya sendiri menentukan harga jual tinggi.
Direktur Penjualan CV Beauty Kasatama Audi Pascalis Umboh menjelaskan, penjualan masker produksi pabriknya memang lebih diutamakan ke rumah sakit rujukan Covid-19. Jumlah distributor dibatasi. Tidak sembarang toko bisa mendapatkan masker tersebut. Bahkan, kuotanya terbatas. ‘Semoga Covid-19 cepat berlalu,’ tuturnya.
Saat ini produksi masker tidak bisa maksimal. Biasanya, pabrik itu mampu memproduksi sampai 300 ribu lembar masker per hari. Selama pandemi Covid-19, mereka hanya memproduksi 200 ribu lembar masker per hari. ‘Fokus di masker bedah saja. Itu yang paling dibutuhkan petugas klinik dan rumah sakit,’ ucapnya.
Bahan baku yang biasanya diimpor dari Tiongkok pun kini berkurang. Akhirnya, mayoritas bahan baku berasal dari lokal meski harganya mahal. Misalnya, kertas filter dan karet. ‘Akibatnya,, output (produksi masker, Red) minim,’ jelasnya. (jun/oby/c14/git)
Sumber: Jawa Pos 3 April 2020