Butuh Yang Beri Ruang Aktualisasi bagi Anak Muda hayuning November 29, 2019

Butuh Yang Beri Ruang Aktualisasi bagi Anak Muda

Serial Diskusi Pilwali Surabaya kali ini bersama para pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Mereka adalah pengurus eksekutif mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Surabaya, UIN Sunan Ampel, Universitas Kristen Petra, dan Universitas Negeri Surabaya. Sayang, BEM Unair yang sudah diundang tidak datang.
Bagaimana pilwali Surabaya dari perspektif anak muda? Jawa Pos ingin mendengar langsung dari sumbernya. Kami memilih para aktivis mahasiswa. Sebab, selain masih dalam kelompok millenial, mereka relatif lebih melek politik ketimbang lainnya.
Diskusi yang berjalan dua jam itu menghasilkan sejumlah pemahaman. Termasuk kriteria ideal wali kota Surabaya yang diinginkan generasi millenial. Tentu saja, yang inginkan berkaitan dengan mereka. Di antaranya, ingin pemimpin yang bisa memberikan ruang aktualisasi bagi generasi muda. Terdapat kolaborasi serta hubungan yang harmonis dengan kaum milenial. Intinya, mereka ingin terlibat dalam pembangunan kota.
Wakil Presiden BEM UIN Sunan Ampel M. Riswan Efendi menuturkan, kolaborasi menjadi salah satu kunci penting untuk bisa menggaet para pemuda. Dalam kolaborasi itu, bisa tercipta ruang untuk berekspresi bagi para pemuda.
‘Intinya, pemuda itu kan ingin diakui. Kita semua ingin diakui. Terlebih bila yang mengakui adalah pemerintah. Sepanjang bisa berkolaborasi dalam program pasti menjadi daya tarik bagi pemuda,’ kata Riswan dalam diskusi terbatas di Jawa Pos kemarin siang (27/11).
Berikutnya, akan semakin banyak pihak yang diundang dalam diskusi terbatas terkait pilwali. Mulai kalangan pengusaha, organisasi kemasyarakatan, seniman, budayawan, hingga para pemerhati dan pecinta lingkungan. Semua sumbangsih atas ide-ide tersebut bisa menjadi pertimbangan untuk memilih calon pemimpin ke depan.
Dalam diskusi hampir dua jam kemarin, sosok Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memang diakui keberhasilannya. Meskipun, catatan-catatan kritis dari mahasiswa tetap muncul.
Presiden BEM ITS M. Luthfi Hardiawan menyebutkan persoalan konflik agraria masih menjadi perhatian utama. Juga soal ketimpangan ekonomi yang terlihat di wilayah Surabaya Barat dan Surabaya Utara. ‘Pembangunan Bu Risma memang bagus, juga dapat penghargaan. Tapi, kalau kita lihat daerah di Surabaya, saya rasa masih terasa jelas ketimpangan pembangunannya. Mungkin daerah di sekitar timur ITS dan Surabaya Utara,’ ujar dia.
Wakil Menteri Koordinator Eksternal BEM ITS Moh. Fahmi Al Alam menambahkan, program Suroboyo Bus yang menggunakan sampah plastik untuk pembayaran dinilai kontraproduktif. Di satu sisi ingin mengurangi sampah plastik. Namun, orang malah membuang sampah plastik terlebih dahulu agar bisa membayar.
‘Malah harus beli minuman dalam botol dulu baru bisa naik. Menurutku, itu menjadi paradoks. Malah menambah sampah,’ kata Alam.
Wakil Presiden BEM Universitas Surabaya Sharon Leonata Itam menuturkan, pemimpin kelak harus tahu Surabaya dengan sebenar-benarnya agar bisa mengatasi persoalan. Yang lebih penting, pengganti Risma adalah orang yang tahu di mana saja letak kekurangan Risma dalam pembangunan kota. ‘Dengan tahu apa saja yang menjadi kekurangan Bu Risma, harapannya bisa diperbaiki. Bisa ditambal,’ ungkap dia. (jun/c6/ano).
Sumber: JawaPos, 28 November 2019