Warga Tunggu Inventarisasi Surat Ijo fadjar May 14, 2019

Warga Tunggu Inventarisasi Surat Ijo

Warga diminta tetap bayar sesuai aturan yang berlaku. Masalahnya, banyak yang tidak mau bayar karena merasa pemkot tidak punya alas hak atas tanah yang ditempati warga.”

TAUFIK IMAN SANTOSO
Ketua Laboratorium Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Ubaya

SURABAYA ndash; Inventarisasi 46 ribu lahan surat ijo menjadi salah satu upaya untuk mengakhiri perseteruan pemkot dengan warga. Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo (GPHSIS) terus menanyakan rencana itu ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kemen ATR/BPN) agar segera direalisasikan.

‘Minggu depan katanya ada rapat untuk menentukan petunjuk teknis (juknis) inventarisasi itu,’ ujar Ketua Laboratorium Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Ubaya Taufik Iman Santoso yang selama ini mendampingi GPHSIS. Juknis tersebut bakal dikirimkan Kanwil BPN Jatim dan Kantor Pertanahan Surabaya.

Inventarisasi itu menentukan pemilik hak atas 46 ribu persil tanah tersebut. Pemkot yang sudah memasukkan seluruh lahan itu sebagai asetnya harus membuktikan alas hak. Jika tidak bisa membuktikannya, status tanah tersebut bakal menjadi tanah negara.

Taufik mengatakan, pemkot salah mengartikan tanah negara. Dia menerangkan bahwa tanah negara merupakan tanah yang langsung dikuasai negara. Sebab, tidak ada pihak lain di atas tanah tersebut. Sebutan lainnya, tanah negara bebas. Namun, dalam praktiknya, dia merasa pemkot langsung mencatatnya sebagai aset daerah. Padahal belum tentu.

Jika nanti terbukti sebagai tanah negara, lahan tersebut bakal terlepas dari daftar aset pemkot. Konsekuensinya, Taufik meminta pemkot mengembalikan uang sewa yang selama ini dibebankan kepada masyarakat. ‘Harus fair dong. Kalau yang telanjur bayar ya harus dikembalikan,’ ucapnya. Dari 46 ribu persil, hanya 23 ribu yang membayar. Separo sisanya sengaja memboikot pembayaran. Ada juga yang memang tidak mampu membayar biaya sewa.

Kamis (9/5) Taufik juga mengikuti pertemuan GPHSIS dengan pemkot. Dalam pertemuan itu, Taufik menyimpulkan bahwa pemkot masih bersikukuh mengakui lahan yang tercatat dalam aset tersebut sebagai milik daerah. ‘Warga diminta tetap bayar sesuai aturan yang berlaku. Masalahnya, banyak yang tidak mau bayar karena merasa pemkot tidak punya alas hak atas tanah yang ditempati warga,’ jelasnya.

Warga dipersilakan menggugat ke pemkot jika memiliki bukti ke pemilikan tanah. Namun, Taufik merasa pernyataan itu tidak masuk akal. Sebab, pemkot dan
warga sama-sama tidak memiliki bukti atas tanah ter sebut. ‘Coba kalau dibalik. Pemkot gugat warga. Apa pemkot bisa membuktikan tanah itu miliknya?’ lanjut Taufik. (sal/c15/end)

Jawa Pos, 12 Mei 2019