Bintang Toedjoe Kembangkan Laboratorium Kultur Jaringan fadjar July 20, 2018

Bintang Toedjoe Kembangkan Laboratorium Kultur Jaringan

Tingkatkan Kualitas Tanaman Obat, Kurangi Impor Bahan Baku

SELAMA 52 tahun, PT Kalbe Farma Tbk terus berkomitmen untuk memberikan produk kesehatan terbaik. Hal itu diwujudkan dengan mendorong berbagai penelitian guna men-support perkembangan ilmu teknologi. Salah satunya dengan mengembangkan laboratorium tissue culture atau kultur jaringan.

Melalui anak usaha PT Bintang Toedjoe, kemarin (18/7) Kalbe secara resmi mengukuhkan laboratorium kultur jaringan yang berlokasi di Gedung FF lantai 3 Fakultas Teknobiologi Kampus II Universitas Surabaya (Ubaya). Laboratorium itu merupakan hasil dari sinergi antara Kalbe, Ubaya, Hanbang Bio dari Kyung Hee University Korea Selatan, serta pemerintah dalam hal ini kemenristekdikti.

Laboratorium kultur jaringan tersebut diresmikan secara langsung oleh Direktur Pengembangan Teknologi Industri Kemenristekdikti Hotmatua Daulay. Beliau didampingi oleh Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius, Rektor Ubaya Joniarto Parung, Presiden Direktur Hanbang Bio Co Ltd Deok-Chun Yang, dan Presiden Direktur PT Bintang Toedjoe Simon Jonatan.

Dalam sambutannya, Vidjongtius menyampaikan bahwa peresmian laboratorium kultur jaringan ini merupakan bentuk komitmen Kalbe dalam mendukung terciptanya industri farmasi yang terintegrasi, khususnya dalam hal kemandirian bahan baku produk serta inovasi untuk memberi nilai tambah bagi produk yang dihasilkan. Nantinya, Kalbe akan menggelontorkan dana sebesar Rp 200 miliar untuk pengembangan penelitian tersebut.

”Dalam proses penelitian ini, kami tidak bekerja sendiri. Kami telah banyak berkolaborasi dengan berbagai pihak mulai universitas, laboratorium, para peneliti, hingga institusi baik dalam maupun luar negeri. Kami yakin, bahwa penelitian itu merupakan prospek pengembangan masa depan, dan ini salah satu wujud komitmen kami,” tegas Vidjongtius.

Kultur jaringan merupakan metode perbanyakan vegetatif dengan menumbuhkan sel, organ atau bagian tanaman dalam media buatan secara steril dengan lingkungan yang terkendali, sehingga mampu menghasilkan bibit yang terstandardisasi dengan masa panen lebih cepat. Melalui teknologi kultur jaringan itu tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan. Salah satunya, tanaman ginseng.

”Sekarang, dengan ilmu bioteknologi yang berkembang seperti kultur jaringan ini anggapan ginseng yang tidak bisa ditumbuhkan di Indonesia itu patah, karena dengan berdirinya laboratorium ini, kita bisa menanam ginseng di Indonesia,” ungkap Deok-Chun Yang.

Selama ini, Bintang Toedjoe masih melakukan impor bahan baku ginseng dari luar negeri. Diharapkan, dengan kehadiran teknologi dari laboratorium kultur jaringan, dapat mengurangi ketergantungan impor bahan baku dalam jangka panjang. ”Ini juga salah satu kontribusi kami untuk mendukung program pemerintah agar mengurangi ketergantungan impor bahan baku,” ungkap Simon Jonatan.

Selain ginseng, akan dikembangkan juga berbagai produk herbal Indonesia seperti jahe merah dan legundi. ‘Harapannya, kita bisa produksi banyak hingga bisa ekspor suatu hari nanti. Laboratorium kultur jaringan juga diyakini mampu menghasilkan tanaman herbal dengan bibit terbaik dan terstandar,” ujar Simon.

Dukungan dan apresiasi pun datang dari kemenristekdikti dan BPPT. Hal itu diungkapkan oleh Hotmatua Daulay. Menurutnya, ini merupakan langkah tepat
karena menyangkut semua pihak dari hulu hingga hilir. ”Kalbe ini jadi pionir. Kami berharap industri lain bisa mengikuti jejak Kalbe untuk saling berkompetisi secara positif dalam memajukan Indonesia,” tegasnya. (zul/xav)

Jawa Pos, 19 Juli 2018