Cyntia Handy begitu mencintai hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya Indonesia. Dia ingin anak-anak muda lain merasakan hal serupa dengannya. Supaya bisa ikut melestarikan kekayaan Nusantara.
CYNTIA Handy dengan telaten menjawab satu per satu pertanyaan pengunjung Museum Terakota pada Jumat (25/5). Itu merupakan museum temporary di lobi Perpustakaan Universitas Surabaya (Ubaya). Ada 820 item yang dipajang. Semua tentang Kerajaan Majapahit. ”Sebagian besar asli. Hanya beberapa yang replika,” ujar putri pasangan Willy Handy dan Ipo Khairani itu. Perempuan 20 tahun tersebut merupakan mahasiswa Fakultas Psikologi Ubaya yang juga bergelut sebagai penggiat sejarah dan budaya. Saat ini dia menjabat direktur Museum Gubug Wayang di Mojokerto. Beragam inovasi diciptakan untuk mengajak anak-anak muda mengenal sejarah. Salah satunya mendirikan museum temporary di kampusnya itu. ”Saya ingin yang saya rasakan bisa dinikmati orang lain,” kata pemenang Gus Yuk Kota Mojokerto 2015 tersebut.
Jika anak muda zaman sekarang lebih menyukai hang out atau aktivitas lain yang kekinian, Cyntia lebih memilih menekuni sejarah dan budaya. Hal itu
dilakukan sejak kecil. Padahal, tidak ada sama sekali yang bergelut di bidang tersebut di keluarganya. ”Keluarga saya background-nya entrepreneur,” ujar gadis yang ngekos di daerah Tenggilis itu.
Hingga dia bertemu dengan Yensen, pendiri Gubug Wayang Yensen Project Mojokerto. Pertemuan tersebut memberikan insight baru bagi Cyntia. Dia menemukan tempat untuk menggali lebih dalam sejarah dan budaya Indonesia. Begitu juga dengan pemilik museum yang merasa klik dengan pemahaman Cyntia. Hingga akhirnya Cyntia dipercaya menjadi direktur Gubug Wayang tahun lalu.
Cyntia tidak ingin menikmati sendiri manfaat mengenal sejarah dan budaya Indonesia. Dia berharap bisa mengajak anak muda lainnya. Jika sudah kenal, mereka diharapkan bisa mencintai sejarah dan budaya Indonesia. Dengan begitu, anak muda ikut berperan melestarikan budaya. ”Suatu saat nanti negara akan bingung. Pegangan moral dan mental sangat penting. Semua itu ada pada kebudayaan. Sebab, budaya memiliki peradaban yang tinggi,” katanya.
Karena itu, dia membentuk sebuah tim untuk mengenalkan budaya kepada anak muda. Termasuk sekolah dan kampus. Beberapa program yang dilakukan salah satunya mendatangi sekolah-sekolah untuk mengenalkan tokoh-tokoh pewayangan. ”Kadang saya juga ikut langsung ke sekolah. Tetapi, ada tim sendiri yang bertugas untuk itu,” paparnya.
Salah satu gebrakan barunya adalah membuka museum temporary. Museum itu didirikan sejak 2 Mei lalu sampai waktu yang belum diputuskan. Dia ingin membawa semangat dari zaman Majapahit kepada para mahasiswa. Karena itu, slogan The Spirit of Majapahit ditulis jelas di museum tersebut. ”Awalnya ada kunjungan dari dosen Ubaya ke Gubug Wayang. Terus kami berdiskusi dan akhirnya terealisasi,” ungkapnya. Tidak ingin berhenti di situ. Cyntia menyatakan ingin mengadakan pameran buku sejarah di Perpustakaan Ubaya. Namun, pameran buku tersebut dikemas dengan cara berbeda. Dia ingin memasukkan koleksi-koleksi buku lama. ”Jadi, orang yang datang ke pameran buku itu seperti sedang berwisata baca,” ujar penghobi traveling itu. (*c15/ayi)
Jawa Pos, 27 Mei 2018