Daerah Diminta Lebih Aktif Undang Investor fadjar April 2, 2018

Daerah Diminta Lebih Aktif Undang Investor

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pemerintah daerah (Pemda) harus aktif mengundang investor agar lebih banyak penanaman modal yang mengalir ke daerah. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pelaksanaan Berusaha di daerah.

“Saya minta kabupaten dan kota yang belum memiliki Satgas segera membentuknya karena kita ingin benar-benar jangan sampai kalah (dalam investasi),” kata Presiden Jokowi saat Rapat Kerja Pemerintah mengenai Percepatan Pelaksanaan Berusaha di Daerah, di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (28/3).

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, saat ini masih ada 26 provinsi yang belum lengkap membentuk Satgas Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Jokowi mengungkapkan Indonesia saat ini sudah kalah dari negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina dari sisi investasi dan ekspor. Padahal, Indonesia memiliki sumber daya manusia dan alam yang melimpah.

“Kita ini besar dengan sumber daya manusia dan alam, masak ekspor kita kalah dengan Malaysia, Filipina, dan Vietnam,” ujar dia. Apabila Indonesia tak kunjung berubah untuk memperbaiki kemudahan investasi, Jokowi mengatakan negara ini bisa kalah juga dari Laos dan Kamboja. Presiden Jokowi juga meminta pemda tidak terlalu banyak membuat peraturan, terutama yang bisa menghambat investasi.

Dalam satu tahun setidaknya hanya tiga aturan daerah yang diterbitkan, tapi berkualitas. Berdasarkan laporan yang diterima Presiden, saat ini paling tidak ada 42 ribu regulasi yang ada di pemerintah, mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, hingga peraturan daerah.

Jokowi menilai terlalu banyaknya aturan malah akan menghambat pemerintah dalam menggenjot investasi yang masuk ke Indonesia. Oleh sebab itu, Jokowi mengingatkan pemda agar berani mereformasi besar-besaran aturan untuk kemudahan investasi.

Menanggapi hal itu, Direktur Pusat Studi Masyarakat (PSM) Yogyakarta, Irsad Ade Irawan, mengemukakan guna meningkatkan investasi dan eskpor, pemerintah dan DPR diminta menimbang dengan sungguhsungguh kemungkinan memberlakukan omnibus law, yakni membuat sebuah undang-undang yang bisa mengamendemen beberapa undang-undang sebelumnya.

Sebab, masalah mendasar segala urusan di negeri ini adalah banyaknya tumbang tindih aturan yang pemberlakukannya disesuaikan dengan kepentingan birokrasi sehingga sering menjadi ladang korupsi, kolusi, nepotisme. “Sangat sulit untuk mengamendemen perundang-undangan dan peraturan daerah karena jumlahnya yang sangat banyak, berbelit, dan saling tumpang tindih,” papar Irsad.

Meski Indonesia menganut civil law dan tidak mengenal omnibus law seperti halnya negara-negara yang menganut common law, DPR dan pemerintah mesti meminta pendapat dari pakar hukum tata negara untuk kemungkinan memberlakukannya di sini.

“Kita sudah mendesak untuk mensikronkan begitu banyak aturan yang tumpang tindih. Kalau satu-satu mungkin 10 tahun tidak selesai, kalau mau cepat tidak ada pilihan lain kecuali omnibus law,” kata Irsad.

Tidak Efisien

Dihubungi terpisah, ekonom Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan ada sejumlah faktor yang membuat Indonesia kalah bersaing dengan negara tetangga dalam menarik investor asing. “Salah satunya karena ICOR (incremental capital output ratio) sangat tinggi dan lemahnya sinkronisasi pemerintah daerah dengan pusat,” ujar dia.

Menurut Wibisono, angka ICOR yang efisien, secara umum berada di kisaran 3ndash;4 persen. Artinya, untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) satu persen di suatu negara, dibutuhkan tambahan investasi 3ndash;4 persen. “Sementara ICOR Indonesia sekarang tinggi, sekitar 6 persen, yang berarti tidak efisien.

Sebab, nilai ICOR yang semakin kecil, mengindikasikan terjadinya efisiensi dalam proses investasi. Sebaliknya nilai ICOR yang membesar menggambarkan tingginya inefisiensi investasi,” jelas dia.

Wibisono berharap pembentukan Satgas Percepatan Pelaksanaan Berusaha dapat membenahi kesiapan pemerintah daerah melakukan sinkronisasi dengan kebijakan pusat. “Masih banyak daerah yang belum sinkron dengan pusat dalam upaya menarik investor luar negeri,” tukas dia.

dikutip dari: https://www.koran-jakarta.com