Motif Batik Molekul Trisomy fadjar March 22, 2018

Motif Batik Molekul Trisomy

Simbol Mahasiswa Ubaya Peduli Anak Down Syndrome

SURABAYA ndash; Dian Iqbal Fanani dan Chessa Uly Thalia berhati-hati saat menggoreskan canting pada kain putih di teras gedung International Village Universitas Surabaya (Ubaya) kemarin. Kain tersebut telah dibingkai dengan motif molekul trisomy. Yakni, motif kelainan genetis anak down syndrome yang mempunyai kelebihan satu kromosom 21.

Tujuan diciptakannya motif itu adalah simbol kepedulian terhadap anak-anak penyandang down syndrome. Iqbal dan Chessa tidak sendiri dalam menelurkan ide tersebut. Mereka dibantu Imelda Sukamto, Fernando Tjahjono, dan Yesica Athis ky Gunawan.

Karya itu diangkat menjadi tugas akhir yang menggabungkan dua fakultas. Yakni, fakultas teknobiologi dan industri kreatif. Batik dengan motif trisomy tersebut tidak hanya dibuat untuk baju, tetapi juga dipadukan dalam desain tas dan sepatu.

Iqbal menuturkan, ide tersebut berawal dari bentuk keprihatinan terhadap anak-anak down syndrome yang selama ini kerap di pandang sebelah mata. Bahkan, anak berkebutuhan khusus (ABK) tersebut juga sering mendapatkan perlakuan buruk atau bullying. ‘Di kampung saya, ada anak down syndrome. Kerjaannya selalu di-bully teman-temannya. Rasanya kasihan,’ katanya.

Menurut Iqbal, selama ini motif batik hanya diambil dari cerita rakyat. Kali ini, dia bersama tim nya ingin mengambil cerita dari kehidupan nyata anak-anak down syndrome. Dengan begitu, masyarakat semakin peduli kepada mereka. ‘Ada tiga motif yang dimasukkan ke batik karyanya,’ katanya.

Chessa menyebut deoxyribo nucleic acid (DNA), protein, dan kromosom. Kromosomnya disimbolkan dengan tiga motif batik parang. Sebab, anak down syndrome memiliki kelebihan kromosom 21.

‘Poinnya ada di tiga kromosom dalam batik,’ ujarnya. Batik yang dibuat saat ini masih berbentuk cap. Itu memudahkan untuk memproduksinya. Namun, kualitasnya tetap bagus jika dibandingkan dengan print. Kini, batik mereka digunakan untuk seragam batik yang wajib dimiliki seluruh karyawan dan dosen Ubaya. ‘Ke depan, kami ingin terus mengedukasi masyarakat lewat batik. Salah satu proyek baru, batik insulin tentang diabetes,’ tuturnya. (ayu/c16/dio)

Dikutip dari: Jawa Pos, 21 Maret 2018