Kontak Tak Langsung Juga Berbahaya fadjar November 1, 2017

Kontak Tak Langsung Juga Berbahaya

Orang sering beranggapan bahwa yang termasuk kekerasan seksual hanya berupa tindakan fisik. Misalnya, pemerkosaan. Padahal, banyak tindakan tidak langsung yang juga termasuk kekerasan seksual. Ibu-ibu anggota Dharma Wanita Persatuan Kota Surabaya asyik membahasnya dalam road show Tangkis Bersama Antangin JRG kemarin (25/10).

SEKITAR 250 anggota Dharma Wanita Persatuan Kota Surabaya memadati Gedung Wanita Chandra Kirana Surabaya. Mereka asyik sharing soal kekerasan seksual pada anak bersama Nurlita Endah Karunia MPsi, psikolog yang juga dosen Universitas Surabaya (Ubaya). Salah satu yang dilakukan Lita, sapaan Nurlita, adalah meluruskan anggapan soal kekerasan seksual.

‘Kekerasan seksual itu terjadi ketika anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, dijadikan objek pemuas kebutuhan seksual dari individu yang biasa disebut ’predator’,’ ujar Nurlita. Ada tindakan langsung dan tidak langsung. Tindakan langsung bisa berupa pencabulan dan pemerkosaan. Nurlita memberikan contoh sebuah kasus.

Ada seorang anak yang sehari-hari dirawat pengasuh. Suatu hari, si pengasuh tersebut berhenti bekerja. Ibu anak itu lantas merawat anaknya sendiri. ‘Ketika mamanya capek, tahu apa yang dilakukan anaknya? Anak itu refleks membuka rok mamanya dan (maaf) menjilat kemaluan ibunya,’ kata Nurlita.

Perilaku anak itu ternyata imbas dari pelecehan yang dilakukan mantan pengasuhnya. ‘Akhirnya diketahui bahwa pengasuhnya tersebut meminta
anak itu melakukan perbuatan tersebut. Ada kontak fisik, meski tidak penetrasi,’ kata Nurlita.

Sementara itu, tindakan tidak langsung bisa berupa mengambil foto atau video anak-anak untuk dijadikan fantasi seksual. Hal itu pernah terjadi di Indonesia. Pada Maret 2017 terdapat sekelompok pedofilia yang mengoleksi foto anak-anak di grup Facebook. Nurlita mengimbau ayah dan bunda agar tidak sembarangan mengunggah foto anak ke media sosial. ‘Bagi sekelompok orang, foto anak-anak itu cukup memuaskan fantasi mereka lho,’ tutur Nurlita.

Karena itu, selain orang tua, lingkungan sekitar perlu bersama-sama membangun sistem yang bisa melindungi mereka. Hal itu disetujui Chusnur Ismiati, ketua Dharma Wanita Persatuan Kota Surabaya. ‘Meski punya anak sendiri, kita juga wajib melindungi anak-anak lain di sekitar kita. Kita harus terus update informasi supaya kalau ada kasus-kasus di lapangan bisa dicegah,’ paparnya.

Perempuan yang juga bunda PAUD Kota Surabaya itu menularkan semangatnya kepada seluruh peserta road show. Dalam kesempatan tersebut, lebih dari 20 komunitas langsung mendaftar untuk mengikuti Tangkis Community Competition. Mereka siap mengampanyekan tiga tema Tangkis. Yakni, kekerasan seksual, bullying, dan dampak buruk internet. ‘Tiga tema itu penting. Kita memang harus merangkul berbagai pihak untuk mencegahnya,’ tambah Chusnur.

Di tempat terpisah, anak-anak TK dan PAUD dari tujuh sekolah menerima materi tentang kekerasan sek sual. Tentu, dengan cara yang lebih fun. Ada komuni tas Kumpul Dongeng yang memperagakan cerita tentang kucing dan burung kecil. Burung kecil yang tidak patuh dengan pera turan ibunya pergi meninggalkan sarang sendirian. Burung itu bertemu dengan kucing yang tampak baik, tetapi ternyata jahat dan ingin memangsa burung kecil. (adn/c15/na)

Jawa Pos, 27 Okt 2017