GEMERLAP HARMONI BUDAYA DALAM BALI FESTIVAL 2017 fadjar June 5, 2017

GEMERLAP HARMONI BUDAYA DALAM BALI FESTIVAL 2017

Bali Festival merupakan acara rutin yang diadakan setiap tahun oleh UKKH (Unit Kegiatan Kerohanian Hindu) Universitas Surabaya (Ubaya) sebagai wujud kepedulian dan menjalin tali persaudaraan terhadap sesama agama Hindu di Surabaya. Kali ini, Bali Festival dibuat berbeda dari tahun lalu terutama dalam pemilihan tema. Tema Bali Festival 2017 yaitu “Gemerlap Harmoni Budaya” dengan tujuan meng-upgrade budaya-budaya Bali.

Tema yang disuguhkan bukan hanya sekedar drama, tapi juga dikemas unik dengan tarian dalam setiap adegan. Tidak hanya itu, photo booth juga dikemas lebih kreatif dengan penggunaan kemben-kemben Bali yang digantungkan. “Fokusnya adalah mengenalkan budaya Bali kepada masyarakat” tutur I Wayan Didik Suryapratama selaku Ketua UKKH Ubaya.

Acara dibuka dengan pembacaan Sloka dikutip dari Kitab Bagawan Kita. Kemudian sambutan dari I Putu Kurnia Praneta selaku Ketua Panitia Bali Festival 2017. Tak hanya ketua, Ir. Hudiyo Firmanto, M.Sc., Ph.D. selaku Wakil Rektor 3 dan Drs. Agus Wijaya, S.Pd., S.Ag., M.M., selaku pembina UKKH Ubaya. “Bali Festival diadakan dengan tujuan untuk mengenal budaya Bali dan seni tradisi Bali yang di dalamnya ada roh dan jiwa Hindu” tutur Drs. Agus Wijaya, S.Pd., S.Ag., M.M..

Dr. SHRI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III selaku Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia juga turut memberikan kata sambutan. “Saya cukup kaget, karena ternyata dari tiap angkatan Mahasiswa Hindu di Ubaya terus meningkat bahkan jauh lebih banyak dibandingkan jumlah mahasiswa Hindu di perguruan-perguruan tinggi yang hebat di Jawa” tutur Beliau. Tak hanya meriah di atas panggung, gemerlap harmoni juga dapat dirasakan penggunjung pada stan yang disuport baik dr UKKH Ubaya maupun dari eksternal.

Salah satu suguhan tari dalam Bali Festival 2017 adalah Sendratari Wiyang sebagai tarian yang menceritakan tentang Raja yang sangat jahat. Oleh sang Raja, bahkan rakyatnya tidak diperbolehkan beribadah, yang berakhir dengan kisah pemberontakan rakyat. Persembahan tarian ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari Bapak Dr. I Nengah Mariasa, M.HUM. dan Ibu Sri Mariasa, S.Pd. selaku pelatih. “Meskipun ini perdana, saya merasa sangat bangga dapat menyuguhkan tarian dalam acara kerohanian seperti ini. Disini saya benar-benar dapat merasakan bermain peran berpadu dengan Kirab Manten, Pawiwahan dan Tari Sekar Ibing. Pasti nggak gampang juga menari dengan 30 orang,” terang salah seorang penari, Komang Citrawati dari Farmasi 2016. (tul)