Buku Musik Stimulasi Komunikasi fadjar March 23, 2017

Buku Musik Stimulasi Komunikasi

Mary Philia Elisabeth, Pemerhati Anak Down Syndrome
Buku Musik Stimulasi Komunikasi

Kemarin (21/3) diperingati sebagai Hari Down Syndrome Sedunia. Hari itu sekaligus menjadi pengingat bahwa anak down syndrome tidak beda dengan anak lain. Mereka mampu belajar, bermain, dan berinteraksi. Kuncinya adalah sabar dan telaten.

PERHATIAN dari berbagai pihak terhadap anak berkebutuhan khusus di Indonesia masih sangat kurang. Itulah yang diungkapkan psikolog anak berkebutuhan khusus Dr Mary Philia Elisabeth MPsi Psikolog, 37. Berangkat dari kepedulian tersebut, Mary menawarkan dirinya menjadi konsultan di Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) pada 2010. Bukan perkara mudah karena orang tua anak-anak itu cenderung tertutup. ‘Anak down syndrome sangat terbuka dengan orang lain, tapi biasanya orang tua yang justru membatasi,’ ujar dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) tersebut.

Sembari menyelesaikan studi S-3 Psikologi Pendidikan dan Perkembangan di Universitas Airlangga, Mary melakukan pengamatan. Menurut dia, anak down syndrome itu sangat berpotensi untuk berkembang dan hidup normal asalkan distimulasi secara rutin dan bertahap. Kemampuan kognitif mereka memang cenderung lebih lambat jika dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Selain itu, usia mentalnya lebih muda bila dibandingkan dengan usia kronologis atau usia sebenarnya. ‘Tapi, mereka tetap bisa berkembang,’ jelas Mary.

Mary mengungkapkan, rata-rata anak berkebutuhan khusus memberikan respons positif terhadap seni. Misalnya, menggambar, melukis, dan musik. Mary kemudian menyusun sebuah buku musik khusus anak down syndrome yang berjudul Program Dasar Pembelajaran Musik dan Komunikasi Melalui Stimulasi Sistem Auditori Anak Down Syndrome.

Buku tersebut sebetulnya merupakan tugas akhir pendidikan S-3. Empat tahun Mary melakukan penelitian. Prototipe buku itu akhirnya terbit pada 2014. Mulai November 2016, Mary memperkenalkan buku tersebut sebagai tahap awal pembelajaran musik. Sasarannya adalah anak down syndrome umur 6ndash;8 tahun.

Dengan membaca not, menekan tuts pada keyboard, serta mendengar alunan nada, Mary berharap anak-anak itu mampu meningkatkan kemampuan komunikasi. ‘Kalau komunikasinya baik, mereka akan mengembangkan diri dengan baik pula,’ tutur Mary.

Begitu selesai, buku itu kali pertama dikenalkan Mary di salah satu SLB kawasan Surabaya Barat. Empat bulan pembelajaran dijalankan, kemampuan berkomunikasi anak-anak berkembang. Mereka yang semula hanya mengucap dua kata kini bisa mengatakan empat kata. ‘Mereka terlatih merangkai kata-kata. Harapannya, mereka makin mudah berkomunikasi secara verbal,’ tutur Mary. (adn/c14/ayi)

Jawa Pos, 22 Maret 2017