JAKARTA ndash; Tekanan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pekan ini dinilai bukan hanya disebabkan pelarian modal (capital outflow) dari pasar keuangan Indonesia menyusul kian menguatnya sinyal kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), Fed Fund Rate.
Pelemahan mata uang RI itu juga mengindikasikan masih ada kerapuhan fondasi atau fundamental ekonomi Indonesia yang belum tertangani hingga kini. Dalam lima tahun terakhir, kurs rupiah cenderung terus melemah sejak menyentuh titik tertinggi di 8.460 rupiah per dollar AS pada 2 Agustus 2011.
Pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya, Wibisono Hardjopranoto, mengemukakan pelemahan rupiah merupakan salah bukti ketidakmampuan ekonomi Indonesia membendung pelarian modal menyusul kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS, dan kian menguatnya kepastian bank sentral AS, The Fed, menaikkan bunga acuan.
“Meski beberapa bulan terakhir neraca perdagangan kita surplus, namun tidak cukup kuat untuk mengangkat rupiah,” kata dia saat dihubungi, Kamis (24/11).
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), Kamis, nilai tukar rupiah terpangkas 67 poin menjadi 13.540 rupiah per dollar AS dibandingkan posisi pada hari sebelumnya. Wibisono berpendapat terpilihnya Trump membuat kondisi pasar keuangan global berubah.
Situasinya menjadi kian bergejolak menyusul kabar bahwa The Fed hampir akan menaikkan bunga acuan pada Desember mendatang.
“Menurunnya IHSG (indeks harga saham gabungan) BEI dan rupiah menunjukkan kita sangat bergantung pada portofolio modal asing.
Artinya, kenaikan suku bunga AS nanti akan makin menekan rupiah maupun mata uang negara berkembang lain sehingga hal ini memberikan dampak besar bagi dunia,” papar dia.
Sebelumnya dikabarkan, capital outflow dari pasar negara berkembang di Asia mencapai sekitar 11 miliar dollar AS setelah kemenangan Trump pada pemilihan presiden 8 November lalu.
Kebijakan ekonomi Trump yang cenderung ekspansif memunculkan ekspektasi bahwa imbal hasil obligasi AS akan naik serta memicu reli terkuat dollar AS dalam delapan tahun.
“Aliran dana keluar dari emerging markets kemungkinan akan berlanjut untuk sementara dan kemudian para investor akan melihat apakah Trump akan menerapkan sejumlah kebijakan yang telah dicanangkan sebelum pemilihan, seperti kebijakan stimulus fiskal dan proteksionisme terhadap perdagangan,” ujar Masakatsu Fukaya, emerging markets trader dari Mizuho Bank Ltd.
Menanggapi fundamental ekonomi Indonesia, pengamat ekonomi politik Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, mengatakan pemerintah mesti fokus memperbaiki sektor riil dengan kebijakan-kebijakan kuat yang bertumpu pada penyediaan lapangan kerja yang luas dan berkelanjutan.
“Kalau pemerintah terus abai dengan persoalan mendasar negeri ini yakni ketiadaan visi ekonomi jangka panjang, setiap tahun seluruh negeri ini akan dibuat pusing dengan perubahan-perubahan di tingkat global,” ungkap dia.
Herdi mengatakan inti ekonomi adalah ukuran-ukuran dasar kehidupan masyarakat yakni pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan kesejahteraan. Apabila kebijakan pemerintah tidak menjawab tiga persoalan itu dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sulit diwujudkan.
Devaluasi Yuan
Wibisono menambahkan kerawanan ekonomi Indonesia menghadapi perubahan global akan semakin parah ketika Tiongkok melakukan devaluasi yuan. “Kebijakan itu akan makin menekan kurs rupiah. Sebab, ekspor Tiongkok akan makin gencar, yang maknanya ke kita adalah impor kita makin besar. Neraca perdagangan kita akan terpukul sehingga tak mampu mendukung neraca pembayaran,” papar dia.
Tiongkok kemarin melemahkan tingkat referensi yuan terhadap dollar AS menjadi di atas 6,9 per dollar AS. Kebijakan itu merupakan untuk pertama kalinya dalam delapan tahun terakhir. Ini adalah respons atas terus menguatnya dollar AS terhadap yuan yang tingkat nilainya sangat dikendalikan oleh pemerintah Tiongkok. Bank sentral Tiongkok mematok nilai mata uang yang juga disebut renminbi itu pada 6,9085 per satu dollar AS, turun 0,26 persen dari nilai sehari sebelumnya.
Dollar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia menguat menuju posisi tertinggi dalam 14 tahun setelah pasar memperkirakan The Fed bakal menaikkan suku bunga bulan depan. Tiongkok hanya menoleransi yuan naik atau turun dua persen, dalam upaya mempertahankan pengendalian nilai mata uang. SB/YK/Ant/WP