Ya, kata-kata tersebut sering didengungkan ketika acara Warkopologi ini dimulai. Singkatnya, Warkopologi adalah acara besutan BEM Universitas Surabaya untuk meningkatkan iklim diskusi di Ubaya. Setelah sukses dengan Warkopologi I yang bertemakan : “Redefining Happiness”, maka tepat Selasa, 10 Mei 2016, Warkopologi II ini hadir di selasar FF dengan tema yang berhasil menarik minat diskusi, yakni: “Eksistensi vs Esensi”.
Terdapat 3 pembicara yang semakin membuat acara ini menarik, yakni: Anja Prajnaparamita, Fakultas Ilmu Komunikasi UKP, ex-Persma bidang SDM; Hugo Hadianto, Fakultas Filsafat UGM; Febrian Kiswanto, Fakultas Hukum Unair, Presiden BEM Unair 2015/2016. Ketika pembicara ini dipilih melalui pertimbangan yang matang dari para panitia, semakin mempertegas bahwa mereka adalah ahlinya.“Harapannya, ketiga pembicara ini adalah pemantik. Pemantik untuk menyulut. Mahasiswa yang hadir adalah bensinnya, iklim diskusi adalah kayunya. Nah ketiga pembicara ini dipilih untuk berperan sebagai penyulut api di bensin-bensin yang sudah mulai panas ini,” tutur Filipus Ndaru, Mahasiswa Fakultas Psikologi 2013, selaku Menteri Pengembangan SDM BEMUS.
Hal ini terbukti sukses menarik minat mahasiswa yang hadir. Sebanyak 153 mahasiswa gabungan Universitas Surabaya (Ubaya), UniversitasKatolikWidya Mandala (UKWM), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Pembangunan Nasional (UPN), Surabaya Hotel School (SHS), dan Sekolah Tinggi Teknik Surabaya (STTS), turut hadir untuk mendengarkan pemaparan para pembicara sebelum akhirnya dibungkus dalam diskusi yang elegan.
Ketiga pembicara membawa para peserta dengan gaya khasnya masing-masing. Namun semuanya menyuarakan nada yang sama, ‘bahwa disini kita sama-sama belajar’. Hugo Hadianto membawakan presentasinya dengan sisi filsafat yang berisi, namun cukup sederhana; Anja Prajnaparamita sukses membawakan materinya dengan bumbu-bumbu ilmu komunikasi; sementara Febrian Kiswanto memperdalam apa sejarah, dan makna dari eksistensi mahasiswa itu sendiri.“Tujuannya agar nggak jadi orang bodoh! Jangan jadi orang yang gampang percaya. Dikasi A, terima A. Dikasi B, terima B. Tapi tetep ada aturan mainnya: jangan sampai menjatuhkan atau merendahkan pendapat orang lain, disini kita sama-sama belajar,” tegas Hasan Askari, alumnus Fakultas Psikologi Ubaya, dan CEO Ace Human Resource, selaku moderator ketika alur diskusi dimulai.
Diskusi terjadi secara dinamis, perspektif demi perspektif dimunculkan oleh para peserta, dengan ada beberapa tanggapan dari panitia-panitia. “Eksistensi itu jelas lebih penting,” tutur salah seorang peserta. Tidak sedikit pula yang menanggapi pentingnya Esensi dibanding Eksistensi. Terjadi tumbukan persepsi, namun semuanya diselesaikan dengan diskusi yang berisi.“Acaranya bagus, kita bawa perspektif ketika kesini. Namun, semakin kita mendengarkan semakin kita membawa sesuatu yang baru. Perspektif baru muncul, karena diskusi menghasilkan sudut pandang baru,” tutur Aloisius Christian, selaku Fakultas Informatika STTS yang turut hadir meramaikan suasana.
Hal senada diungkapkan oleh Andreas Yoga. “Ini adalah ruang bertemu untuk menambah pemikiran dan menguji pemikiran kita sendiri pada umum. Jadi disini, kita dilatih untuk menjadi orang yang berpandangan luas,” ungkap mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair ini.
Menjelang sesi diskusi berakhir di malam hari, masih terlihat 80-90 mahasiswa aktif yang memadati selasarFF. “Harapannya sih, Warkopologi ini bisa ada sampai 3, 4, 5, bahkan 12. Untuk membangun budaya diskusi di Ubaya tentunya! Ubaya perlu acara semacam ini, dan pasti akan diadakan lagi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan untuk kedepannya sudah bukan BEMUS yang mengkoordinir, melainkan para volunteer-volunteer diskusi di Ubaya yang sudah mulai nampak muncul ini,” tutur Bima Wicaksana, mahasiswa Fakultas Psikologi Ubaya 2015, selaku Ketua Pelaksana.
Akhir kata, mahasiswa bukanlah mahasiswa apabila tidak berdiskusi. Sebab seperti kata Tan Malaka: “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” Selagi kita mampu beridealis, marilah kita berdiskusi! Dari diskusi tersebut, bukan tidak mungkin akan muncul sebuah ide, sebuah gerakan yang mampu merubah Indonesia nantinya. Kalau bukan kita, siapa lagi? (sml)