Sidang Praperadilan Kadin Jatim, Saksi Ahli: Kasus Lama Tak Bisa Disidik Lagi fadjar March 4, 2016

Sidang Praperadilan Kadin Jatim, Saksi Ahli: Kasus Lama Tak Bisa Disidik Lagi

Sidang Praperadilan Kadin Jatim, Saksi Ahli: Kasus Lama Tak Bisa Disidik Lagi

indopos.co.id ndash; Sidang lanjutan gugatan praperadilan perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (3/3/2016), dengan agenda mendengarkan saksi ahli dari pihak pemohon dan termohon.

Pemohon dalam hal ini adalah pengurus Kadin Jatim Diar Kusuma Putra, sedangkan pihak termohon adalah Kejaksaan Tinggi Jatim. Dalam sidang hari ini, Pemohon menghadirkan 2 orang saksi ahli yakni Prof Edward Omar Sharif Hiariej dari Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta dan Dr M Arif Setiawan dari Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta.

Sedangkan termohon menghadirkan 3 saksi ahli yakni Dandeni Herdiana yang merupakan Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus (Kasidik Pidsus) Kejaksaan Tinggi Jatim, Prof Eko Sugitario dari Universitas Surabaya (Ubaya) dan Dr Budiono dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Dari 5 saksi ahli yang diajukan pihak pemohon dan termohon, satu orang saksi yang diajukan pihak termohon yakni Dandeni Herdiana ditolak oleh hakim tunggal Efran Basuning yang memimpin persidangan. Dandeni dianggap tidak berkompeten sebagai saksi ahli karena menjadi bagian dari pihak yang dimohonkan dalam perkara sidang prapreadilan ini.

Dalam keterangannya, saksi ahli dari pihak pemohon Prof Edward Omar Sharif Hiariej memberikan penjelasan mengenai asas nebis in idem yang mempunyai pengertian seseorang tidak dapat dituntut lantaran perbuatan (peristiwa) yang baginya telah diputuskan oleh hakim (sesuai pasal 76 (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana).

Prof Edi, sapaan akrab Edward, menegaskan dalam beberapa contoh kasus, apabila suatu perkara sudah diputus pengadilan, maka dengan otomatis tidak bisa lagi disidik untuk kasus yang sama.

“Jika pada saat dilakukan penuntutan oleh penuntut umum sudah diketahui ada fakta dan perbuatan yang disangkakan namun dengan sengaja tidak dimasukkan dalam penuntutan, maka asas nebis in idem akan diberlakukan, artinya seseorang tidak bisa dituntut apabila perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap,” katanya ketika memberikan keterangan dalam sidang di Ruang Sari II PN Surabaya, Kamis (3/3/2016).

Prof Edi menambahkan, landasan filsafat nebis in idem adalah melindungi martabat hakim, melindungi HAM dari tersangka atau calon tersangka, dan menjaga kewibawaan negara dalam konteks kepastian hukum.

Dalam perkara yang diajukan di persidangan praperadilan ini, dimana pemohon yakni Diar Kusuma Putra sudah menjalani hukuman maka tidak bila lagi disidik untuk kasus yang sama.

Seperti diberitakan sebelumnya, pengurus Kadin Jatim, Diar Kusuma Putra, mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kejati Jatim yang mengusut ulang perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim yang telah inkrah di pengadilan, dan yang telah membuat dirinya menjalani menjadi terpidana dalam perkara tersebut. Diar divonis satu tahun dan dua bulan penjara dengan denda sebesar Rp 100 juta serta harus mengembalikan uang negara Rp 9 miliar sesuai putusan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 18 Desember 2015. Diar pun sudah menjalani hukuman serta mengembalikan uang negara.

Namun, perkara itu kembali dibuka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-86/O.5/Fd.1/01/2016, tanggal 27 Januari 2016 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor No. Print-120/O.5/Fd.1/02/2016 tertanggal 15 Februari 2016 yang dikeluarkan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Sprindik pertama terkait tindak pidana korupsi, dan sprindik kedua tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Saksi ahli kedua, Dr M Arif Setiawan mengatakan bahwa seharusnya Sprindik harus mencantumkan dengan jelas pokok perkara dan identitas pihak-pihak yang dipersangkakan. “Jika tidak, maka kemungkinan untuk terjadinya abuse of power dari penyidik sangat besar karena kasus akan berkembang liar dan melebar ke segala arah. Ini bisa menimbulkan kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM pada pihak-pihak terkait karena akan ada upaya paksa dari penyidik,” paparnya.

Kuasa hukum pemohon, Moh Maruf Syah, mempersoalkan dibukanya kembali perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim dengan diterbitkan dua Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) oleh Kejati Jatim. Selama ini, tidak ada aturan yang jelas batasan (threshold) apa yang harus dicapai sehingga jaksa bisa mengeluarkan Sprindik.

Proses peningkatan status penyelidikan menjadi penyidikan, jelas Maruf, selama ini tidak mempunyai prosedur baku. Sprindik pun bisa dilengkapi atau tidak dilengkapi nama tersangka. Padahal, penerbitan Sprindik berimplikasi besar karena menjadi dasar bagi penyidik untuk melakukan upaya paksa yang berpotensi melanggar hak asasi. ”Termasuk hak asasi klien kami sebagai saksi, khususnya sebagai pihak yang telah menjalani pidananya dalam perkara yang telah berkekuatan hukum tetap pada tahun lalu,” kata Maruf.

Dengan mengajukan gugatan praperadilan, kata Maruf, pihaknya berharap agar termohon menjelaskan mengenai bukti permulaan yang cukup yang menjadi dasar untuk mengeluarkan Sprindik tersebut. ”Karena perkara ini sebelumnya sudah diuji dan memiliki kekuatan hukum yang tetap. Kami ingin menguji apakah proses peningkatan status penyelidikan ke penyidikan yang harus diikuti dengan dua alat bukti atau bukti permulaan sudah terpenuhi atau belum,” kata dia.

Pembelaan dari kejaksaan bahwa terdapat fakta penggunaan dana hibah Kadin Jatim yang tidak digunakan sesuai peruntukannya, yaitu untuk pembelian saham perdana (IPO) Bank Jatim, adalah hasil penyidikan pada perkara ini setahun yang lalu.

Dia menegaskan, fakta-fakta tersebut telah diketahui oleh Termohon dalam pemeriksaan penyidikan perkara ini setahun yang lalu. Jika Termohon berdalil bahwa Pemohon dalam penyidikan kedua ini hanya sebagai saksi, Maruf mempertanyakan bagaimana dengan pengenaan pasal-pasal lainnya. ”Padahal semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh Pemohon adalah satu kesatuan perbuatan dalam satu lingkup waktu yang sama. Bukankah dalam penyidikan perkara yang lalu sudah diketahui perbuatan-perbuatan Pemohon mana yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana, sehingga Pemohon dapat dihukum sesuai dengan kesalahan-kesalahan yang telah ia lakukan. Saya kira jaksa perlu melihat pasal 65 dan 66 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai teori concursus relalis dan concursus idealis. Inilah yang disebut sebagai suatu kepastian hukum, keadilan berdasarkan proses hukum yang professional dan etis,” tegas Maruf. (lis)

Sumber: https://www.indopos.co.id

Hakim Tolak Keterangan Kasidik Kejati Jatim

Surabaya (beritajatim.com) – Persidangan gugatan praperadilan yang dilayangkan Diar Kusuma Putera, Wakil Ketua Umum Kerjasama Antar Provinsi Kadin Jatim (pemohon) terhadap Kejati Jatim (termohon) terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Pada persidangan yang digelar diruang Sari, Kamis (3/3/2016), pihak pemohon maupun termohon sama-sama menghadirkan para ahli. Saksi ahli tersebut adalah Prof DR Eko H Sugitariyo dari Universitas Surabaya (Ubaya), DR Pujiono, SH,M.Hum, Rektor Universitas Diponogoro (Undip). Keduanya adalah ahli yang dihadirkan Kejati Jatim selaku termohon.

Sedangkan DR Edi Syarif Jari,SH, MH, Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) adalah ahli yang didatangkan pihak pemohon.

Dihadapan hakim tunggal praperadilan, Efran Basuning, para ahli ini memberikan pendapat sesuai pemahaman masing-masing.

Mereka memberikan pendapat terkait sah atau tidaknya penyidikan jilid II dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsi dana hibah Kadin tahun 2012, yang digunakan untuk membeli saham Initial Public Offering (IPO) di Bank Jatim.

Tak hanya ahli, pihak termohon juga menghadirkan Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Kejati Jatim, Dandeni Herdiana sebagai saksi fakta.

Namun sayangnya, hakim Efran Basuning menolak keras, Dandeni bersaksi. Mengingat posisi nya sebagai termohon. ‘Sebenarnya yang digugat itu penyidikan anda, dimana anda sebagai manager penyidikannya, jadi saya menolak anda untuk menjadi saksi, dikhatirkan ada ketidaknetralan kalau anda bersaksi,’ujar Efran pada Dandeni.

Usai sidang, Dandeni mengaku kecewa dengan penolakan hakim, mengingat yang disoal oleh pemohon adalah proses penyidikan, sudah sepatutnya dirinya wajib memberikan sebuah keterangan. ‘Cukup janggal alasan penolakannya, tapi saya harus hormati penolakan itu,’ucapnya saat dikonfirmasi.

Dandeni berharap, agar persidangan praperadilan ini berjalan objektif dan tidak mencederai penegakan hukum. ‘Semoga tidak menjadi penerobosan hukum yang menyimpang,’pungkasnya. (uci/kun)

Sumber: https://beritajatim.com

Saksi Jelaskan ”Nebis in Idem”

SURABAYA (BM) ndash; Persidangan gugatan praperadilan yang dilayangkan Diar Kusuma Putera, Wakil Ketua Umum Kerjasama Antar Provinsi Kadin Jatim (pemohon) terhadap Kejati Jatim (termohon) terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Pada persidangan yang digelar diruang Sari, Kamis (3/3), pihak pemohon maupun termohon sama-sama menghadirkan para ahli.Tim kuasa hukum pemohon menghadirkan dua saksi ahli. Mereka adalah Prof Eddi Syarif Jari, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta dan Dr M Arif Setiawan, Dosen Universitas Indonesia (UI), Jakarta.

Dalam keterangan yang disampaikan di muka persidangan, saksi Eddi Syarif mengatakan bahwa setiap terbitnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) seharusnya disertakan juga keterangan nama subyek hukum yang bakal disidik. “Mengacu Due Proccess of Law, menyebutkan Sprindik harus bernama, hal itu untuk kepastian penyidkan ditujukan ke siapa. Munculnya Sprindik tak bernama, akan memicu penyalahgunaan wewenang yang dimiliki aparat,” ujar Eddi.

Ia juga mengatakan, bahwa pra peradilan saat ini mempunyai arti luas paska putusan MK.

Senada dengan saksi Eddi, saksi M Arif Setiawan juga mengatakan bahwa Sprindik tak bernama diibaratkan penyidikan yang dilakukan nantinya seperti bola liar. “Walaupun kewajiban pencantuman nama dalam Sprindik tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), seharusnya hal itu dilakukan, demi jaminan kepastian hukum dan meminimalisir ketidak-cermatan penuntut umum,” ujarnya.

Doktor yang disertasinya mengangkat tema praperadilan ini, juga sempat menjabarkan pengertian nebis in idem. “Apabila ada peristiwa hukum, sudah dilakukan proses persidangan dan putusan, lalu ada delik yang tertinggal maka penuntut melakukan penuntutan kembali, itu namanya nebis in idem,” tambah M Arif.

Tim kuasa hukum termohon juga menghadirkan dua saksi ahli. Mereka adalah Prof H Eko Sugitario, ahli hukum acara pidana dan filsafat hukum Universitas Surabaya (Ubaya) dan Dr Pujiono, ahli hukum pidana dari Universitas Diponegoro (Undip).

Dalam keterangannya, Pujiono berpendapat bahwa Sprindik hanya sebuah sistem administrasi internal disebuah kelembagaan. “Meskipun begitu, Sprindik dapat digunakan penyidik untuk melakukan upaya paksa. Meskipun Sprindik tak bernama tak diatur dalam KUHAP, bukan berarti hal itu dilarang,” ujar Pujiono.

Ia juga berpendapat, bahwa yang layak di praperadilankan bukan sprindiknya, namun tindakan yg dilakukan penyidik yang dianggap tidak sah sesuai aturan.

Sementara itu, Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Kejati Jatim, Dandeni Herdiana, ditolak hakim. Dandeni yang seyogyanya dihadirkan tim kuasa hukum termohon sebagai saksi. Dasar penolakan hakim atas kehadiran Dandeni sebagaai saksi karena Dandeni dianggap sebagai pihak termohon pra peradilan. “Keterangan saudara kan sudah tertuang dalam jawaban yang tim kuasa hukum termohon berikan ke kami. Jadi tidak perlu anda hadir sebagai saksi,” tegas hakim Efran.

Tak menunggu waktu lama, Dandeni langsung berdiri dari duduknya dan melangkah keluar ruang sidang. Argumentasi yang coba disampaikan tim kuasa pemohon, agar Dandeni bisa dihadirkan sebagai saksi, tak dikabulkan hakim.

Seperti diberitakan, Diar Kusuma Putra mengajukan praperadilan penyidikan dugaan korupsi dana hibah Kadin Rp 5 miliar yang dipinjam pakai untuk membeli saham Bank Jatim atas imbauan Gubernur Jatim Soekarwo. Pemohon beralasan kasus itu sudah diusut sebelumnnya dan sudah in kracht. Karena sprindik tanpa nama, Diar khawatir dia akan terjerat lagi jadi tersangka. (spn/nii)

Sumber: https://www.beritametro.co.id