Maknai Hidup dengan Banyak Berbagi fadjar December 1, 2015

Maknai Hidup dengan Banyak Berbagi

Prof Joniarto Parung, Rektor Universitas Surabaya

Maknai Hidup dengan Banyak Berbagi

Pada 15 November lalu, Prof Joniarto Parung genap berusia 55 tahun. Laki-laki yang menjabat rektor Universitas Surabaya (Ubaya) itu tidak ingin muluk-muluk di usianya saat ini. Dia ingin lebih arif memaknai hidup dengan banyak berbagi.

KARIR Joni -sapaan Joniarto Parung- tidak diawali sebagai dosen. Dulu dia adalah seorang tentara yang bertugas di TNI Angkatan Darat. Di kesatuan tersebut, Joni pernah bertugas di Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) Cimahi dan Malang.

Perjalanannya di TNI-AD berakhir setelah mengalami patah tulang pada kaki kanan saat menjalani tugas. Kondisi tersebut membuatnya mengundurkan diri dari TNI-AD. ”Sebelumnya saya masih mengajar tentara tentang peluru kendali,” kata Joni ketika ditemui di ruang kerjanya Selasa lalu (24/11).

Mundur dari dunia militer tidak membuat Joni menjadi pengangguran. Pintu rezeki lain terbuka lebar bagi Joni. Dia mendapat tawaran mengajar di Ubaya pada 1990. Sejak saat itulah, dia mengabdi di perguruan tinggi swasta (PTS) tersebut.

Meski sibuk di dunia akademik, dia tidak melewatkan kegiatan sosial. Bahkan, dia makin aktif. Baik kegiatan di gereja, panti asuhan, maupun panti jompo. ‘Berinteraksi dengan yang membutuhkan,’ tutur ayah Christabel Annora dan Christina Albertina itu merendah.

Tidak berhenti di situ saja. Joni juga membantu pemerintah dalam menyusun sistem distribusi elpiji. Dia menjadi tenaga ahli untuk membantu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar sistem distribusi elpiji terawasi dengan baik.

Dalam berbagai kegiatan yang dilakoninya, penyuka makanan Padang tersebut mengaku tidak bisa jauh dari dukungan keluarga. Bagi Joni, keluarga adalah sosok yang menginspirasi dirinya. ”Mereka memberikan saran yang jujur,’ kata laki-laki yang kerap memberikan khotbah di gereja itu.

Setelah khotbah, Joni sering kali diingatkan putrinya agar bisa melaksanakan apa yang sudah disampaikannya kepada jemaat. Keluarga, kata Joni, menjadi sistem kontrol bagi dirinya. ”Papa bisa menyampaikan itu, harus berani loh ya melakukannya,’ tutur suami Tjatur Agung Setijari tersebut saat menirukan ucapan putrinya.

Kedekatan dengan keluarga tidak berhenti sampai di situ. Menurut laki-laki kelahiran Tana Toraja, Sulawesi, tersebut, keluarga adalah segalanya. Keterbukaan dan kepercayaan menjadi kunci kehangatan dalam keluarga. Bahkan, hal-hal detail tentang putrinya pun Joni tahu. ”Karena putri saya juga tidak menutup diri,” tutur Joni, lantas tersenyum.

Dia berupaya untuk hidup seimbang antara pekerjaan dan urusan rohani. Sikap rendah hati selalu dijaga. Sikap itu menular kepada putrinya. Putri bungsu Joni menempuh pendidikan di Ubaya. Namun, dia tidak ingin diperhatikan atau diistimewakan sebagai anak seorang rektor. ”Jadi, dia pilih turun mobil, lalu jalan kaki beberapa meter menuju kampus,” katanya. (puj/c7/ai)

Sumber: Jawa Pos, 1 Des 2015