Untuk Tunda Maksimal 2 Tahun fadjar September 4, 2015

Untuk Tunda Maksimal 2 Tahun

Ada ungkapan yang menyebutkan, kehidupan nyata dimulai setelah menikah. Para newlyweds harus menghadapi banyak perubahan dalam hidup mereka. Selain itu, pengantin baru harus mulai terbiasa menghadapi pertanyaan ini, kapan punya momongan?

SETELAH menikah, banyak pasangan yang ingin langsung memiliki buah hati. Ada pula yang memilih menunda. Memang, memiliki momongan butuh persiapan khusus. ‘Bukan cuma mental, fisik dan pendukung lain juga harus siap,’ tegas Prof Dr dr Budi Prasetyo SpOG(K).

Spesialis kebidanan dan kandungan RSIA Kendangsari tersebut menjelaskan, perempuan masa kini berbeda dengan zaman dulu. Banyak yang memilih tetap berkarir dan bekerja setelah menikah. Nah, menurut Budi, regulasi atau aturan dari perusahaan tempat si perempuan bekerja wajib diperhatikan.

‘Beberapa perusahaan mewajibkan tidak boleh menikah sebelum beberapa tahun bekerja,’ lanjutnya. Dalam kondisi seperti itu, Budi menyarankan untuk menunda kehamilan. Caranya adalah menggunakan alat kontrasepsi. Beragam alat kontrasepsi bisa dipilih, terutama untuk program penundaan jangka pendek.

Alumnus Universitas Airlangga tersebut menjelaskan, pemilihan alat kontrasepsi berdasar pada tiga hal. Yakni, lama penundaan, masa subur, serta adanya penyakit dasar terhadap suami maupun istri. Namun, yang wajib dicermati, program penggunaan alat kontrasepsi tersebut sebaiknya tidak lebih dari dua tahun. Kalau kebablasan, pasangan justru akan sulit mendapat momongan.

Di antara banyak pilihan, Budi menganjurkan penggunaan kondom. Selain mudah didapat, penggunaannya minim risiko. Untuk perempuan, dokter berusia 52 tahun itu menyarankan pil KB kombinasi. ‘Pil KB kom binasi punya waktu recovery yang lumayan singkat. Jadi, setelah tiga atau empat bulan, normalnya mereka bisa hamil,’ paparnya.

Buat yang memang merencanakan segera punya momongan, Budi menganjurkan persiapan prakonsepsi. Pemeriksaan lab tersebut bertujuan untuk mendeteksi adanya virus Torch, kondisi rahim, dan ovum. Bagi suami, screening bertujuan untuk mengetahui kualitas sperma dan penyakit yang berpotensi menular.

Selain fisik, persiapan finansial harus dirancang dengan detail. ‘Harus punya plan yang kuat. Sebab, saat memiliki momongan, pengeluaran akan melonjak. Padahal, dana yang masuk relatif sama,’ ucap Felizia Arni Rudiawarni, financial planner se ka ligus dosen Jurusan Akuntansi Universitas Surabaya.

Dia menyatakan, pengeluaran akan lebih, bahkan sebelum bayi lahir. Dia menyarankan para pasangan muda tersebut memiliki tabungan bersama. ‘Harus blak-blakan tentang pengeluaran, pemasukan, dan rencana lain. Seperti keinginan punya rumah atau kendaraan,’ ungkap ibu dua anak tersebut. Dengan begitu, pemasukan bisa diolah secara pas tanpa harus hidup dengan biaya mepet, apalagi berutang.

‘Setelah anak lahir, mereka punya banyak kebutuhan. Saat besar, mereka harus sekolah. Hal seperti itu harus mulai dipikirkan,’ tutur Felizia. Nah, dia menyarankan tiap pasangan mulai mengubah pola menabung. Jika dulu orang tua menyarankan ‘sisanya ditabung’, kini kebiasaan tersebut harus dibalik. Dahulukan menabung, sisanya digunakan untuk kebutuhan lain. ‘Kalau ternyata ada lebihnya lagi, bisa digunakan untuk investasi. Baru lifestyle,’ kata Felizia. (fam/c19/jan)

Sumber: Jawa Pos, 20 Agustus 2015