Presiden Jokowi Mesti Buktikan Isi Pidatonya fadjar August 20, 2015

Presiden Jokowi Mesti Buktikan Isi Pidatonya

JAKARTA – Presiden Joko Widodo diharapkan bisa mengimplementasikan isi pidato kenegaraan Hari Ulang Tahun ke-70 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di depan sidang bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Apalagi di akhir pidatonya, Jokowi menyampaikan terima kasih atas ketulusan, kesabaran, dan optimisme seluruh rakyat Indonesia sehingga pemerintah mempunyai ruang untuk melakukan transformasi fundamental perekonomian nasional. Demikian pendapat pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto dan ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ahmad Maruf yang dihubungi, Jumat (14/8).

Menurut Wibisino, pidato presiden harus dibuktikan dalam kebijakan yang nyata. Sebab, selama ini selalu bertolak belakang, seperti impor pangan yang tetap jalan dan menghabiskan devisa negara. “Akibatnya petani kita terbaikan dan kita masuk dalam perangkap negara-negara produsen pangan,” katanya.

Selain itu, penguatan perbankan juga tidak dilakukan. Akibat bahaya bagi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) karena akan menanggung bank yang kolaps begitu saja tanpa persiapan yang matang.

Padahal, jika LPS dilibatkan bisa memberikan masukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK ) terkait dengan kebijakan pelonggaran loan to value kredit properti, pelonggaran ketentuan jaminan dan restrukturisasi utang atau penanganan kredit macet (net performing loan/NPL) yang semu.

“Fungsi bank sebagai intermediasi disalahgunakan untuk kredit properti sehingga memicu terjadinya bubble property, bukan untuk ekonomi berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dan kebijakan itu tidak produktif,” ujar Wibisono.

Wibisino juga menyayangkan pidato presiden tidak kongkrit menjelaskan langkah pemerintah mengantisipasi dampak El Nino.

“Dampak El Nino hanya disinggung sedikit tapi tidak menjelaskan bagaimana langkah pemerintah mengurangi dampak dari kekeringan dan sawah yang puso. Pemerintah juga tidak menjelaskan bagaimana menyelamatkan petani,” ungkapnya.

Dijelaskan, kalau hanya bantuan traktor tidak akan selesai dan tidak akan mengurangi kerusakan dan kemiskinan petani.

“Faktanya petani hingga kini harus menghadapi tantangan alam, kekurangan modal dan kejahatan kartel impor. Padahal kenyataan yang dihadapi petani ini merupakan kewajiban negara dan rakyat sudah menunjuk tangan kepada Jokowi untuk merealisasikan janji kampanyenya,” kata Wibisono.

Sulit Sembuh

Sementara itu, Ahmad Maruf menyatakan, secara hitungan politik, dukungan partai, amunisi kekuatan biaya kampanye, Jokowi yang tidak didukung konglomerasi kemudian memenangkan pemilihan presiden menjadi fenomenal karena murni dukungan rakyat yang sesungguhnya mengharapkan terjadi perubahan mendasar.

“Namun, kita patut prihatin dengan langkah presiden yang memberikan tanda jasa kepada pengusaha bukan kepada rakyat atau petani yang telah matimatian mendukungnya. Apakah Jokowi memunyai hati untuk melihat hal seperti ini?” ujarnya.

Lagi pula, imbuhnya, kualifikasi mereka yang mendapat bintang jasa apakah sudah memenuhi syarat yang mendasar, yaitu bebas dari korupsi, bebas dari kewajiban utang kepada negara, terutama dalam melunasi sepenuhnya kewajiban Kredit Likuiditas Bank Indonesia dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (KLBI/BLBI) yang sudah bunga-berbunga menjadi ribuan triliun rupiah dan telah menjadi beban negara.

Maruf menilai, kalau setiap pemimpin baru yang menang dalam pemilihan karena didukung rakyat jelata tapi kembali kepada pelukan lingkaran oligarki maka Indonesia akan sulit sembuh dari kecanduan berutang dan impor.

“Indonesia juga akan sulit menuju negara maju dari negara yang terbelakang, sulit surplus dari negara yang konsumtif, dan sulit menjadi eksportir. Indonesia juga akan sulit menjadi negara yang memunyai added value product,” paparnya.

Maruf menambahkan, pidato Jokowi yang kembali mengulang revolusi mental menjadi kurang bermakna. Sebab, rakyat sudah lebih dari siap namun pemerintah tidak berbuat, hanya bicara saja.

‘Rakyat tidak bisa melakukan apa-apa kalau pemerintah tidak mulai segera melakukan. Pemerintah adalah pilot. Revolusi mental itu seperti pesawat terbang menjurus ke utara, tapi pesawatnya menuju selatan sampai tenggelam. Apakah rakyat sebagai penumpang berdaya mengelak bencana yang akan datang ini?” n YK/SB/AR-2

Sumber: https://www.koran-jakarta.com