Jangan Ganggu Hak Dasar fadjar April 20, 2015

Jangan Ganggu Hak Dasar

Dalam mendidik anak, konsep reward and punishment memang tidak terpisahkan. Selain memuji keberhasilan dan mengapresiasi tindakan anak, terkadang orang tua perlu memberikan hukuman untuk memberikan efek jera.

JIKA mendengar kata hukuman, yang terbayang adalah sesuatu yang menyakiti atau perlakuan kasar terhadap seseorang. Beberapa orang tua terkadang sengaja menghindari bentuk hukuman dengan alasan tidak mau membuat anak trauma.

Sebagian lagi bahkan acap memberikan hukuman dengan alasan kedisiplinan. Sebenarnya, pada kondisi apa dan bagaimana orang tua diperkenankan menghukum anak? Sebelum membahas lebih lanjut, perlu dipahami, meng hukum adalah salah satu tindakan yang diperbolehkan. Menghukum bisa dimaknai sebagai cara untuk memberikan efek jera berupa konsekuensi negatif kepada anak.

Menurut Nurlita Endah Karunia, psikolog perkembangan keluarga dan perkawinan Universitas Surabaya, hu ku man diperbolehkan selama tidak mengganggu hak-hak dasar anak. ”Hak-hak dasar ini misalnya makan, men da pa tkan ilmu, istirahat, dan lain-lain,” ujar ibu dua anak itu.

Pada dasarnya, terang Nurlita, ada dua hal yang mendasari orang tua dapat menerapkan hukuman. Pertama, anak berperilaku membahayakan secara fisik dan psikologis. Kedua, anak melakukan sesuatu yang melanggar norma-norma umum di masyarakat.

Contoh tindakan berbahaya secara fisik adalah menggunakan benda tajam atau aliran listrik, sementara yang membahayakan psikologis dapat berupa perilaku mengumpat atau mengejek teman sebaya. ”Tindakan yang melanggar aturan masyarakat misalnya berkelahi, mencuri, dan lain-lain,” ungkapnya.

Namun, pemberian hukuman terbaik adalah melalui pembahasan dan kesepakatan sebelumnya. ”Tidak fair jika orang tua tiba-tiba mencubit atau menghukum anak sebelum ada penjelasan sebelumnya,” papar Nurlita. Penjelasan yang dimaksud merupakan komunikasi dua arah antara orang tua dan anak. Orang tua wajib menjelaskan mengapa perilaku tersebut dilarang serta sebab dan akibat yang ditimbulkan dari perilaku tersebut.

Setelah menjelaskan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kesepakatan tentang tahap pemberian hukuman. ”Jadi, mengingatkan anak juga sudah termasuk bentuk hukuman,” ujar perempuan 31 tahun itu.

Terakhir, penting bagi orang tua konsisten terhadap perjanjian yang disepakati. Misalnya, jika disepakati tidak boleh menyentuh gadget saat berada di meja makan, orang tua juga dapat dihukum bila melanggar aturan. (rim/c11/dos)

Ajarkan Negosiasi, Bukan Paksaan

ORANG tua wajib memberikan penjelasan sebelum melayangkan hukuman. Terkait hal tersebut, ada dua kondisi yang mungkin dapat terjadi. Pertama, secara situasional. Yaitu, orang tua dapat memberikan penjelasan terhadap hal yang baru kali pertama ditemui sang anak. Misalnya, bagaimana menghormati orang yang baru dikenal atau berbagi mainan.

Kedua, kesepakatan hukuman terhadap hal-hal yang telah dipersiap kan. Contohnya, saat mulai bersekolah, anak harus patuh pada peraturan jam main, jam tidur, merapikan buku, dan lain-lain. Penjelasan dan kesepakatan dapat dilakukan jauh-jauh hari dan orang tua dapat mengontrol dengan membuat catatan yang dapat dilihat sepanjang waktu.

Sesekali orang tua juga perlu membiarkan anak merasakan dampak negatif dari melanggar aturan. ‘Misal, saat anak tetap tidak membereskan mainan setelah diingatkan, orang tua bisa menyembunyikan mainan itu agar anak merasa kehilangan. Itu juga bisa jadi bentuk hukuman,’ ujar Nur lita.

Sedikit menunda kesukaan anak juga termasuk salah satu jenis hukuman. Misalnya, menggeser jadwal rekreasi seminggu lebih lama atau memundurkan jam menonton televisi satu jam lebih lambat. Hindari hukuman kekerasan fisik seperti memukul atau kekerasan verbal seperti memaki.

‘Orang tua dapat mengajarkan negosiasi dan tawar-menawar. Jangan memaksakan. Itu akan menjadikan anak menganggap paksaan adalah wajar,’ ujar lulusan magister Psikologi Universitas Surabaya itu.

Salah satu metode yang paling banyak digunakan di dunia adalah time-out, membiarkan anak di suatu tempat untuk merenungkan masalahnya. Metode ini juga disebut ‘kursi hukuman’ dengan menempat kan anak pada sebuah kursi di suatu sudut rumah yang disepakati sebagai sudut hukuman.

Aturlah waktu sesuai perjanjian berapa lama mereka harus duduk di kursi tersebut. Artis Inggris Victo ria Beckham adalah salah satu yang menggunakan metode kursi hukuman di keluarganya. Sementara itu, bintang Hollywood Jennifer Lopez lebih sering menyita mainan atau gadget sang anak saat kedapatan melanggar aturan.

Selain dengan hukuman, mendidik dengan cara-cara positif memang yang paling dianjurkan. ‘Anak paling butuh pengalaman keberhasilan. Jadi, bagi orang tua, tetaplah fokus kepada rewarding lebih dulu sebelum mulai ke punishment,’ ujar perempuan yang berprofesi sebagai dosen itu. (rim/c17/dos)

Jawa Pos, 17 April 2015