Pejabat Abaikan Petani, Kedaulatan Pangan Terancam fadjar April 9, 2015

Pejabat Abaikan Petani, Kedaulatan Pangan Terancam

Pangan Nasional | Presiden Mesti Reformasi Total Pertanian dan Perdagangan Pangan Nasional

JAKARTA ndash; Pemerintah Indonesia harus menyadari bahwa pangan bukan sekadar komoditas ekonomi melainkan bernilai strategis dalam rangka menjaga kedaulatan negara. Jaminan pangan atau food security adalah kunci stabilitas keamanan nasional yang bernilai lebih strategis ketimbang alat utama sistem persenjataan (alutsista). Sejarah dunia mencatat pemerintahan satu negara bisa jatuh bukan karena invasi negara lain, melainkan akibat rakyat kurang gizi, kemiskinan, dan pangan.

Guna mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pangan, pemerintah mesti merealisasikan amanat Undang-Undang Pangan No 18 Tahun 2012, yakni membentuk Badan Pangan Nasional. Lembaga otoritas ini mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pangan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Menyusul terbentuknya badan otoritas pangan ini, menteri terkait impor harus diganti dengan tokoh yang mengerti dan peduli terhadap pertanian. Kegiatan menteri yang dimaksud akan dipantau langsung oleh badan pangan nasional setiap bulan.

Terkait dengan lembaga pangan, pakar pertanian UGM Yogyakarta, Jangkung Handoyo Mulyo, mengatakan pemerintah harus segera melaksanakan perintah UU Pangan itu, dibarengi dengan pembentukan tim independen data pangan nasional.

“Kita perlu duduk bersama untuk secara jujur mengakui bahwa kita tidak memiliki data yang akurat dan terpercaya terkait berapa sesungguhnya kebutuhan gula nasional dan berapa yang bisa dipenuhi oleh petani dan industri gula dalam negeri. Data ini sangat vital sebab dari daya inilah setiap kebijakan dirumuskan,” kata dia saat dihubungi, Rabu (8/4).

Jangkung menambahkan dalam kasus gula ada kebutuhan direct consumtion atau gula yang langsung dikonsumsi oleh masyarakat dan gula indirect consumption yakni gula yang menjadi kebutuhan industri makanan dan minuman.

“Pertanyaan terbesar yang tidak pernah dijawab oleh negara dan bangsa kita adalah apakah data-data yang dipakai untuk impor atau tidak impor itu reliable atau tidak? Atau jangan-jangan hanya memenuhi kebutuhan para pemburu rente,” papar dia.

Jika data tidak reliable, kata Jangkung, ini sangat berbahaya sebab menyangkut harkat hidup orang banyak. Sebab, gula adalah salah satu bagian penting dari kebutuhan pangan masyarakat, dan juga masih menjadi andalan begitu banyak petani tebu.

“Artinya kita membutuhkan tim independen yang integritasnya sudah tak boleh dipertanyakan lagi. Dari data pangan inilah kemudian Badan Pangan Nasional seperti amanah UU Nomor 18/2012 tentang Pangan bisa merumuskan kebijakannya,” jelas dia.

Jangkung menyatakan rakyat dan elit negeri ini harus sadar bahwa pangan bukan sekadar komoditas ekonomi melainkan bernilai strategis dalam rangka menjaga kedaulatan negara. “Maka kalau kita terus mengandalkan impor, terus takluk pada rent seeking, masa depan bangsa dan negara sedang digadaikan. Mau punya uang 1 triliun kalau pangan yang mau diimpor tidak tersedia, tidak ada, apa mau diganti dengan makan roda mobil?”

Berpotensi Gagal

Menurut Jangkung, rakyat Indonesia mendambakan elit pemerintahan dengan sifat kenegarawanan yang kuat, berpikir dan bertindak demi masa depan bangsa secara sungguh-sungguh. Pangan, air, energi, lingkungan dan hak asasi manusia (HAM) menjadi urusan yang harus dijaga oleh siapapun pemimpin negeri ini yang memiliki sifat kenegarawanan.

‘Rent seeking harus disingkirkan dari urusan bangsa ini. Pangan adalah prioritas tertinggi dari segala urusan bernegara, maka rent seeking benar-benar harus diusir dari urusan pangan,” tegas dia.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya, Wibisono Hardjopranoto, menambahkan program kemandirian pangan pemerintah berpotensi gagal bila koordinasi lintas sektor yang terkait lemah. “Kondisi ini karena tidak ada satu pun pembantu presiden yang mampu dan peduli kepada petani,” kata dia.

Di hati dan pikiran oknum pejabat, lanjut Wibisono, hanya memperkaya diri dan kroninya sehingga mata menjadi buta, kuping menjadi tuli, hati menjadi batu karena egoisme dan pikiran menjadi gelap karena linkungan gelap. “Seharusnya hal itu yang menjadi prioritas revolusi mental yang sebenarnya,” ujarnya.

Menurut dia, slogan nawa cita tidak mempunyai nilai karena tidak memiliki roh kebenaran. Akibatnya, rakyat harus berjuang dan menuntut ditegakkannya Trisakti guna menghayati Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia. “Ironis Panglima TNI lebih mendalami makna dan esensi pentingnya jaminan pangan nasional daripad seluruh menteri selama belasan tahun,” tukas dia. Oleh karena itu, Panglima TNI patut diikutsertakan sebagai anggota ketua tim Badan Pangan Nasional. YK/SB/WP

Sumber: https://www.koran-jakarta.com