Mahasiswa Dunia Bertemu di Ubaya fadjar March 17, 2015

Mahasiswa Dunia Bertemu di Ubaya

MOJOKERTO – Apa jadinya jika mahasiswa lintas kampus dan lintas negara bertemu? Tentu seru. Mereka yang muda serius menyusun proposal, kemudian akan diaplikasikan di kampung halaman.

Ini terlihat dari berlangsungnya ASEAN Youth Energy Institute (YEI)2015. Acara yang dimulai kemarin hingga 17 Maret 2015 di Universitas Surabaya Training Center (UTC), Trawas, Mojokerto, ini melibat perwakilan mahasiswa beberapa kampus negeri dan swasta di Tanah Air. Selain itu, perwakilan mahasiswa dari Filipina serta Vietnam.

”Ada dua hal berkaitan dengan kegiatan ini sehubungan dengan energi terbarukan. Untuk antisipasi kelangkaan energi fosil yang menimbulkan dampak lingkungan. Ada batubara, gas alam, dan minyak bumi. Keberadaannya terbatas dan akan habis. Kalau habis akan jadi masalah besar lokal, regional, nasional, dan internasional,” tutur Kepala Pusat Studi Energi Terbarukan Ubaya Elieser Tarigan ditemui pada hari pertama ASEAN YEI, kemarin.

Minyak bumi paling cepat habis 20 tahun lagi, gas alam 20 tahun, dan batubara 30 tahun. Meski cukup hingga puluhan tahun mendatang, energi tidak terbarukan itu membawa dampak lingkungan, yakni pemanasan global. Hal kini mendesak adalah penghematan sumber energi sudah ada dan mencari sumber energi baru yang bersih.

”Karena itu, mahasiswa lintas kampus di Indonesia dan lintas negara akan mencari, menetapkan, dan membuat proposal, yang selanjutnya mengaplikasikan di negaranya. Pemerintah Amerika Serikat digandeng untuk program ini,” kata Elieser. Selama camping di UTC, mahasiswa mengampanyekan lingkungan dan potensi sumber energi baru.

Ada geotermal, angin, tenaga surya, mikro hidro, energi pertemuan arus laut, dan lainnya. Mungkin tak berdampak langsung saat ini, tapi untuk ke generasi berikutnya agar keberadaan sumber energi baru menarik perlu dikaitkan dengan ekonomi bisnis. ”Dari besarnya potensi geotermal, kita selama ini hanya dapat gempa, ledakan gunung.

Wilayah kerja pertambangan (WKP) di Indonesia sendiri belum dieksplorasi karena terkait perizinan lintas kementerian,” kata pria asli Tanah Karo ini. Selama ASEAN YEI, peserta juga membuat prototipe pembangkit listrik tenaga angin dan tenaga surya. William Alex Ginardy Lie, Project Manager ASEAN YEI menyebut, mahasiswa asing ada dari Filipina dan Thailand.

”Dari universitas di Indonesia ada dari Bandung, Surabaya, Makassar, Yogyakarta. Yang kami nilai adalah aksi mereka dalam sebarkan informasi dan sebarkan potensi energi baru dan mengaplikasikannya di lingkungan,” kata William. Konsul Jenderal Amerika Serikat di Surabaya Joaquin Monserrte menyatakan,

program ini untuk melancarkan komunikasi dengan pemuda di Asia Tenggara untuk kepentingan lingkungan, energi, ekonomi, dan isu maritim. ”Kami hanya mau fasilitasi dialog antarmereka agar bisa bahas prioritas di negara mereka. Mahasiswa ini tak hanya sebagai tokoh masa depan di negaranya, tapi negara lain di Asia Tenggara. Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, dan lainnya,” ucapnya.

Soeprayitno
Sumber: https://www.koran-sindo.com

Krisis Energi
Amerika Kumpulkan Para Mahasiswa ASEAN di Trawas, Mojokerto

SURYA.co.id | SURABAYA – Amerika Serikat mengumpulkan puluhan mahasiswa Asia Tenggara dalam sebuah forum yang dinamai ASEAN Youth Energy Insitute di Kampus III Universitas Surabaya (Ubaya) Training Center, Trawas, Mojokerto, Sabtu (14/3/15).

Mereka ditantang untuk mengembangkan potensi kekayaan alam Indonesia, dengan memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan sebagai upaya mengantisipasi krisis energi fosil seperti batu bara, gas alam, minyak bumi yang berangsur habis.

Perlu langkah konkret untuk mencari sumber energi baru, ramah lingkungan, dan selalu tersedia. Nantinya, para mahasiswa dari tiga negara yakni Filipina, Vietnam dan Indonesia harus membuat proposal terobosan masalah tersebut.

Acara ini yang diongkosi secara penuh oleh alumni pertukaran pelajar Amerika Serikat (YSEALI) dan didukung oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Indonesia.

Konsul Jenderal (Konjen) AS di Surabaya, Joaquin Monserrate, memaparkan, kebutuhan energi di Asia Tenggara sangat luar biasa, sejak tahun 90an terus meningkat hingga 5 kali lipat.

“Kapasitas negara- ini terbatas, perlu cari terobosan baru. Apalagi Indonesia negara maritim, pemasok terbesar energi fosil dunia,” ungkapnya saat membuka acara.

Sementara, Ketua Pusat Studi Energi Ubaya, Elieser Tarigan, menambahkan bahwa energi fosil diprediksi habis puluhan tahun ke depan.

Sumber: https://surabaya.tribunnews.com

“Persediaan minyak bumi segera habis kurang dari 20 tahun, gas alam sekitar 30 tahun, dan batu bara sekitar 70-80 tahun,” ungkap Tarigan.

Itu sebabnya, lanjut Tarigan, perlu upaya hemat energi serta pemanfaatan berbagai sumber daya seperti pegunungan yang menyimpan potensi besar dan bisa didapatkan gratis.

Energi terbarukan bisa berupa pemanfaatan tenaga matahari, angin, air, gas, laut, bahkan geotermal (gunung api).

Selama ini cuma dampak negatif geotermal yang dirasakan, seperti semburan lumpur Lapindo, gempa, tsunami. Padahal bila diolah secara benar, sumber tenaga luar biasa ini akan sangat menguntungkan.

Menanggapi hal itu, Joaquin bercerita saat bertemu investor asing yang ingin bekerjasama memaksimalkan kekuatan angin dan ombak di Indonesia Timur, seperti Makassar dan Maluku. Ia menegaskan, kekayaan alam inilah yang membuat Indonesia dilirik negara lain.

Sumber: https://surabaya.tribunnews.com