Soal Laporan Guru Tentang Perilaku Anak di Sekolah fadjar January 12, 2015

Soal Laporan Guru Tentang Perilaku Anak di Sekolah

Responsif Perlu, Reaktif Jangan

Mendapat laporan guru bahwa si kecil ”bertingkah” di sekolah, mungkin saja hati langsung deg…. Entah karena tidak terima anak kita dianggap seperti itu. Atau, justru malu dan tak sabar ingin memarahi si kecil. Tenangkan diri Anda. Cuek bukan solusi, tapi reaktif juga sangat tidak baik bagi perkembangan diri buah hati.

TIDAK biasanya guru Alit menelepon dan berkata ingin bertemu di sekolah untuk berbincang. Saat bertemu, guru memberi tahu bahwa Alit akhir-akhir ini suka berulah. Sudah beberapa kali diberi tahu, tetap saja Alit suka merebut makanan temannya. Bunda Alit tidak percaya. Dia menjelaskan dengan sengit kepada sang guru bahwa anaknya tidak pernah kekurangan makanan. Sementara itu, dia tidak sabar untuk memarahi Alit karena perbuatannya yang dianggap memalukan itu.

Tidak semua orang tua seperti itu, memang. Namun, ilustrasi di atas kerap terjadi pada orang tua saat guru melaporkan perilaku ‘tidak baik’ anaknya di sekolah. Mulai hal-hal kecil seperti terlalu banyak omong di kelas, tidak bisa duduk manis, hingga yang cukup mengkhawatirkan seperti bertengkar hebat, menyontek, sampai disangka ‘pacaran’.

Psikolog pendidikan Aniva Kartika SPsi MA menerangkan bahwa hubungan guru-orang tua harus dipahami sebagai bentuk kerja sama untuk membimbing anak dalam proses tumbuh kembangnya, apalagi untuk anak usia balita

‘Tidak perlu defensif. Sebab, kebanyakan guru menyampaikannya untuk didiskusikan. Orang tua bisa melakukan klarifikasi bagaimana sudut pandang sang guru dan apa yang sebenarnya ada di benak anak,’ ungkap dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) tersebut. Orang tua perlu masuk ke dunia anak supaya mengerti sudut pandang mereka. Menurut dia, setiap orang tua punya trik yang berbeda untuk membuat anaknya bercerita dan memberinya pengertian yang baik.

‘Penting membuat mereka merasa rileks dan menceritakannya tanpa beban. Jangan langsung ditanyakan permasalahannya, digiring saja. Kita akan mengetahui alasannya,’ imbuh psikolog Maria Farida SPsi.

Langsung mendudukkan si anak saat pulang sekolah lalu menanyainya juga kurang baik. Meski nada orang tua tidak marah-marah dan berbicara baik-baik, hal itu tetap saja membuat anak merasa tegang. ‘Ini membuatnya merasa tertuduh dengan didudukkan. Kecemasannya meningkat dan merasa tidak dihargai,’ ungkapnya.

Klarifikasi selanjutnya bisa dilakukan orang tua dengan sesekali menengok anaknya di sekolah. ‘Melihat bagaimana, sih, anaknya yang katanya sering bertengkar atau usil ke temannya. Sering kali anak melakukannya karena ingin diperhatikan orang tuanya saja,’ jelas pimpinan klinik tumbuh kembang Mother Maria tersebut. Dengan begitu, orang tua bisa tahu duduk permasalahan secara jelas dan memilih nasihat yang tepat untuk anaknya.

Saat memberitahukan kesalahannya, ada baiknya anak juga diberi kesempatan untuk menawarkan solusi. ‘Ini bagus untuk mengajarinya memahami permasalahan dan menciptakan solusi. Kita sebagai orang tua mengarahkan. Dari sini, dia belajar mengambil keputusan juga,’ ungkapnya. Permasalahan anak tidak perlu dibesar-besarkan karena semua merupakan proses belajar. Sebaliknya, orang tua juga tidak boleh menganggap hal itu sepele dengan tidak berbuat sesuatu.

Di sisi lain, psikolog Aniva menegaskan bahwa guru juga tidak boleh dengan mudah melabeli siswanya. Perilaku anak di kelas bisa terjadi karena murid bermasalah, namun juga bisa karena permasalahan gurunya sendiri. ‘Harus introspeksi diri dulu. Biasanya pemanggilan orang tua dilakukan setelah tahap yang ditempuh guru sudah tidak berhasil. Jadi, saat berbicara dengan orang tua, sifatnya diskusi yang solutif,’ katanya. (puz/c17/dos)

Dos and Don’ts bagi Bunda

Don’t

– Memarahi anak di depan guru atau temannya sesaat setelah ”insiden”.

– Langsung memutuskannya bersalah, lalu menasihati.

– Memanggilnya dalam suasana serius dan tegang untuk ditanyai.

– Memulai pembicaraan saat pulang sekolah atau kursus.

– Bertanya terlalu banyak sehingga mirip interogasi.

– Menganggapnya wajar saja dan tidak berbuat apa-apa.

– Marah kepada guru dan melindungi anak tanpa berusaha mencari tahu dulu.

Dos

– Diskusi terbuka dengan kepala dingin terhadap guru.

– Lakukan observasi di sekolah, bisa juga bertanya secara tersamar kepada temannya.

– Carilah cara atau kegiatan yang paling dia sukai untuk membuatnya nyaman dulu.

– Mulailah memancing saat hatinya tenang sehingga anak mau bercerita banyak.

– Lakukan bergiliran. Biarkan dia bercerita hingga selesai, baru kita menasihati.

– Berilah kesempatan untuk menawarkan solusi.

– Bersikaplah objektif. Jangan segan untuk berdiskusi ulang dengan guru.

Bagaimana Cara Menasihati Anak?

Cindy Purnamasari, 29, bunda Reiner Dominic (2,5)

”Anak saya suka buku cerita bergambar dan didongengi. Banyak bukunya yang bertema sekolah atau kegiatan di kelas. Jadi, saya menasihatinya sambil mendongeng kepadanya. Nanti dia pasti terpancing bercerita juga serta bertanya yang boleh dan tidak boleh.”

Hayuning Dewi Purnama, 32, bunda Taj Mirella (4) dan Taj Mikhaella (6)

”Lewat menggambar atau mewarnai. Mereka suka sekali kegiatan itu. Biasanya saya minta mereka menggambar sesuatu, lalu menjelaskan yang baik dan buruk lewat gambar mereka. Minta gambar yang sederhana saja.”

Indira Dominika, 34, bunda Gaia Kenina (12) dan Kellu Kenina (10)

”Saya ingin jadi pendengar yang baik dulu dari anak saya. Setelah les, mandi, dan makan malam, biasanya kami punya waktu santai di kamar masing-masing. Saat itulah saya akan memancing. Membuat suasana tegang, menurut pengalaman saya, malah bikin mereka bohong.”

Sumber: Jawa Pos, 9 Januari 2015