Inovasi Ubaya untuk Subsidi BBM Tepat Sasaran fadjar November 21, 2014

Inovasi Ubaya untuk Subsidi BBM Tepat Sasaran

SURABAYA – Saat ini tercatat ada setidaknya 12 juta mobil yang seharusnya menggunakan Pertamax malah memakai Premium. Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang tidak tepat sasaran inilah yang menjadi alasan pemerintah menaikkan harga BBM.

Alumnus Universitas Surabaya (Ubaya) Sugiharto Tjokro, pun menawarkan solusi. Lulusan Jurusan Teknologi Informatika tersebut membuat alat untuk mengontrol subsidi BBM agar tepat sasaran.

Sugiharto menjelaskan, alat ini terbuat dari bahan plastik yang diletakkan di dalam tangki mobil. Diameter lubang dari alat ini diatur sesusai dengan nozzle Pertamax di SPBU.

‘Tutupnya bisa diisi dengan magnet, sehingga ketika mobil yang seharusnya menggunakan Pertamax kemudian diisi Premium akan terjadi gaya tolak menolak,’ kata pria Sugiharto, Kamis (20/11/2014).

Penempatannya di tangki mobil dilengkapi dengan segel pada tutup yang terintegrasi dengan sistem. Sistem tersebut mencatat berapa jarak dalam spidometer. Dan jika segel rusak, maka pemilik kendaraan akan dikenakan denda.

Tutup tangki ini juga dilengkapi dengan katup yang bisa dibuka ketika nozzle dari SPBU pas dengan diameter lubang. Ketika didorong oleh nozzle di SPBU, maka katup akan terbuka dan tangki bisa diisi.

‘Jika pengguna Pertamax memaksakan untuk mengisi premium maka nozzle tidak bisa masuk. Selain payung hukum, harus ada kebijakan untuk standarisasi nozzle SPBU se-Indonesia. Dengan demikian, BBM bersusidi akan tepat sasaran,’ jelasnya.

Sugiharto mengklaim, alat buatannya tergolong sederhana dan mudah diaplikasikan dibanding dengan teknologi Radio Frequency Identification (RFID). Sistem RFID cenderung rumit dan tidak mudah diterapkan. Selain itu, tidak ada payung hukum untuk RFID sehingga masyarakat tidak ada paksaan untuk memasangnya.

‘Kalau masyarakat Indonesia sudah bisa sadar, enggak masalah. Mereka belum sadar bahwa masih mengkonsumsi BBM bersubsidi,’ ujarnya.

Tiap unit alat buatan Sugiharto ini dibanderol Rp200 ribu. Tetapi, jika diproduksi massal, maka harga jualnya akan lebih murah.
(rfa)

Sumber: https://news.okezone.com