International Best Paper berkat Manfaat Pisang fadjar August 22, 2014

International Best Paper berkat Manfaat Pisang

SURABAYA ndash; Bagi banyak orang, penghargaan internasional baru sebatas harapan. Namun, dosen Universitas Surabaya, Tjie Kok, telah meraihnya dalam sebuah konferensi teknologi di Thailand akhir Juli. Dia meraih the best paper untuk tulisan tentang kaitan antara pisang dan logam berat.

Laki-laki yang berprofesi dosen biologi Fakultas Teknobiologi Ubaya tersebut mengangkat ide pemanfaatan tanaman pisang untuk mengatasi pencemaran logam berat. Judul paper Tjie Kok adalah Rooting and Acclimatization of The Selected Cultures of Musa Paradisiaca in Media Containing Copper Ions.

Dia menampilkan paper itu dalam International Conference on Challenges in Information Technology, Engineering, and Technology (ICCIET 2014). ‘Saya satu-satunya peserta dari Indonesia,’ papar laki-laki yang juga menjabat wakil dekan tersebut.

Peserta lain berasal dari Amerika Serikat, Jerman, Belanda, India, Pakistan, Australia, sampai Afrika. Bangga? Tentu saja. Ide meneliti kaitan logam berat dan pisang datang setiap melewati sungai-sungai di Surabaya. Dia melihat banyak pencemaran, sampah berserakan, warna tanah berubah, dan sebagainya.

Di antara semua fenomena itu, pisanglah yang mampu tetap tumbuh. Tjie pun mencoba mengaitkannya dengan teori-teori dalam paper-nya. Hasilnya, pisang memang bisa mereduksi kadar logam berat dalam tanah. Bahkan, kandungan logam berat bisa di-recycle menjadi ion logam berat yang berguna untuk penelitian.

Caranya adalah membuat kultur jaringan tanaman pisang. Kalau sudah tumbuh, tanaman dipindah dalam pot. Bila sudah tumbuh lagi, tanaman dipindah ke tanah yang telah tercemar. Saat tumbuhan besar, bagian atas dipotong, dikeringkan, dan diproses dalam insinerator.

Nah, ampas dari pembakaran tersebut adalah logam berat. Itu bisa digunakan sebagai bahan penelitian. ‘Yang paling penting, keberadaannya bisa menyerap logam berat di sekelilingnya,’ papar laki-laki yang juga sebagai ketua Laboratorium Bioteknologi Tanaman Ubaya tersebut.

‘Saya tidak menyangka apresiasi peserta lain luar biasa. Mereka tidak meremehkan,’ ujarnya. Tjie pun diapresiasi langsung oleh Prof Dr Kirk Scott dari University of Alaska di AS. (ina/c19/roz)

Sumber: Jawa Pos, 19 Agustus 2014