LPSK – Apsifor Dampingi Saksi Kasus Cebongan fadjar June 26, 2013

LPSK – Apsifor Dampingi Saksi Kasus Cebongan

SURABAYA, suaramerdeka.com – Bukan hal mudah bagi saksi menghadapi proses persidangan penembakan dan pembunuhan di Lapas Cebongan, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY, yang melibatkan sejumlah oknum anggota Korps Pasukan Khusus (Kopassus) yang bermarkas di Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.

Penembakan di Lapas Cebongan Sleman Yogyakarta itu terjadi pada 23 Maret 2013 dini hari yang mengakibatkan empat tahanan di lapas tersebut tewas. Keempat korban tewas semuanya berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana tiga korban dari Kupang dan satu orang berasal dari Flores.

Dalam pengusutan dan proses persidangan kasus ini, tak kurang ada 42 saksi dari warga sipil, selain anggota militer, yang dilibatkan untuk mengungkap tabir gelap di balik aksi penembakan yang menggegerkan jagat nasional itu. Kesaksian mereka penting untuk membuka kasus ini secara transparan dan akuntabel. Karena itu, kesaksian mereka mesti jujur, apa adanya, dan akuntabel.

Dalam konteks melindungi dan menghasilkan kesaksian yang jujur, apa adanya, dan akuntabel tersebut, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) melibatkan Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) untuk melakukan pengujian dan pendampingan kepada 42 saksi kalangan sipil kasus penembakan di Lapas Cebongan.

‘Kita bekerja dan melakukan pemeriksaan setelah ada surat permintaan dari LPSK,’ kata Ketua Tim Pemeriksaan Kompetensi Psikologis Saksi di Lasa Klas IIB Sleman, Yogyakarta, Prof Dr Yusti Probowati, Psikolog, Rabu (19/6).

Tim ini bekerja setelah ada surat permintaan dari LPSK dengan Nomor: 0921/1.DIV1.3/LPSK/05/2013 tentang kerja sama terkait layanan prikologis forensik bagi terlindung LPSK.

Surat ini dikuatkan dengan SK Ketua LPSK Nomor: Kep-195/I.DIV.1.3/LPSK/V/2013 tentang pelaksanaan layanan pemeriksaan dan penguatan kompetensi psikologis sebagai saksi. ‘Dalam kinerjanya, tim ini diperkuat seorang wakil ketua dan 14 anggota tim termasuk seorang tenaga administrasi,’ tambah Prof Yusti.

‘Tujuan dari tim psikologis ini adalah agar diperoleh informasi terkait kompetensi psikologis saksi dalam menghadapi persidangan. Kami bekerja dan melakukan pemeriksaan sejak 29 Mei sampai dengan 15 Juni 2013 di Lapas Klas IIB Sleman, Yogyakarta. Selain itu, ada beberapa tahanan atau warga binaan yang keluar sehingga pemeriksaan dilakukan di luar LP,’ jelas Prof Yusti.

Prof Yusti yang juga menjabat Dekan Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) ini, mengatakan ada lima jenis pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan timnya.

Antara lain, pemeriksaan aspek kognitif saksi, aspek emosi dan kepribadian, aspek klinis patologis (kemungkinan-kemungkinan adanya kecemasan, depresi, dan trauma), aspek motivasi untuk bersaksi dan hadir sebagai saksi di persidangan, dan aspek penguatan psikologis untuk meningkatkan kesiapan bersaksi bagi klien.
( Ainur Rohim / CN26 / SMNetwork )

Sumber: https://www.suaramerdeka.com