Remaja Pelajar menjadi Korban Human Trafficking fadjar May 30, 2013

Remaja Pelajar menjadi Korban Human Trafficking

Ketidaktahuan masyarakat terhadap masalah perdagangan manusia (human trafficking), maka banyak memakan korban, khususnya remaja pelajar.”

Itulah pernyataan Drs Bambang Sukarno MM sebagai pembicara dalam sosialisasi permasalahan human trafficking pada 15 Mei 2013. Bertempat di Moot Court gedung HA Ubaya, sosialisasi tersebut dilangsungkan oleh KSM Pidana Fakultas Hukum Ubaya. Bambang menuturkan bahwa permasalahan human trafficking saat ini, masih belum dipahami oleh masyarakat secara jelas. “Karena masyarakat saat ini bersifat heterogen, banyak persepsi akan trafficking. Jadi kebanyakan asal tahu saja, tidak benar-benar paham,” jelasnya.

Dalam sosialisasi tersebut, Bambang memperlihatkan potret-potret perilaku remaja pelajar dan korban human trafficking tersebut. Potret tersebut berdasarkan kejadian nyata yang didapatkan dari berbagai sumber di Surabaya, khususnya wilayah Dolly. Ia menjelaskan dari perilaku penyimpangan yang dilakukan remaja, dapat menjerumuskan diri mereka ke prostitusi. “Remaja yang belum mengerti tentang trafficking, bisa saja dijerumuskan, misal karena temannya atau orang yang dikenalnya merupakan pelaku trafficking. Remaja harus tahu bagaimana proses trafficking dan tahu ciri-ciri jelas dari trafficking tersebut,” jelasnya.

Menurutnya salah satu hal yang dapat dilakukan oleh mahasiswa adalah sosialisasi di Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Bambang menyarankan agar menghimbau masalah human trafficking tersebut harus dengan kata-kata yang dimengerti pada kebanyakan masyarakat. “Pakailah bahasa ibu, jangan pakai bahasa akademis,” sarannya.

Ia menerangkan bahwa bicara hal tersebut, melalui perkataan saja tidak cukup. Menurutnya ada beberapa solusi yang dapat dilakukan, yaitu Sumber Daya Manusia saat ini harus didampingi dan optimalkan sarana dan prasarana. “Stakeholder juga dibutuhkan, bukan hanya sebagai syarat akan kebutuhan dana, tetapi mereka juga harus diajak untuk peduli,” katanya. Ia juga mengkritik DPRD untuk mengatur pengawasan dan implementasi terhadap masalah tersebut. “DPRD harus mengerti hal tersebut, jika tidak, itu sama saja bodong,” tutupnya. (nif/wu)