Apotik Dilengkapi Ruang Konsultasi fadjar March 13, 2013

Apotik Dilengkapi Ruang Konsultasi

Membuka praktik konsultasi layanan pemberian obat kepada pasien di apotik-apotik selama ini belum dianggap menjadi sebuah kebutuhan atau pekerjaan utama. Karena yang penting ketepatan dalam melayani pemberian obat berdasarkan resep dokter. Padahal dalam realita di masyarakat obat tidak hanya asal dikasih berdasarkan resep tetapi perlu diberikan penjelasan cara meminum obat yang tepat biar efektif.

Issue inilah antara lain dibahas oleh Drg Agus Suprapto, M Kes., kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI kepada pengelola apotik, owner apotik pada seminar dan workshop penyakit tidak menular pada 8-9 Maret 2013 di Lt 5 Perpustakaan Ubaya.

Peserta seminar yang memadati ruang auditorium ini berlangsung atas kerjasama Fakultas Farmasi Ubaya dengan IAI (Ikatan Apotik Indonesia) di Surabaya. Jumlah peserta dalam seminar kali ini 160 orang. Mereka berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Kepanjen Malang, Cepu, Pare-pare (Sumsel), Kediri, Semarang. Apoteker yang hadir rata-rata sudah berpengalaman praktik di apotik.

Apoteker melayani praktik konsultasi layanan pemberian obat itu bukan tanpa dasarnya, kata Agus. Esensinya, sesuai dengan kompetensi dan keilmuan kefarmasian. ”Inikan suatu komunitas yang ingin dikembangkan dalam farmasi. Termasuk bagaimana membuat obat sendiri. Mestinya sekalian apoteker membuka praktik farmasi. Jadi apotik menyiapkan ruang konsultasi untuk memberikan penyuluhan cara pemakaian obat yang benar. Selama ini belum ada. Bahkan pemerintah sudah menyiapkan peraturan untuk membuka ruang konsultasi praktik kefarmasian,” jelas Agus dengan semangat berapi-api.

Pembicara dari Kementerian Kesehatan RI ini mengharapkan tugas farmasi jangan hanya stoke obat tetapi juga penyuluhan pemakaian obat. Bukan saja memberikan penyuluhan cara minum obat tetapi perlu ada nilai edukasinya. Peran apoteker harus lebih dikuatkan lagi. Kalau di luar negeri sudah berjalan sesuai dengan kompetensi keilmuannya. Pada intinya mereka memberikan pelayanan yang paripurna kepada pasiennya.

Edukasi di setiap jenjang usia

Pembicara lain pada seminar ini adalah Dr Brahmaputra Marjadi MPH., PhD peneliti dari The University of New South Wales UNSW Sydney NSW 2052 Australia. Peneliti yang sangat antusias dalam memberikan materi ini menjelaskan peran apoteker dalam melayani pemberian obat kepada pasien harus selalu ada nilai edukasi yang ditanamkan kepada pasien. Tanpa lihat status maupun usianya. Bahkan anak-anak kecil pun kita beri edukasi. Sebagai contoh, kata Brahmaputra, dalam kasus perokok yang batuk-batuk saat membeli obat di apotik kita harus memberikan saran untuk berhenti merokok.

Dalam memberikan saran berhenti merokok ini, berbagai model kita jalankan. Misalnya, kalau ada pasien yang datang ke apotik kita bisa mengatakan ’Coba dibayangkan. Bapak kan batuk-batuk loh! Berhenti rokoklah pak’. Ungkapan begini jelas Brahmaputra, dalam rangka untuk mengubah perilaku perokok tadi untuk tidak merokok lagi. Jadi waktu orang datang beli obat juga mendapatkan edukasi atau pencerahan kepada pasien yang merokok. Ini juga salah satu bentuk pencegahan untuk mencegah bahaya merokok terhadap bentuk tubuhnya yang tidak normal sebagai akibat kecanduan merokok.

Pemberian eduakasi ke masyarakat ini tidak hanya kepada perokok tetapi kepada pasien yang lainnya. Terutama mencegah adanya bahaya penyakit yang menular. Dan terhadap penyakit menular ini sebaiknya kita memberikan edukasi ke masyarakat sejak dini untuk setiap jenjang usia di masyarakat. Ia mentontohkan dirinya dinasihati ayahnya untuk tidak boleh merokok sejak kelas IV SD. ”Kamu jangan merokok, itu kata ayah. Bahkan sampai sekarang saya ingat kata-kata ayahku ini”, paparnya secara lengkap kepada peserta seminar ini.

Hal senada ditegaskan pembicara Agus Suprapto. Menurutnya, kita memberikan edukasi dari sisi aspek pemenuhan kebutuhan dalam rumah tangga. Kalau bapak beli rokok 1 bungkus hanya bapak yang bisa menikmati. Tetapi kalau uang untuk beli rokok dipergunakan untuk beli telur 1 kg bisa dinikmati banyak orang di dalam rumah. Atau bisa disampaikan, daripada bapak beli rokok lebih baik beli telur untuk anak. Ungkapan ini kalau terus menerus disampaikan kepada masyarakat harapannya bisa mengubah perilaku perokok.

Ia juga menegaskan harus gencar melakukan kampanye anti merokok untuk masyarakat Indonesia. Sebab hasil survey yang terakhir papar Agus, terdapat 67% masyarakat Indonesia yang perokok. Inilah gambaran keadaan kesehatan masyarakat kita.

Pelayanan kefarmasian di rumah

Ide segar yang dipandang menarik dalam seminar kali ini menyampaikan konsep pelayanan kefarmasian di rumah (home care) oleh apoteker. Hal ini disampaikan Ketua Jurusan Program S2 Farmasi, Lisa Aditama., S.Si., M.Farm-Klin., Apt.

Dalam uraiannya memaparkan bagaimana pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah (home care) yang dilakukan apoteker ke depan. Konsepnya, kata Lisa, melakukan pendampingan terhadap pasien oleh apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah dengan persetujuan pasien atau keluarganya. Konsep ini dijalankan dalam rangka memberikan pelayanan untuk pasien yang belum dapat menggunakan obat atau belum dapat menggunakan alat kesehatan secara mandiri. Khususnya pasien yang beresiko terkait penggunaan obat. Misalnya, komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karakteristik obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan ketrampilan tentang bagaimana menggunakan obat dan alat-alat kesehatan agar tercepai efek yang terbaik. Pelayanan kefarmasian di rumah ini sebagai salah satu bentuk pencegahan untuk mengurangi resiko penggunaan obat yang dilakukan pasien.

Fransiscus Cahyo Kristianto.,S.Si., M.Farm-Klin., Apt., dosen yang juga moderator dalam seminar ini, menegaskan seminar ini membantu mengingatkan kembali pengetahuan yang telah diperoleh apoteker selama mereka kuliah. Sebab ketika mereka sudah berkarya terkadang lupa terhadap pengetahuan yang mreka sudah peroleh.

Mantan redaktur Warta Ubaya ini mengingatkan masyarakat harus selalu diingatkan berbagai pengetahuan masalah kesehatan kemasyarakatan. Terutama upaya pencegahan terhadap berbagai penyakit.

Berbagai upaya pencegahan dini terhadap kesehatan di masyarakat ia simpulkan, pertama, melakukan tindakan penyembuhan terhadap pasien, kedua, melakukan kunjungan ke rumah pasien, ketiga, melakukan pemantauan terhadap kondisi fisik pasien maupun pemakaian obat, keempat, melakukan perawatan kaki terhadap pasien yang kena diabetes, kelima, membiasakan senam atau olahraga, keenam, melakukan diet yang komposisi (komposisi makanan yang berserat lebih banyak daripada nasi), ketujuh, memberikan rujukan terhadap pasien. Pasien diminta untuk bertemu dengan tenaga kesehatan yang lebih ahli.

Hasil kegiatan seminar dan workshop menurut Lisa yang juga Kepala Apotik Ubaya mendapat tanggapan yang baik dari peserta. Mereka sangat terkesan karena selama mereka mengikuti workshop di tempat lain belum pernah mendapatkan materi yang berkualitas seperti yang dilakukan Fakultas Farmasi Ubaya. Sebagai tindak lanjut dari workshop diadakan pembinaan lanjutan bagi apoteker. Sebab materi yang diperoleh sekarang baru tahap inisiasi. Karena itu mereka berharap ada pembinaan lanjut bagi apoteker.

Pembinaan awal bagi apoteker ini sebagai suatu hal yang baru dalam mengembangkan mutu layanan apotik ke masyarakat. Hasil dari materi awal ini diharapkan membawa semangat baru dan pengetahuan baru bagi apoteker. Mudah-mudahan setelah mereka kembali bisa terapkan di tempat mereka berkarya. (Loys)